"Kalau rambut gue diwarnain ungu kaya oppa-oppa Korea gitu pantes nggak?"
"Nggak, lo jelek."
"Gue kembaran lo."
"Tapi lo jelek."
Janied mendengus kepada Jessy, si sinis yang sialannya adalah kembarannya. Tapi tentu saja Janied menklaim dia adalah produk terbaik mama-papa. Jessy lebih mirip bahan sisa di matanya.
"Lo lagi tinggal di mana sekarang?" Janied serius bertanya karena kembarannya itu tidak hidup normal sepertinya.
Jessy lebih memilih keliling dunia seperti gembel tidak punya rumah atau kendaraan pribadi daripada menjadi anak bungsu yang hidup enak bersama orangtuanya yang kaya raya.
"Phuket." Jessy menjawab cuek.
"Kerja apa?"
"Tukang cuci piring."
Lihat, kan? Jessy benar-benar berbeda dari semua anggota keluarga Hartono. Janied bersama dua kakaknya—Arik dan Cassie—akan mengoleksi semua barang-barang mahal dari desainer sedangkan prinsip hidup Jessy adalah 'bersenang-seneng sesederhana mungkin'.
Padahal orangtua mereka lebih dari sekadar mampu untuk membiayai hidup mewah.
"Orang yang tinggal di Thailand suka sama lagu-lagu lo meski mereka nggak paham artinya," kata Jessy. "Apalagi ibu-ibu, demen banget puter video clip lo yang jadi malaikat. Apa judulnya?"
"Forever Angel."
"Iya itu."
"Penggemar gue banyak yang ibu-ibu mungkin karena wajah gue memancarkan pesona menantu idaman."
"Gigolo, lebih tepatnya."
Janied baru saja ingin membalas ejekan kembarannya namun manajernya mengirim pesan bahwa seluruh tim Janied TV—channel YouTube miliknya—sudah datang. Mereka akan syuting vlog pertama Janied setelah para penggemar terus memintanya membuat konten kesehariannya.
"Mas Janied, ini syutingnya santai aja seperti nggak syuting. Nanti kita rekam yang banyak dulu terus Mas Janied pilih mana klip yang mau dimasukin ke video." Riki, sebagai kameramen utama sedang memberikan penjelasan. "Vlog pertama Mas Janied seharian di rumah, sesuai request tertinggi penggemar."
"Oke-oke, saya ngerti," kata Janied. "Menunjukkan seperti apa adanya saya. Begitu, kan?"
"Iya, Mas. Tapi tetap boleh jaga image. Kita filter-filter nanti mana yang bisa tayang di internet."
Image adalah hal utama sebagai public figure. Adalah hal yang pertama orang akan mengingat dan menilai.
Meski masyarakat tahu Janied itu humoris dan senang bercanda bahkan tak malu berpose kocak saat selca, namun tetap saja Janied membatasi sisi dirinya yang bukan konsumsi publik.
Menurut Janied itu bukan fake, ia hanya memilih mana yang lebih cocok publik lihat. Dirinya adalah penyanyi, penghibur, bahkan mungkin role model bagi seseorang. Akan lebih bagus jika ia membuat orang bahagia dengan image yang baik.
Janied ingin menjadi penyanyi yang bukan hanya membuat musik yang bagus namun juga memberikan dampak positif bagi banyak orang selain penggemarnya.
Saat Janied bersiap untuk syuting, satu email masuk dari orang yang ia berikan pekerjaan.
CCTV yang lo minta udah gue kirim ke email.
Lo transfer lebih besar dari yang lo tawarkan. 30 juta, thanks, by the way.
Hubungi gue kalau lo butuh yang lain.
Janied tidak membalas email itu. Ia hanya tidak sabar melihat video yang dikirimkan kepadanya dan memastikan bahwa keresahannya terjawab.
Janied bergumam dalam hatinya, "Aku berharap uang yang aku keluarkan setara. 30 juta bukan apa-apa jika aku bisa melihat kamu, Radmila."
***
"Saima Searajana," ujarnya ketika mengeluarkan kartu member VVIP kelab mewah J'Land kepada staf. Saima menekan 6 digit kode miliknya agar akses diterima setelahnya ia diperbolehkan masuk.
"Di mana lo???" Saima bergumam ketika melihat J'Land malam ini cukup ramai. Namun mencari manusia menyebalkan di kelab elit seperti J'Land bukan hal yang sulit.
Saima kira Janied Elang Hartono—si penyanyi yang sedang naik daun itu—akan menggunakan ruangan khusus namun temannya sejak kecil itu berada di meja panjang dengan bartender ramah yang menuangkannya minuman.
"Waktu lo 20 menit." Saima mengambil gelas milik Janied untuk ia minum setelah duduk di sebelahnya.
"Lo buru-buru, Sai? Ada kerjaan?" Janied melihat wajah perempuan itu terlihat jengkel.
"Sebaliknya, kerjaan gue beres tapi gue ngantuk. Lo menelepon saat gue bersiap tidur."
"Jangan minum alkohol kalau lo ngantuk." Janied merebut kembali gelas itu dan meletakannya ke meja bersama sebuah surat yang ia sodorkan kepada Saima. "She is back," katanya.
"Siapa?" Saima membuka kertas itu, membaca isinya. "Apa lo yakin ini dia? Mungkin surat cinta dari penggemar, kebetulan namanya sama."
"Itu dia, Sai."
"Terus?" Saima meletakan kertas itu sesukanya. "Lo berniat mencari dia cuma karena sebuah kertas bertuliskan: Hai Janied, apa kabar? Aku Radmila Mega."
"...."
"Really, Janied? Jangan bodoh."
"Tujuh tahun lalu Radmila pergi begitu aja. Gue mau tahu alasan dia."
"Udah beda masa, Janied." Saima mencoba menyadarkan temannya. "Dia pergi tanpa kabar terus sekarang balik lagi setelah lo sukses menjadi penyanyi. Apa lo nggak curiga?"
"Radmila bukan orang yang seperti itu."
"Seperti apa?"
Janied tidak menjawab.
"Lo nggak punya waktu mencari mantan pacar lo sewaktu SMA, Janied."
"Tapi gimana kalau dia berniat menjelaskan alasan kenapa dia menghilang waktu itu?" Janied menatap Saima dengan sorot tak yakin namun penasaran.
"Apa itu berpengaruh untuk hidup lo yang sekarang?" Saima membalikkan. "Lo masih suka sama dia?"
"Dia pacar dan cinta pertama gue."
"Penggemar lo banyak banget dan lo masih belum move on dari pacar saat SMA? Akun-akun julid kalau tahu pasti ngetawain lo."
"Nggak ada sangkut-pautnya sama karir gue." Janied membela diri.
"Jadi lo mau mencari Radmila?"
"Gue mau mencari dia dengan usaha gue sendiri tapi nggak mungkin. Wartawan—semuanya." Janied lalu menatap temannya, "Lo mau menolong gue, Sai?"
Saima mencerna kata-kata Janied. "Mencari Radmila?"
"Ya. Hanya lo yang gue percaya. Dan jangan tersinggung, lo bukan artis. Meskipun lo putri dari mantan Menteri Pendidikan, orang-orang nggak mencari berita lo setiap hari, Sai. Lo adalah harapan gue."
"Kenapa gue harus membantu lo?"
"Karena kita teman."
"Gue mau imbalan. Villa lo di Bali, berikan itu atas nama gue."
"Lo bisa menjamin menemukan Radmila kalau gue berikan villa gue?"
"Janied Elang Hartono, lo mau memberikan villa lo?" Saima geleng-geleng kepala, "Gue bercanda."
"Tapi gue nggak bercanda."
"Well..." Saima berpikir sebentar dan merasa kasihan. "Oke, gue akan mencari Radmila."
"Villa—"
"Please, lo pikir gue teman yang akan mengambil aset temannya sendiri?"
"Investasi gue nggak akan berkurang hanya karena memberikan villa seharga 50 milyar."
"Simpan itu untuk Radmila kalau begitu. Kalian berdua bisa berlibur di sana kalau kembali bersama."
Janied tersenyum mendengar kata-kata Saima. "Makasih lo mau membantu gue, Sai."
"Ucapkan itu saat gue udah menemukan Radmila, cinta dalam hidup lo." []
-
Instagram: galeri.ken