BAB 5

1052 Words
Pupuslah harapan Dalwi yang mau bawa ponsel baru untuk naik gunung. Semua yang dia impikan seperti foto dan membuat video naik gunung musnah begitu saja. Padahal dia sudah merencanakan semuanya. Dia sudah membayangkan kalau ketika dia berada di puncak dia akan mengajak seorang perempuan yang dia taksir diam-diam yang bernama Dinta. "Kenapa lu? Muka lu asem bener?" tanya Dul, yang merupakan kakak sepupunya. "Lagi mumet gua." jawab Dalwi sambil mengacak rambutnya. "Masih muda juga lu. Udah kayak orang punya banyak utang aja." kata Dul. Dul seketika mengeluarkan ponselnya. Dalwi pun langsung melirik ponsel itu. Meski Dalwi tidak melek teknologi namun dia tahu mana ponsel bagus mana ponsel yang biasa saja. Dan ponsel itu terlihat sekali merupakan ponsel bagus dan baru. Terlihat dari bagaimana ponsel itu yang masih bening tanpa ada lecet sedikitpun. "Lu beli hape baru, Bang?" tanya Dalwi Dul menoleh ke arah Dalwi sambil terkekeh, "Iyalah, masa gua beli bekas." "Sombong amat!" celetuk Dalwi. Dul hanya terkekeh kemudian dia langsung memencet icon untuk foto dan langsung membidik es kopi dan rokok yang ada di depannya. Dalwi hanya bisa memperhatikannya dan fokusnya kini tertuju pada hasil bidikan ponsel itu. Seketika dia takjub. "Buset, bagus banget kamera hape lu, Bang!" "Ya iyalah, sebelas juta ini. Nangis gua kalau ni hape ada cacat cela." kata Dul sambil mengusap ponselnya, membanggakan ponselnya. Dan ucapannya dia pakai karena mengutip kalimat dari tokoh utama dari sebuah web series. "Anjir! Sebelas juta? Dapet duit dari mana lu? Perasaan gaji lu cuma 2 juta perbulan." Kata Dalwi. "Yeuuu, kocak! Kredit ini gua. Kalau beli langsung mah kaga mampu. Kredit 2 tahun ini." kata Dul. Dalwi menatap Dul lamat-lamat. Dia mulai tertarik dengan percakapan ini. Dalwi yang memang sedang menginginkan ponsel langsung memasang telinga dengan baik. "Emang bisa, Bang? Kredit hape segitu?" tanya Dalwi. "Ya bisa lah. Lu mau? Hari ini sama besok mumpung ada diskon. Tapi DP dulu 500rb. Kalo lu punya 500rb gua anterin dah ke konternya. Langsung lu bawa hapenya." kata Dul. Mata Dalwi langsung berbinar-binar mendengar hal tersebut. Namun, dia tidak memiliki uang. Jadi, permasalahan terbaru bagi Dalwi adalah dari mana dia bisa mendapatkan uang untuk membayar DP ponsel seperti yang dibeli oleh Dul. “Ntar dah gua bilang lu lagi, gua cari dulu uangnya.” kata Dalwi. Dul pun langsung terkekeh begitu saja, “Awas, jangan sampe nyolong.” ucap Dul. Dalwi seketika langsung menoleh ke arah Dul, bukan karena marah namun dia seakan mengetahui apa yang harus dia lihat. Dia tentu akan mengatakan kepada kedua orang tuanya akan hal tersebut dan kalau jalan buntunya memang tidak diperbolehkan, dia akan mencuri uang tersebut. “Udah ah, cabut dulu.” ucap Dalwi. Sesampainya di rumah, Dalwi pun tetap tidak mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya, mereka tidak mau memiliki hutang seperti itu. “Denger ya, Tong. Kita itu harus beli sesuai kemampuan aja, nggak usah itu yang namanya nyicil-nyicil, banyak ribanya. Jangan dah. Mending beli cash aja.” kata Ayahnya Dalwi. Dalwi pun menyerah, dia tidak bisa meluluhkan hati kedua orang tuanya. Sayang sekali. Dia tidak bisa mengabadikan momennya. Malam kian larut, besok dia harus berangkat menuju ke stasiun untuk bertemu dengan teman-temannya berangkat menuju ke Gunung Merapi. Gunung yang sedang ingin mereka datangi. Dalwi pun tidak bisa tidur. Terpikirkan soal ponsel. “Kalau gua gini aja, gua nggak akan pernah dapet hape. Ini kesempatan gua buat dapetin hape buat selfie di gunung. Entah kapan lagi gua bisa muncak.” kata Dalwi. Dalwi pun langsung bangkit dari tempat tidurnya. Namun, entah mengapa bulu kuduknya meremang, dia seperti merasa kalau ada seseorang yang meniup tengkuknya. “Astaghfirullah al-azim!” pekiknya. “Jangan sekarang, elah. Gua mau beraksi dulu.” kata Dalwi. Dalwi mencoba mengabaikan perasaan takut itu, tangannya sudah dingin karena takut dan tubuhnya merinding hebat namun keinginannya untuk memiliki ponsel baru begitu kuat. Akhirnya, Dalwi pun langsung mendekat ke kamar kedua orang tuanya. Dalwi jadi teringat kalau ibunya tengah menyimpan uang satu juta rupiah di lemarinya, uang itu diberikan oleh ibunya Dul ntah untuk membayar apa. “Nyak, BA, maafin aye ya.” kata Dalwi ketika hendak membuka pintu kamar kedua orang taunya itu. Perasaan Dalwi makin tidak enak karena dia masih merasa seperti ada orang yang mengikutinya. Dai pun menoleh ke belakang sebelum masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya, namun di belakangnya tidak ada apa-apa. Dalwi pun masuk, dan benar saja di dalam kamar tersebut, Dalwi langsung mendapati kedua orang tuanya yang tengah tertidur. Kemudian, Dalwi pun langsung berjalan menuju ke lemari mencoba mencari uang milik ibunya. Duh, susah amat nyarinya. Di mana sih uangnya? - gerutu Dalwi. Ibunya Dalwi memang sangat pandai menyimpan uang jadi dia harus telaten dan haris bisa menebak di mana uang itu di sembunyikan. Seketika Dalwi langsung teringat kalau ibunya biasa menyimpan uang di lipatan-lipatan baju. Kemudian, Dalwi pun langsung membuka satu persatu lipatan-lipatan baju hingga akhirnya dia pun langsung menemukan segepok uang. Mata Dalwi langsung berbinar begitu saja. “Psssttt … Jangan ….” Dalwi langsung terkejut dan berbalik namun tidak ada siapapun. Suara itu dia yakini bukan suara kedua orang tuanya. Dia juga langsung menatap ke sekeliling, dia tidak tahu siapa pemilik asal suara itu namun yang jelas kini kakinya mulai gemetar. Kemudian, Dalwi pun langsung teringat uang yang ada di tangannya, kemudian, dia langsung mengambil tujuh ratus ribu rupiah dan langsung memasukkan sisanya ke lipatan baju seperti semula. Malam semakin dingin, tangan Dalwi menjadi sangat gemetaran. Suara apa itu tadi? -gumamnya. Jantung Dalwi berdegup dengan sangat kencang. Kemudian, setelah selesai membereskan baju milik ibunya, dia pun dengan cepat langsung berlari dengan cepat menuju ke pintu kamar. Dia kembali ke kamarnya. “Astaghfirullah, maafin dosa aye, Ya Allah.” gumam Dalwi. Dalwi pun berjalan, namun seketika, kakinya seperti ditahan oleh sebuah tangan, Dalwi pun langsung menoleh ke bawah, “Anjir, apaan tuh?!” pekik Dalwi. Dalwi langsung membekap mulutnya sendiri. Tidak ada apapun di kakinya. Dia langsung menghela napas. Dan langsung berlari menuju ke kamarnya. “Astaghfirullah! Gua kudu cepet tidur ini.” kata Dalwi. Dia buru-buru memasukkan uangnya ke tasnya. Dan menjatuhkan dirinya ke tempat tidur. Dalwi pun langsung mengambil selimutnya. Dan entah mengapa selimut itu seperti tertarik ke bawah padahal Dalwi menggunakannya untuk menutupi tubuhnya sampai di atas kepala. “Jangan ganggu gua, jangan ganggu gua!” Dalwi mulai berkomat-kamit. Kemudian, dia kembali menarik selimutnya dan kali ini tak ada lagi yang menarik selimut itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD