TIGA

1486 Words
Suara pintu mobil yang ditutup menyadarkan Sky dari lamunannya. Dirinya masih tidak menyangka akan sampai di toko buku dengan seseorang yang sama sekali tak dikenalnya. Terlebih lagi orang itu adalah seorang laki-laki. Sky mempercepat gerakannya, secepat dirinya menyadari situasinya sekarang. Ia membuka pintu mobil yang ada di sebelahnya saat dirinya melihat Claude berjalan melewati bagian depan mobil pemuda itu dan berjalan ke arahnya. Sky melompat keluar dari mobil pemuda itu. Namun bukannya mendapati Claude yang berjalan ke arahnya, pemuda itu malah melewatinya begitu saja. Sky terdiam. Gadis itu tak mengerti kenapa Claude tidak melakukan hal yang di lakukan pria di Drama Korea yang ditontonnya? Sky mendengus kesal. Bukan kesal pada Claude. Namun kesal pada dirinya sendiri karena berpikir terlalu jauh. Gadis itu bahkan sempat berdecak karena menyadari sesuatu. Pintu masuk ke toko buku memang berada di sebelah mobil Claude, tepat di dekat pintu penumpang yang baru saja Sky lewati. Sky menyusul Claude yang memasuki toko buku. “Kak, Kakak ....” Sky bingung ingin berkata apa karena ia tak terlalu mengenal Claude. “Lo mau ke mana, terserah. Gue tunggu disini.” Claude mengambil sebuah komik. Sky baru menyadari jika pemuda itu memasuki lorong khusus komik. “Kakak baca itu?” Sky sedikit tertarik dengan komik yang Claude pegang karena ia juga membacanya secara sembunyin-sembunyi karena teman sekamarnya dulu mengatakan jika Sky sangat membosankan. “Aku baru baca sampe yang nomor dua puluh delapan. Padahal komik itu cuma sampe tiga puluh dua,” ujar Sky. “Gue udah baca sampe nomor tiga puluh. Menurut gue Diana itu ... terlalu naif,” ujar Claude sambil membalik halaman komik itu. “Dia enggak naif. Tapi emang enggak tau harus bersikap apa sama Kanye.” Sky membantah apa yang Claude ucapkan. “Kalo dia enggak naif, dia enggak bakalan diem aja waktu Kanye nyium bibirnya.” Claude menutup komik yang ada di genggaman tangannya. “Tapi Kanye terlalu egosentrisme. Harusnya dia juga liat keadaan Diana waktu itu. Bukan main cium-cium sembarangan di waktu yang enggak tepat!” Sky tidak suka dengan pikiran Claude tentang diana. Menurutnya kata naif itu terdengar terlalu mengejek ditelinganya. “Maksud lo ....” Claude menarik tubuh Sky yang berdiri dua langkah dari tempatnya. Pemuda itu tanpa permisi, mencium bibir Sky, membuat gadis itu terdiam karena terkejut bukan main. “Kayak gini?” tanya Claude saat ia melepaskan ciumannya dari Sky yang berdiri mematung. Sky terdiam. Benar-benar terdiam karena ini adalah ciuman pertamanya. Ciuman pertama yang ia jaga untuk pacar pertamanya nanti. “Lo itu terlalu naif. Kayak Diana.” Claude meletakan komik yang ia pegang tadi. “Dan lo itu egosentrisme!” Sky membalikan tubuhnya setelah ia sedikit berteriak pada Claude. Bukannya merasa bersalah, sebuah senyum miring terbit di bibir Claude. Pemuda itu pun mengejar Sky yang berjalan keluar dari toko buku. “Tunggu!” Katanya sambil menahan tangan Sky. “Apa?!” tanya Sky ketus. Pertama, ia kesal dengan pemikiran pemuda itu tentang Diana. Kedua, ia menjadi tambah kesal karena Claude mencuri ciuman pertamanya. “Wow, santai.” Claude melepaskan tangannya yang menahan Sky. “Temen gue enggak ada yang suka sama komik. Gue baca itu sendiri,” lanjut Claude. Mendengar kata teman yang terlontar dari Claude, Sky berubah menjadi tertarik. Mungkin ia bisa bertanya tentang Gabe, kakaknya. Gadis itu benar-benar melupakan kejadian barusan. “Kalo Kak Gabe sukanya apa?” tanya Sky langsung. “Dia sukanya diem dan baca buku. Apa pun bukunya, kalo dia tertarik, dia baca,” jawab Claude tanpa curiga. Sky menganggukan kepalanya dan berjalan meninggalkan Claude yang menatap heran ke arah gadis itu. Heran karena bagaimana bisa ia melupakan kejadian barusan? Sky berjalan ke lorong buku-buku filsafat. Gadis itu juga mengambil beberapa buku novel untuknya baca dikala senggang nanti. Sky membayar buku-bukunya lalu berjalan keluar dari toko buku itu dan menemukan Claude sedang duduk dengan sebatang rokok yang terselip di kedua jarinya. Namun anehnya, ia lupa siapa itu Claude. Claude mengernyitkan alisnya ketika ia melihat Sky keluar dengan beberapa buah buku didalam kantung belanjanya yang transparan. Dipikiran pemuda itu hanya satu, Sky miskin karena ia mendapatkan beasiswa dikampusnya. "Lo mau kemana?" Claude berdiri saat Sky hendak melewatinya. "Pulang," jawab Sky sedikit kebingungan. Bingung kenapa pemuda di hadapannya itu bertanya dirinya hendak kemana. "Lo beli buku-buku itu?" tanya Claude sambil menunjuk kantung belanjaan milik Sky dengan dagunya. Mengabaikan Sky yang nampak aneh. "Pake uang lo sendiri?" tanya Claude lagi saat Sky menganggukan kepalanya untuk menjawab. "Kamu ... siapa?" tanya Sky pada akhrinya karena kebingungan saat mendengar pertanyaan yang Claude lontarkan. Bingung kenapa bisa ia ditanya-tanya seperti itu. Namun tentu saja itu hanya akting semata. Setelah berjalan menyusuri lorong-lorong buku, gadis itu mendapatkan ide untuk berpura-pura memiliki penyakit. "Lo bercanda?" Claude membuang puntung rokoknya yang masih tersisa setengah sebelum pemuda itu menginjaknya. "Lo baru gue tinggal keluar udah lupa siapa gue?" lanjut Claude sambil mendengus kesal. Sungguh ini bukan permainan yang lucu menurutnya. Sky berpura-pura menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia terlihat seperti mengenal Claude namun ia benar-benar melupakan nama pemuda itu. Suara deringan ponsel berbunyi, memecah ketegangan yang sedikit terjadi. Sky pun mengeluarkan ponselnya dan mengangkatnya saat melihat nama Gabe yang muncul disana. "Dimana lo?" tanya pemuda itu langsung saat Sky mendekatkan ponselnya ke telinganya. "Di toko buku," jawab Sky. "Lo masih sama Claude?" tanya Gabe lagi. Sky sedikit tersenyum, sepertinya ia mendapat pencerahan tentang apa yang harus ia katakan pada pemuda yang berada di hadapannya itu karena Gabe menghubunginya disaat yang tepat. "Mm ... ya. Kenapa?" tanya Sky hati-hati. "Denger. Jangan bawa dia ke apartemen gue. Lo berhenti di halte depan apartemen aja. Nanti gue jemput. Gue enggak mau sahabat dan temen kampus gue tau tentang lo!" jelas Gabe sebelum memutuskan panggilannya. Kini Sky berpura-pura jika ia baru saja  mengetahui siapa pemuda di hadapannya ini. "Kak ... Claude?" Sky mencoba menebak dan berharap semoga tebakannya benar. "Apa?!" jawab Claude ketus karena ia tak suka dengan bercandaan semacam itu. "Enggak." Sky sedikit tertawa tidak enak. "Aku ... mau pulang," lanjut gadis itu. "Ayo." Claude menarik tangan Sky dan membawa gadis itu masuk ke dalam mobilnya. ***** Sky turun di halte depan apartemen Gabe seperti yang kakaknya itu perintahkan meski Claude bersikeras untuk mengantarnya pulang sampai ke depan pintu rumahnya. “Makasih, Kak,” ujar Sky tulus saat Claude menurunkan kaca jendela mobilnya. “Makasih buat apa? Lo bayar buku dan makanan lo sendiri.” Claude mendengus kesal mengingat betapa keras kepalanya gadis itu saat di restoran tadi. Ini adalah pengalaman pertama Claude, mendapati seorang gadis yang bersikeras untuk membayar tagihannya sendiri menghabiskan waktu bersamanya yang terbiasa oleh gadis-gadis manja yang selalu bergantung kepadanya. “Enggak apa-apa. Kakak udah anter aku.” Sky tersenyum dan entah mengapa Claude sama sekali tak bisa bisa melupakan senyum itu meski gadis yang tadi tersenyum sudah berjalan mundur ketika rintik hujan mulai turun. Claude menutup jendela mobilnya sebelum menginjak pedal gasnya dan pergi meninggalkan Sky yang kini duduk sendirian di halte itu. Claude memukul kemudinya ketika lampu merah menyala dan membuatnya harus memberhentikan laju mobilnya. “Kenapa gue sampe lupa, sih, nanya rumahnya tuh cewek dimana?” tanya Claude pada dirinya sendiri. Claude benar-benar lupa menanyakan dimana rumah Sky karena gadis itu mengatakan ingin turun di sebuah halte. Halte yang Claude ketahui berada didepan gedung apartemen Gabe. Sky bersikeras untuk diantar ke halte itu saat mereka ada di perjalanan pulang. Padahal Claude mengatakan ingin mengantar Sky sampai ke rumah gadis itu. “Tenang-tenang. Gue udah ada progres. Kita udah ciuman dan dia enggak marah.” Claude menganggap Sky tidak marah sama sekali kepadanya karena ia berhasil mengantarkan gadis itu pulang meski tak sampai ke rumahnya. “Iron Man, I'm coming!” seru Claude sebelum kembali menginjak pedal gas mobilnya saat lampu hijau kembali menyala. ***** “Lo kemana aja?” Gabe yang baru datang dengan sebuah payung yang melindungi dirinya dari hujan itu bertanya pada Sky yang menatap kosong ke depan sana. “Kemana aja?” Sky yang terkejut itu hanya bisa mengulang apa yang Gabe tanyakan. “Lupain. Ayo, balik.” Gabe kembali membuka payung yang ia lipat. “Cepetan!” serunya. “I-iya!” Sky yang sedikit gelagapan segera menghampiri Gabe yang tengah memegang payung untuk melindungi tubuh pemuda itu dari derasnya air hujan yang turun. Setelah Claude meninggalkan Sky di halte, gadis itu langsung menghubungi Gabe. Ia bisa saja pulang sendiri ke apartemennya. Namun ia mengingat jika Gabe ingin menjemputnya dan ia tak ingin melewati hal itu. Mereka berjalan tanpa suara di bawah rinai hujan yang cukup deras di sore itu. Sesekali Gabe menarik bahu Sky agar mendekat ke arahnya ketika air hujan mengenai bahu gadis itu. Perjalanan dari halte ke apartemen mereka memang bisa dikatakan cukup jauh karena mereka harus melewati area parkir mobil yang lumayan luas. “Jangan gampang percaya sama orang termasuk gue,” ujar Gabe sebelum masuk ke kamarnya dan meninggalkan Sky yang tak mengerti maksudnya sama sekali. “Abang kenapa?” gumam Sky sebelum melangkah masuk ke kamarnya dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD