"MAS JANIED!"
"MAS JANIED LUCU BANGET SIH BOLEH NGGAK SAYA UWEL-UWEL PIPINYA???"
"LESUNG PIPINYA SEPERTI INGIN SAYA JADIKAN MENANTU."
"MAS JANIED SAYA LAGI HAMIL SEMOGA ANAK SAYA GANTENG SEPERTI MAS JANIED!"
"KAK JANIED!!"
"ASLINYA GANTENG BANGET, MAU NANGIS!!!"
Janied Elang Hartono tersenyum lebar ketika beberapa ibu-ibu dan gadis remaja menghampirinya ketika ia hendak masuk ke mobil dikawal empat pria berbadan besar. Pria-pria itu tetap kecolongan ketika ada saja ibu-ibu yang berhasil mencubit pipi Janied.
Janied sangat pilih-pilih jika menghadiri undangan, kali ini ia menjadi bintang tamu untuk acara donor darah. Kegiatan amal selalu ia sukai. Meski tidak menyanyi, kehadirannya tetap membuat penonton pusing berjamaah.
"Terima kasih semuanya udah dateng!" Janied melambaikan tangan ketika mobil mulai meninggalkan tempat acara.
"Mas Janied, air," Sani, asisten pribadinya yang duduk di belakang menawarkan minum.
"Janied, lo mau ganti di mobil atau kita cari toilet di gedung acara?" Lanisa, manajernya yang selalu sigap mengatur kegiatan Janied menunjukkan jas Keton yang sudah disiapkan Sani dengan hati-hati.
"Di mobil aja, La," kata Janied.
"Oke."
Janied duduk di tengah, dan mobilnya memang dirancang agar ia bisa istirahat atau berganti pakaian. Hanya menekan satu tombol di kursinya sebuah penghalang berhasil memisahkan kursi depan dan belakang. Janied berpakaian rapi karena ia akan menghadiri pernikahan sepupunya, Jayler Haidan Hartono.
Mata Janied terarah kepada satu surat dari penggemar. Tadi ia memang merasa menerimanya saat masuk mobil namun tidak melihat siapa yang memberikan.
Jantung Janied rasanya dihentikan paksa ketika membaca satu kalimat sederhana terlebih nama pengirimnya.
Radmila Mega.
"Apa... ini kamu?" Janied lalu menggeleng, kembali melipat kertas itu.
"Janied, kita udah sampe." Lanisa berkata dan Janied menurunkan penghalang di antara kursi, sudah rapi menggunakan jas.
Sepanjang pesta pernikahan, Janied mencoba tidak memikirkan surat itu. Bisa saja namanya mirip, batinnya.
Pesta mewah sudah biasa bagi Janied tapi kelakuan Jayler yang sangat posesif kepada istrinya membuat Janied ingin menggoda karena menurutnya si playboy kelas kakap seperti Jayler bisa terlihat bodoh jika berurusan dengan Natessa Kalila.
"Mau dansa sama aku, Janied?" tanya Tessa seolah menggoda balik keposesifan Jayler.
"Sure."
"Nat, kamu istri aku, kenapa dansa sama orang lain?" Jayler mencoba memberi tahu istrinya kalau ia tidak suka kedekatannya dengan Janied.
"Hello, nama belakang gue Hartono—bukan orang lain," sindir Janied. Dasar om-om cemburuan, batinnya.
Menghiraukan Jayler, Janied dan Tessa pergi untuk berdansa. Tessa berkata, "Kembaran kamu tadi datang nggak pakai gaun dan dimarahi ibu kamu lalu 10 menit kemudian datang lagi pakai gaun meski ekspresinya terpaksa."
Janied tertawa. "Jessy emang begitu."
Lalu Janied bertanya, "Tessa, apa kamu punya mantan terindah?"
"Kalau Jayler denger aku ngomongin mantan, pasti dia mengomel."
"Oh, iya, jangan deh. Pria posesif itu menyebalkan."
"Kenapa tiba-tiba tanya mantan?"
"Aku lagi buat lagu baru temanya mantan. Aku berencana cari referensi dari banyak orang," bohongnya.
"Aku nggak punya mantan terindah. Apa kamu sendiri punya mantan terindah, Janied?"
Janied terkekeh kaku. "Nggak ada, mantan buang aja ke laut."
Kemudian Janied mengingat nama itu, Radmila Mega. Dan rasanya sakit sekali karena ia masih merindukan gadis itu meski kenyataannya gadis itu menghancurkan hatinya tujuh tahun lalu.
Radmila, apa kamu kembali lagi sekarang?