BAB 02

1234 Words
"Lo seyakin itu pengirim surat ini memang dia. Darimana lo tahu?" "Gue meminta orang untuk memperlihatkan CCTV saat gue menghadiri acara penggalangan dana dan Radmila memang memberikan surat itu kepada gue." "Lo seputus asa itu ingin menemukan Radmila?" "Gue harus menemukan dia, Sai," kata Janied. "Gue nggak tahu di mana dia tinggal sekarang, tapi gue yakin dia di sekitar sini, di Jakarta." "Kalau lo bisa menyuruh orang mengakses CCTV apa lo masih memerlukan bantuan gue?" "Gue lebih percaya kepada lo, Sai. Lo bisa menjaga rahasia." "Lo takut pencarian ini bocor dan jadi gosip?" tebak Saima. "Ya, seperti itu." Janied mengangguk. "Tapi bukan untuk melindungi karir gue, ini untuk keselamatan Radmila. Gue nggak mau dia menjadi bahan gosip." "Lo sangat mencintai Radmila." "Mungkin." Janied tidak tahu. Perasaannya ada tujuh tahun lalu, namun ketika melihat wajah itu lewat CCTV berdesak-desakan mencoba memberikannya surat, Janied merasa segalanya terlempar pada masa-masa kosong saat Radmila menghilang. Janied hanya ingin tahu mengapa Radmila Mega pergi dan sekarang kembali lagi. "Dulu saat dia pergi, gue terlalu sakit hati sehingga gue nggak mencarinya." Janied jujur kepada Saima. "Sekarang gue nggak mau membuat kesalahan yang sama, dan gue tahu lo akan membantu gue menemukan Radmila." *** Saima memungut gaun tidurnya lalu memakainya. Ia berdiri di dekat jendela melihat pemandangan kota Jakarta dari lantai 20 apartemennya. "Let's break up," ujar Saima saat melihat bayangan pada kaca seorang pemuda yang sedang mengenakan pakaiannya setelah sesi bercinta mereka. "Saima? Kamu bercanda?" "Aku serius. Aku mau putus." Saima menatap Reyan Rayabima yang ia pacari selama 1 tahun terakhir. Reyan tampak kebingungan lalu Saima tertawa, seperti mengejek. "Jangan berlagak bodoh. Memangnya aku nggak tahu kamu selingkuh?" "Sai—" "Ingat siapa yang masukin kamu ke agensi HACK dan kamu jadi photographer di sana? Aku," ujar Saima. "Siapa yang bayar sewa tempat tinggal kamu ketika kamu jadi pengangguran? Aku." Reyan diam saat Saima berdiri di hadapannya, menepuk-nepuk bahunya cukup kuat menggunakan telunjuk untuk membuat Reyan lebih rendah. "Kalau bukan karena aku, kamu nggak akan jadi photographer di agensi HACK. Kenapa aku mencintai pecundang tukang selingkuh seperti kamu?" "Aku selingkuh karena kamu seperti ini!" Reyan akhirnya membentak. "Kamu selalu membuat aku merasa nggak punya harga diri, Sai. Keluarga kamu, uang kamu, kata-kata kamu, membuat aku muak." "Kamu yang selingkuh aku yang salah?" Saima tertawa, sinis. Marah. Saima menekan leher Reyan menggunakan sepuluh jarinya dan mendorong tubuh lelaki itu ke atas kasur. Meski Reyan memiliki tubuh yang tinggi namun Saima bisa mengunci pergerakan pemuda itu, menduduki perutnya. "Kamu nggak bisa napas, Sayangku? Kasihan... karena aku baik, aku akan membiarkan kamu bernapas." Saima sedikit melonggarkan cekikannya ketika Reyan menepuk-nepuk tangan Saima mencoba melepaskan diri. "Kamu tahu rumor tentang orang terdekat korban biasanya adalah pelaku yang membunuh?" Ekspresi Reyan berubah ketakutan ketika mendengar itu membuat Saima semakin tertawa. "Sshhh... aku nggak akan membunuh kamu. Aku pergi ke gereja setiap minggu dan membunuh adalah dosa yang besar." Reyan berhasil mendapatkan udara ketika Saima melepaskan cekikannya dan turun dari tempat tidur. Berdiri menatapnya seperti wanita gila. "Psycho!" Reyan mengambil tas dan jaketnya terburu-buru lalu keluar dari apartemen Saima. Saima sengaja melakukan itu kepada Reyan karena sangat sakit hati mengetahui orang yang ia percaya telah mengkhianatinya. Daripada menangis, Saima ingin menunjukkan bahwa Reyan tidak lagi berharga di matanya dan sedikit drama agar Reyan 'takut'. Pemuda itu perlu tahu wanita seperti apa yang telah ia selingkuhi. Saima berjalan menuju dus besar yang ia bawa dari rumah orangtuanya. Berisikan barang-barangnya saat SMA termasuk buku tahunan sekolah. Saima membuka buku kenangan itu mencari halaman milik kelas 12-2 untuk menemukan foto seorang gadis. Saima menatap foto itu, dan berkata, "Long time no see, Radmila." *** "Lo apa? Putus?" "Ya." Saima tidak mau mengulang kata-katanya. "Gue dan Reyan putus. Dia selingkuh." "Lalu lo mencekik dia?" Janied menahan tawanya saat Saima menceritakan apa yang terjadi. "Gue nggak benar-benar mencekik." "Kalau dia trauma gimana?" "Biarin aja. Mungkin dia bakal bilang sama orang-orang mantan pacarnya gila." "Lo nggak gila." Suara Janied melembut."Bagus lo putusin dia. Sejak awal si brondong itu memang keliatan cuma manfaatin duit lo. Toxic." "Oke, berhenti, nggak usah bahas lagi. Lebih baik lo lihat ini, Janied." Saima menunjukkan buku tahunan sekolahnya. "Ini alamat rumah Radmila, kan?" "Itu rumahnya, tapi dia udah pindah dari sana 7 tahun lalu." Janied memandang foto Radmila dengan seragam SMA Mahardika. "Dia benar-benar nggak meninggalkan apa-apa untuk gue." "Apa ada kemungkinan dia kembali ke rumahnya sekarang? Gue akan ke sana untuk mengecek." "Rumah itu bukan milik keluarga Radmila lagi. 7 tahun lalu saat gue ke sana ada pemilik baru yang tinggal di sana." "Hmmm, that's sucks." Saima menjadi bingung. "Radmila seolah nggak mau ditemukan tapi sekarang dia kembali dan memberikan lo surat. Untuk apa?" Janied menatap temannya dengan pandangan seolah dirinya memutar kepingan film lama. "Ingat ketika lo mengenalkan Radmila kepada gue, Sai?" "Ya. Lo butuh partner lab waktu itu." "Kenapa lo menyarankan Radmila jadi partner gue?" "Karena gue satu kelas sama Radmila. Seingat gue saat pembagian partner dia izin nggak masuk sekolah—sama seperti lo. Dia butuh partner lab, lo juga." "Nggak ada maksud lain?" Tatapan Janied berubah serius. "Maksud lain apa?" "Mungkin lo sengaja mengenalkan dia, lo tahu..." Janied berdeham, ekspresinya kembali menjadi menyebalkan apalagi sekarang dirinya meminum s**u kotak kemasan rasa coklat. Mirip seperti bayi besar tampan. "Sejak SMA gue udah ganteng, banyak yang suka. Mungkin Radmila meminta lo mengenalkannya ke gue?" Saima berdecak, "Radmila bahkan nggak tahu ketika gue sebut nama lo untuk pertama kali." "Serius?" "Serius." Janied mengingat Radmila cukup pendiam dan sibuk dengan ekskul mading saat SMA. Janied awalnya juga tidak tahu bahwa Saima punya teman sekelas yang memiliki lesung pipi saat tersenyum. Pertama kali melihat senyum Radmila, Janied merasa bercermin. Saat sekolah Radmila jarang berbicara dan mereka berbeda kelas, wajar jika Janied tidak memerhatikan. Namun sedikit kurang masuk akal jika Radmila tidak mengetahuinya karena Janied sangat terkenal saat SMA. Dirinya menang lomba debat satu Jakarta dan selalu mengisi acara, menyanyi, jika ada kegiatan di sekolah. Julukannya adalah cowok ganteng bersuara malaikat. "Kenapa lo senyum-senyum?" selidik Saima. Janied meminum s**u kemasannya kemudian menggeleng. "Susunya enak." "Lo nggak malu sama badan masih minum s**u anak-anak?" Saima menyindir. "Di kemasannya nggak ada batasan umur." Janied menggoyangkan kemasan s**u itu di depan wajah Saima, sengaja membuat temannya jengkel. "Bicara soal badan, apa maksud lo badan gue sangat bagus sampai nggak cocok minum Indomilk? Badan L-Men, ya? Ugh, I see." "Annoying." Saima memutar bola matanya. "Gue bukan penggemar lo yang histeris saat lo pamer badan. Bye, skip." "Tapi perut kotak-kotak gue seksi. Lo baca majalah HACK? Mereka menulis bahwa wajah, tubuh, dan suara gue adalah paket sempurna." "Majalah HACK terlalu lebay." "Majalah HACK menulis fakta." "Kemasan s**u kotak Indomilk lebih menarik dibandingkan abs lo." "Oh, ya? Coba gue mau membuktikan." Saima mengerutkan kening saat Janied melepas kancing kemeja dan gadis itu mengomel, "Apa-apaan Janied?!" Sekarang Janied benar-bener melepas seluruh kancing kemejanya menunjukkan perut hasil work out miliknya. "Perut gue lebih bagus dari kemasan s**u kotak Indomilk, Sai. Look." "Lo benar-benar menyebalkan, Janied!" Janied tertawa. "Pasti mantan pacar lo yang berondong itu nggak punya perut kotak-kotak makanya lo nggak bisa bedain kemasan s**u sama perut pahatan dewa yang bisa dijilat-jilat." "Ew, gross." Saima pura-pura ingin muntah. "Kenapa gue mau temenan sama lo, orang gila?" "Karena gue membuat hidup lo lebih menyenangkan." Janied tersenyum setelah mengancingkan kembali kemejanya. "Lo dan gue akan terus berteman karena kita cocok satu sama lain, Saima Searajana."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD