When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Kiara berlari ke lantai bawah dengan terburu-buru. Ransel yang hanya dicangklongkan di sebelah pundak buku besar yang iya peluk dan satu tangan lagi membawa ponsel memperlihatkan kalau dia tengah kesiangan. "Tiara Kamu nggak sarapan dulu?" tanya mama melihat Kiara duduk sambil memasang sepatunya yang belum terikat sempurna dari kamar. "Kayaknya nggak, Mah Kiara sudah terlambat ada presentasi pagi ini," jawabnya lalu berdiri membenarkan posisi ranselnya yang besar. "Setidaknya minum susumu dulu, Ra," ucap papa memperingatkan. Pria itu selalu tampak berwibawa di manapun berada. "Baiklah," jawab Kiara. Gadis itu langsung duduk di samping Melani yang terlihat kusut dengan kantung mata menghitam seperti panda. Kiara melirik kakaknya sekilas tanpa komentar. Tak ada cukup waktu untuk itu.