Dalam perjalanan Degel, Bang Opung dan Ririn, mereka justru banyak mendengar tentang cerita yang dikatakan oleh Ririn tentang Kodel. Mau tak mau kedua pria itu pun mendengarkan curahan hati dari Ririn yang terus saja menangis dan menceritakan luapan emosi yang terpendam sejak kemarin. Bagaimana mungkin Ririn bisa tenang kalau kekasihnya ternyata main api?
“Gua nggak nyangka kalau Kodel begitu sama Putri. Bukannya gimana, Putri sebenarnya emang supel, tapi dia bukan tipe cewek yang gampangan rebut cowok orang, kan? Iya, kan? Gua nggak paham napa Kodel gini ama gua?”
Ririn kembali meneteskan air mata dan juga menceritakan hal itu dengan tangisan yang berderai. “Kalian ini juga temen mereka, kan? Harusnya kalian juga paham kalau ada hal aneh. Hu hu hu ....”
Masih saja Ririn menangis, eh, sekarang justru mulai menyalahkan kedua kawannya. Mau bagaimana lagi, Bang Opung dan Degel harus angkat suara juga agar tidak jadi permasalahan yang lebih panjang karena terus-menerus menyalahkan. Sebenarnya apa yang terjadi pada Ririn dan Kodel bukan merupakan sangkut pautnya dengan yang lain karena hal itu urusan pribadi.
“Udah, lu tenangin diri dulu. Sabar, Rin,” kata Degel menenangkan. Bukannya tenang, eh, Ririn jadi makin menangis.
“Gua bisa tenang gimana kalau gini? Lu lihat sendiri Kodel main kuda-kudaan sama Putri di tengah hutan begini and mereka have fun gitu tanpa mikir gua. Parah banget! Gara-gara mereka juga kita jadi muter-muter nggak jelas gini di gunung nggak sampai-sampai ke pos dia atau mana pun itu nggak ada yang tahu kita ilang!” Ririn terlihat semakin kesal dan juga panik serta makin menangis membahas hal itu.
Degel jadi merasa serba salah karena kalau tidak dijawab tentu saja Ririn akan merasa diabaikan begitu saja dan semakin sakit hati. Namun saat dijawab oleh pria itu sama saja menjadi buah simalakama karena Ririn juga semakin menangis tersedu-sedu. Bang Opung jadi tertawa melihat itu hanya saja mencoba ditahan karena takut melukai perasaan Ririn yang masih menangis, tetapi justru dia ingin tertawa.
“Udah, malah kalian yang debat. Ririn, lu ini boleh aja sedih atau mencurahkan isi hati lu sama kita-kita sambil istirahat di sini. Tapi satu hal lu nggak boleh nyalahin siapa-siapa karena emang kita juga nggak percaya kalau Putri seperti itu. Gua pribadi juga kaget, nggak nyangka kalau Putri sama Kodel begituan. Ya, kalau Kodel, sih, hmmm tahu sendiri, lah, para cowok udah apal sifat dia beginian. Tapi soal Putri ini nggak jelas banget. Gua kenal dia, tapi nggak tahu kalau dia berani begitu.”
Bang Opung yang juga sudah mengenal Putri dan Kodel pun tidak percaya kalau semua kejadian kemarin memang nyata. Herannya pria itu juga masih merasa ada yang aneh dengan semua ini. Ya, Bang Opung sempat berpikir jangan-jangan mereka kesurupan saat melakukan hal itu. “Jangan-jangan mereka kesurupan, ya?”
“Bang, please! Nggak mungkin orang kesurupan justru enak-enakan di hutan. Malam pula. Gelap and pasti banyak setan. Gua yakin ini mereka udah rencana dari awal emang begini. Jahat banget Kodel ama gua. Hu hu hu ....”
Ririn masih saja menangis tersedu-sedu dan kali ini Bang Opung yang juga kena. Hal itu gantian membuat Degel tertawa. Memang rasanya lucu sekali kalau mendengarkan wanita sedang mencurahkan isi hati karena para pria menanggapi atau tidak tentu saja tetap menjadi sebuah permasalahan. Meski menjawab atau memberikan usulan bahkan penghiburan sekalipun pasti akan dianggap tetap salah oleh wanita yang sedang bersedih.
Setelah banyak berbincang, mereka bertiga pun melanjutkan perjalanan untuk turun gunung. Namun rasanya waktu berjalan begitu cepat dan saat ini malam pun tiba. Mereka sengaja belum mendirikan tenda dan terus berjalan dengan harapan untuk menemukan jalan keluar dari gunung tersebut. Namun bukan yang mendapatkan jalan keluar dari gunung itu, justru mereka bertemu dengan hal gaib lagi.
Ririn yang sudah mencoba menenangkan diri dan tidak menangis lagi, justru melihat sesuatu yang terbang terlihat seperti putih-putih. Ririn merasa takut, awalnya dia tahan begitu saja. Ririn mencoba mengabaikan apa yang dia lihat.
Sebenarnya Bang Opung dan Degel juga melihat sama persis dengan apa yang dilihat oleh Ririn. Namun kedua pria itu pura-pura tidak melihat agar tidak diganggu. Tentu kedua pria itu lebih paham karena saat mereka membicarakan adanya penampakan, tentu saja makhluk itu akan mengetahui kalau mereka semua bisa melihat putih putih yang melayang itu dan kemungkinan akan menghampiri mereka lebih dekat. Justru mengerikan, bukan?
Tiba-tiba saat berjalan bersama beriringan, terasa ada yang memegang tangan Ririn. Ririn langsung terkejut dan terasa kalau tangannya dipegang sesuatu yang dingin. Tentu itu bukan pertanda baik. Ririn tidak berani menengok ke kanan sama sekali karena takut melihat makhluk yang menegang tangannya.
“Bang Opung .... Degel ....”
“Apa, Rin?”
“Napa?”
“I-ini ... Tangan kanan gua .... Tangan kanan gua berasa ada yang pegang. Lihatin, dong,” kata Ririn lagi dengan ketakutan dan keringat dingin mulai menetes di dahinya.
“Lah, gua nggak pegang,” ucap Degel memastikan.
“Apalagi gua, kurang kerjaan banget,” sahut Bang Opung.
“Lah, terus siapa ini yang pegang tangan gua?” Ririn pun semakin merasa ketakutan sehingga saat mereka bertiga menoleh ke sebelah kanan, mereka pun menjerit ketakutan sambil berlari.
“Aaaaaa!!”
“SETAN!!”
“Aaaaa!!!”
Ketiga mahasiswa dan mahasiswi itu pun berlari tunggang langgang karena ketakutan melihat sosok yang memegang tangan Ririn tadi. Hal itu membuat kondisi mereka yang lelah juga kebingungan semakin kacau karena ketakutan.
Bang Opung, Degel, dan Ririn berlari sekencang-kencangnya serta tidak menghiraukan apa yang ada di belakang mereka. Hingga saat langkah mereka semakin cepat karena berlari, tidak disangka kaki Ririn justru terpeleset dan membuat dirinya jatuh terperosok.
“Aaaa! Tolong!” seru Ririn yang merasa kesakitan.
Bang Opung dan Degel kelas saja menghentikan langkah mereka saat berlari dan menolong Ririn yang terjatuh. “Napa, Rin?”
“Lu nggak apa?”
Ririn pun menangis karena kakinya keseleo. Tidak mungkin dia melanjutkan perjalanan dengan berlari menghindar makhluk gaib yang tadi memegang tangannya. “Awww! Sakit banget kaki gua. Sakit ....”
“Duh, apes banget malam gini. Gimana ini, Bang?” Degel langsung bertanya pada Bang Opung karena merasa bingung apa yang harus dilakukan saat ini.
“Udah, kita bawa nepi dulu. Mau nggak mau, kita berhenti dulu dan lihat apakah kaki Ririn yang sakit terlihat bisa lanjut jalan apa nggak,” jawab Bang Opung yang memang khawatir dengan kondisi Ririn yang sudah membuat masalah sejak awal dan kini kakinya bermasalah.