TUJUH

1128 Words
AUTHOR P.O.V Sky pergi ke tempat yang Claude maksud, sebuah Cafe sederhana namun terasa sangat nyaman. “Lo beneran enggak apa-apa?” tanya Claude saat Sky duduk dihadapannya. “Aku enggak apa-apa. Ada apa Kakak mau ketemu aku disini?” tanya Sky. “Cuma pengen ketemu aja sama sekalian nebus yang kemaren. Kan gue enggak jadi nganterin lo,” jawab Claude. “Kemaren Kakak langsung balik?” tanya Sky yang memulai introgasi terselubungnya itu. “Enggak. Gue main PS dan nginep di rumah Julian sama Gabe.” Claude lalu mengangkat tangannya memanggil pelayan. Pemuda itu tak menyadari jika tubuh Sky melemas mendengar penuturannya. “Jadi, enggak ada orang yang dateng ke apartemen semalem? Abang bohong?” batin Sky berbisik lirih. “Oh begitu, Kak.” Sky memaksakan senyumnya. Meski berat karena harus pura-pura tersenyum seperti itu. “Lo mau pesen apa?” tanya Claude pada Sky. “Saya pesen roti bakar spesial sama coklat panas.” Claude memesan makanan dan minuman pada pelayan yang datang. “Samain aja, Kak.” Untuk makan saja, Sky tidak berselera. Apa lagi untuk memilih makanan? “Kalo gitu, roti bakar spesial dua, coklat panas dua.” Pelayan itu pun pergi meninggalkan meja mereka setelah Claude memesan. “Gue to the point aja. Gue mau kita pacaran.” Claude kembali membuka suaranya. “Pacaran?” Sky tercengang di atas kursinya. “Gue bingung harus deketin lo kayak gimana. Soalnya biasanya emang cewek yang ngejar-ngejar gue. Tapi lo enggak begitu, gue jadi bingung harus kaya gimana,” ujar Claude santai. “Ini pujian atau ...?” “Anggap aja ini pujian.” Claude berujar serius. “Kita baru ketemu beberapa kali kan, Kak? Apa aku sopan kalo aku curiga sama Kakak?” tanya Sky. “Denger, kalo lo pacaran sama gue, lo bisa kuliah di kampus gue gratis sampe kita lulus. Enggak perduli nanti kita putus atau enggak, atau nanti nilai lo menurun atau enggak, gue bakalan buat lo tetep dapet beasiswa di kampus gue.” Claude menaikan kedua alisnya. “Apa itu enggak terlalu berlebihan, Kak? Kita baru kenal, kan? Tiba-tiba aja Kakak ngajak jadian.” Sky sengaja mengulur waktu untuknya berpikir. “Apa ada yang harus aku lakuin?” tanya Sky pada akhirnya. “Ada, sih. Tapi itu enggak bisa gue kasih tau sekarang. Pokoknya lo setuju kita jadian, apa yang gue ucapin barusan, bakal gue tepatin.” Claude berusaha meyakinkan Sky. “Boleh aku mikirin ini dulu?” “Gue kasih waktu dua puluh empat jam. Kalo lo enggak mau, lo bisa cabut dari kampus gue,” ujar Claude santai. “Kalo gitu, bukannya aku enggak ada alasan buat nolak?” Sky tersenyum setengah matang. “Lo bener. Jadi jangan buat gue nunggu, gue enggak suka nunggu.” Claude tersenyum. “Yaudah, aku enggak bisa nolak juga, kan?” Sky menatap lurus ke arah Claude. Hanya dengan ini ia bisa tetap dekat dengan Gabe. Jika ia keluar dari kampus, Gabe pasti menendangnya keluar juga dari apartemennya. “Oke. Sebagai step awal, lo harus dengerin semua perintah gue. Enggak boleh ngebantah.” “Kalo gitu, kita bukan pacaran dong, Kak? Tapi aku jadi mainannya Kakak.” Sky mengepalkan tangannya. “Buat sekarang, lo anggap aja kaya gitu.” Claude berujar tanpa rasa bersalah. ”-karena kedepannya, lo bakalan anggap gue b******k,” pemuda itu membatin. “Aku cuma harus nurut doang, kan?” tanya Sky. “Iya. Pantes lo dapet beasiswa, lo cepet tanggep juga sama maksud gue.” Tidak lama kemudian pesanan mereka datang. ***** “Besok gue jemput lo, ya.” Claude berujar saat Sky hendak keluar dari dalam mobilnya. Sky kembali memutuskan untuk turun di halte depan gedung apartemen Gabe. “Disini aja jemputnya.” “Di rumah lo aja.” “Aku yang miskin enggak akan mungkin bisa sambut Kakak dirumah aku, kan?” “Eh iya, lo bener. Yaudah.” Setelah mendengar ucapan Claude, Sky turun dari mobil mewahnya. Suasana jalanan yang memang selalu sepi membuat Sky mengurungkan niatnya untuk pulang ke apartemen. Sky memilih untuk duduk di halte, menjernihkan pikirannya yang kacau karena Gabe membohonginya. “Heh, lo abis godain cucu yang punya kampus, ya?” seseorang duduk disamping Sky. “Juna?” Sky terkejut saat melihat seorang pemuda berada di sebelahnya dengan sekaleng soda di tangannya. “Mau lo apa, sih?!” “Sekarang udah enggak pake kamu aku lagi, nih?” Juna tertawa mengejek. “Bilang aja. Mau lo apa?” “Heh, Lo! Mentang-mentang abis godain cucu yang punya kampus. Besok lo mau godain siapa lagi?” Juna meremas kaleng soda itu hingga remuk. “Mulut lo kayak cewek!” Sky membuang wajahnya. “Heh, cewek muka dua. Gue masih nyelidikin lo, ya. Kemaren lo pura-pura sakit sampe bayar suster Ella. Sekarang lo turun dari mobil Claudius, lo emang kaya atau pura-pura kaya?” Juna mendekatkan wajahnya ke arah Sky yang langsung memundurkan kepalanya. “Jangan macem-macem! Lo juga muka dua, kan?!” Sky langsung bangkit dari duduknya. Gadis itu kesal karena tak bisa mendapatkan ketenangan sedikitpun. “Tenang aja. Janji adalah janji. Gue cuma penasaran aja, kok. Makanya pas liat lo di Cafe gue ngikutin lo. Gue pikir kalian bakalan masuk ke hotel.” Juna tertawa. “Gue enggak bakalan bilang-bilang apa yang gue pikirin barusan asalkan lo juga enggak bilang-bilang tentang siapa gue,” jelas Juna. “Lo jangan kepedean. Lo siapa aja, gue enggak tau.” Sky pun berlalu meninggalkan Juna yang tersenyum menatap kepergiannya. ***** Sky sampai di dalam unit apartemennya. Tapi ia tak menemukan seorang pun di dalam sana. “Capek.” Tiba-tiba saja Sky menangis. Gadis itu masih memikirkan bagaimana bisa Gabe membohonginya. Apa salahnya membiarkan Sky pulang ke apartemennya meski Gabe tak ada disana. “Kenapa sih, Bang?” Beberapa hari baru saja terlewati sejak mereka tinggal bersama. Tapi bagaimana bisa hari-hari yang singkat seperti itu rasanya seperti menguras semua tenaga yang Sky miliki. Sky melakukan semuanya untuk menarik perhatian Gabe. Gadis itu belajar mati-matian agar bisa mendapatkan beasiswa disana. Ia bahkan sampai berpura-pura lupa agar dihukum dan berpura-pura sakit agar diperhatikan. Tapi sepertinya tidak ada sedikitpun rasa bersalah dari kakaknya itu karena telah memperlakukannya dengan buruk. Sky memejamkan matanya. Ia menyadari semuanya. Gabe tidak pernah kembali ke kamar inapnya dan tidak pernah mencium keningnya. Semua hanyalah khayalan yang ia paksakan untuk menjadi nyata. Cklek. Suara pintu masuk yang dibuka membuat Sky bangkit dari duduknya. Ia memilih untuk masuk ke kamarnya. “Lo.” Suara Gabe membuat Sky menghentikan langkahnya. Gadis itu cepat-cepat menghapus jejak air matanya. “Apa?” Sky berbalik dan tersenyum. “Lo sama Claude, bukan urusan gue. Apa pun yang terjadi, bukan tanggung jawab gue. Jadi, pake otak lo.” Gabe berlalu masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu. Sky tersentak di tempatnya. Bukankah kata-kata Gabe barusan terlalu kasar untuknya dengar? *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD