Chapter 13

1945 Words
Saat telah berada di kolam berenang. Pamela menemukan seorang lelaki yang tengah bekerja membersihkan kolam. Ia jadi merasa canggung untuk berenang bila ada lelaki disini.  Kedatangannya pun disadari oleh pelayan lelaki itu. Lelaki itu pun menghentikan kegiatannya dan segera menghampiri Pamela yang hendak pergi meninggalkan kolam berenang. Pamela hendak mengurungkan niatnya untuk berenang dan sudah akan melangkah namun karena lelaki itu menghampirinya, Pamela menunggu sebentar. "Maaf, Nona. Apakah Nona ingin berenang?" tanya lelaki itu. Pamela pun terdiam sejenak. "Kalau iya, saya sedang membersihkannya. Apa Nona ingin menunggu hingga bersih dahulu atau langsung berenang sekarang? Saya bisa melanjutkan membersihkannya nanti." Pamela terdiam sejenak dan menatap lelaki itu. "Silahkan bersihkan saja dahulu. Aku akan menunggu dengan duduk disini." "Baik, Nona. Saya permisi." Lelaki itu pun kemudian langsung melangkah meninggalkan Pamela dan langsung melanjutkan pekerjaannya. Pamela duduk di atas kursi santai yang waktu itu menjadi tempat tidur Daniel. Ketika menatapnya, Pamela jadi teringat niatan saat ia ingin menjatuhkan lelaki itu ke kolam berenang. Pandangannya pun beralih ke dalam kolam berenang. Ia juga masih ingat saat dirinya berhasil mewujudukan keinginannya tersebut. Dirinya justru ikut tercebur ke dalam kolam. Pamela membulatkan matanya ketika ia tersenyum mengingat hal tersebut. Ia langsung menggelengkan kepalanya. "Apa yang kau pikirkan, Pamela?" tanyanya pada diri sendiri. Pamela pun segera duduk di atas kursi santai tersebut. Ia menikmati pemandangan pantai yang terlihat dari sini. Tempat ini sepertinya benar-benar tempat liburan yang sangat menyenangkan. Pamela jadi merasa beruntung karena ia bisa berlibur secara gratis disini meskipun sebenarnya status dirinya adalah seorang tahanan. Sekali lagi, benar apa yang diucapkan oleh Max. Pamela seharusnya menikmati semua kenyamanan yang ada disini dengan senang hati. Mengingat ini adalah hal yang gratis dan kesempatan langka. Kapan lagi ia bisa berlibur gratis di pulau pribadi miliki Daniel Christian. Bila kembali mengingat make up tebal Riana, Pamela akan merasa sangat senang bila bisa menceritakan hal ini kepadanya. Gadis itu pasti akan iri hingga ke DNA terhadap apa yang Pamela rasakan saat ini. Musuh bebuyutannya di kantor itu pasti senang karena Pamela tidak melanjutkan kontrak kerja. Tunggu saja bila nanti Pamela berhasil memamerkan apapun mengenai Daniel. "Sepertinya menyenangkan bila seperti itu." Pamela mulai berpikir sesuatu. "Ya, aku harus pamer tanda tangan Daniel. Riana tidak pernah mendapatkan itu." Pamela harus mendapatkan tanda tangan Daniel serta tulisan keterangan dari Daniel bahwa tanda tangan itu dipersembahkan kepada Pamela. Lalu ketika Pamela telah bebas dan bisa menemui Riana, maka dirinya akan pamer kepada gadis itu. Memamerkan mengenai tanda tangan Daniel yang ia dapatkan. Itu pasti akan sangat menyenangkan. Melihat wajah Riana yang dipenuhi riasan tebal menjadi merah padam karena menahan rasa iri. "Ya. Itu adalah hal pertama yang harus kulakukan setelah aku bebas." Pamela kemudian menatap pelayan lelaki yang tengah membersihkan kolam menggunakan jaring tersbut. Pamela menyentuh dagunya untuk berpikir. "Sepertinya aku juga harus menegaskan bahwa aku bukan jalang disini," gumam Pamela. Pamela kemudian teringat akan Bibi Margareth. Dirinya langsung bangkit dari duduk dan menghampiri pelayan lelaki itu. "Permisi, Tuan." "Ya, Nona?" lelaki itu langsung membalikkan tubuhnya dengan terkejut. "Siapa namamu?" tanya Pamela. "Saya Robi, Nona. Ada apa?" "Kau sudah tahu aku kan?" tanya Pamela memastikan. "Ya, benar. Anda adalah tamu disini dan merupakan teman Tuan Daniel." Pamela tersenyum manis karena lelaki itu tidak menganggapnya sebagai jalang. Atau mungkin jawaban itu hanya karena ia mengatakannya secara langsung di depan Pamela. Bisa saja di belakang Pamela, lelaki itu memiliki pemikiran yang lain. Akan tetapi Pamela dapat melihat kejujuran dari tatapan mata lelaki itu. "Ah iya. Apakah kau tau dimana aku bisa menemui Bibi Margareth, Robi?" tanya Pamela. "Bibi Margareth bila jam segini berada di kebun." "Kebun?" tanya Pamela terlihat tertarik. "Ya, Nona. Apakah Nona ingin diantar kesana?" Pamela langsung menganggukkan kepalanya. ------------- "Itu dia, Bibi Margareth." Pamela mengikuti arah tunjuk Robi. Mereka melangkah seraya menatap ke kejauhan. "Benar, aku melihatnya. Baiklah, cukup sampai disini saja ya, Robi." "Benarkah? Saya akan mengantarkan Anda sampai sana, Nona." Pamela menghentikan langkahnya kemudian menatap Robi. "Tidak apa, Robi. Sampai disini saja. Kau bisa melanjutkan kegiatan tadi. Aku akan berenang di sore hari nanti. Terima kasih sudah mengantarku sampai sini." Robi terdiam sebentar kemudian menganggukkan kepalanya dengan ragu. "Baiklah, Nona. Saya permisi. Bila butuh bantuan apapun, akan ada banyak pelayan di sekitar villa yang bisa Anda temukan." "Baik terima kasih." Robi menganggukkan kepalanya kemudian melangkah berbalik arah. Pamela menatapnya sebentar sebelum akhirnya menatap ke arah bibi Margareth. Dirinya kemudian melangkah untuk menghampiri bibi Margareth. "Bibi.." Margareth pun menoleh ketika mendengar sebuah suara memanggilnya. "Astaga, Nona. Apa yang sedang Anda lakukan disini?" "Aku tidak memiliki kegiatan apapun. Apa yang sedang kau lakukan?" "Aku sedang membersihkan rerumputan liar di dekat sayuran." Pamela kemudian menatap kebun ini. Benar-benar sangat luas. Sepertinya ini adalah kebun khusus untuk kebutuhan villa.  "Aku ingin membantu." "Jangan, Nona. Ini semua sangat kotor." "Tidak masalah. Aku merasa bosan." Margareth pun terdiam menatap Pamela. "Tapi Anda tidak mengenakan pakaian pelindung. Sebaiknya memakai pengaman seperti yang ku kenakan." Pamela kemudian menatap sepatu but, celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan, dan topi yang dikenakan oleh bibi Margareth. Saat ini dirinya hanya mengenakan alas kaki yang diberikan oleh Marry dua hari lalu, celana panjang, dan kaos berlengan pendek tanpa topi. Tadi ia memang berniat untuk berenang dengan melepaskan celana panjangnya karena ia telah mengenakan celana yang lebih pendek di dalamnya. "Apa tidak papa begini saja? Aku hanya mencabut rumput liar." "Saya khawatir Anda menemui ulat bulu atau ular." Pamela menghela napasnya. "Saya akan mencarikannya dahulu untuk Anda." "Baiklah, aku akan menunggu disini." Setelah menunggu sekitar lima belas menit, bibi Margareth pun muncul dengan membawa set pelindung diri yang akan digunakan oleh Pamela.  Pamela memakainya dengan cepat dan segera membantu Margareth untuk membasmi rumput liar. "Kau melakukan ini setiap hari?" "Ya, Nona. Sayur-sayuran disini digunakan untuk makanan para pekerja tambang." Pamela menganggukkan kepalanya. Akhirnya ia mendapatkan jawaban mengenai bisnis ayah Daniel disini. Pertambangan terdengar masuk akal bila dilakukan di dalam hutan. Tadinya Pamela berpikir bahwa ayah dari lelaki itu melakukan bisnis mengenai tumbuhan terlarang atau bisnis terlarang mengingat terkesan sangat tersembunyi di dalam hutan di pulau pribadi seperti ini. "Itu sebabnya ada begitu banyak pelayan disini. Apa mereka semua bekerja untuk membantu melayani para pekerja tambang?" tanya Pamela. "Ya, Nona. Kami selalu menyiapkan makanan untuk mereka juga membersihkan tempat tinggal mereka di dalam hutan sana. Hanya sedikit yang bekerja disini untuk memastikan villa terjaga dan kebun terurus. Bila membawa begitu banyak bahan makanan dengan helikopter akan menghabiskan banyak dana. Itu sebabnya beberapa buah, sayuran, dan bahan pangan lainnya ditanam disini. Lagi pula tanah disini cukup subur untuk itu." Pamela menganggukkan kepalanya. "Apa aku juga boleh melakukan ini setiap hari? Sepertinya akan menjadi kegiatan yang menyenangkan setiap pagi." "Selagi itu membuat Anda tidak kelelahan, maka saya tidak bisa melarang Anda, Nona." "Bibi, panggil saja aku Pamela. Aku merasa terlalu formal bila memanggil seperti itu." "Disini kami memang memanggila para atasan dengan panggilan seperti itu, Nona." "Tapi aku bukan atasan disini. Aku hanya, ya tahanan Daniel saja." Margareth menghentikan kegiatannya dan kemudian menatap Pamela. Margareth kemudian tersenyum menatap Pamela. "Kau seumuran dengan putriku," ucap Margareth. "Benarkah?" "Ya. Dia bekerja sebagai guru." "Apa kau selalu berada disini? Atau kau sesekali keluar pulau untuk mengunjungi keluargamu?" Margareth pun tersenyum. "Setiap pekerja di pulau ini diberikan kebebesan untuk kembali. Kami menyebutnya sebagai berlibur. Waktu liburan adalah satu bulan setiap tahunnya. Bila ada kasus khusus, maka libur akan diberikan selama dua bulan atau lebih. Bergantung dari kemurahan hati Tuan Daniel. Kami juga sebenarnya tidak merasa seperti bekerja disini. Hanya seperti menjalani hari-hari biasa. Membersihkan rumah, mencuci pakaian, berkebun, memasak, dan kegiatan rumahan lainnya. Bedanya hanya berpisah jauh dari keluarga. Itu saja." Pamela mengangguk mengerti. "Apa Daniel cukup baik dalam memperlakukan kalian?" "Sangat baik, Nona. Meskipun Tuan Daniel di luar sana kami sering mendengar berita mengenai Tuan Daniel yang dianggap playboy, tapi dia sungguh sangat baik dalam memperkerjakan kami. Dia tampan, kaya, sukses, dan baik hati. Tidak jarang ada beberapa pelayan di villa ini yang diam-diam menyukai dirinya." Pamela mengernyitkan keningnya. "Menyukai Daniel?" "Ah, maafkan aku. Seharusnya aku tidak bicara seperti itu." "Tidak masalah. Setelah melakukan ini, biasanya apalagi yang Bibi lakukan?" "Seminggu sekali aku akan masuk ke dalam hutan untuk memeriksa keadaan disana. Terkadang ada beberapa masalah dengan pelayan di dalam hutan jadi aku harus memeriksanya setiap seminggu sekali." "Sepertinya itu menarik. Apa lain kali aku boleh ikut serta ke dalam hutan?" "Jangan, Nona. Tuan Daniel sudah berpesan agar kami menjaga Nona untuk tidak pergi terlalu jauh. Tuan tidak mengizinkan Anda masuk ke dalam hutan." "Mengapa begitu?" Margareth pun hanya tersenyum. "Sebaiknya anda menghabiskan waktu di sekitar sini saja. Ada begitu banyak hal yang dapat Nona lakukan di sekitar villa. Jadi tidak perlu pergi jauh-jauh ke dalam hutan." ---------------- Daniel menghela napasnya begitu ia merebahkan diri di atas ranjang apartemen. Bila dipikir-pikir, perjalanan apapun pasti membuatnya merasa lelah saja. Seolah-olah menyedot habis energinya. Padahal ia hanya duduk diam dan bahkan tertidur di perjalanan. "Istirahatlah sepuasmu. Masih ada banyak waktu sebelum besok. Besok kau akan melakukan pemotretan penuh seharian. Jadi jangan bersikap macam-macam dengan menunda jadwal karena alasan sakit atau kelelahan. Nikmati hari liburmu ini dengan memulihkan energi." Max kemudian melangkah untuk keluar meninggalkan kamar Daniel. "Max?" panggilnya. "Apa?" Max pun menghentikan langkah dan menoleh kepada Daniel. "Tolong berikan ponsel Pamela padaku." "Untuk apa?" tanya Max. "Berikan saja. Biar aku yang memegangnya." "Tidak. Kau tidak perlu menyimpan benda pipih itu." "Ayolah, Max. Kau juga tidak perlu menyimpannya." Max terdiam sejenak. "Aku akan berikan itu nanti saat kurasa tepat. Sekarang beristirahatlah." Daniel pun berdecak sebal ketika mendengar suara pintu yang ditutup. Ia memejamkan matanya sejenak kemudian mengeluarkan ponselnya. Dirinya segera membuka galeri dan menatap foto Pamela yang pernah didapatkannya ketika gadis itu tertidur. Daniel menatap foto itu selama beberapa menit. Dirinya kemudian tersenyum. "s**t. Bisa-bisanya bibirmu itu membuatku merasa kecanduan," gumam Daniel. ------------ "Silahkan bicara sepuasnya. Aku dan manager Bella akan berbincang di sebelah sana. Tidak ada yang akan curiga karena ini ruangan VIP dan kedap suara." Daniel beserta Bella menganggukkan kepalanya. Max kemudian melangkah bergeser ke kursi lainnya. Sebenarnya manajer mereka telah mengetahui masalah ini. Jadi tidak apa bila keduanya mendengar pembicaraan Bella dan Daniel secara langsung. Untungnya manajer Bella setuju dengan pemikiran Max. Akan terlalu berisiko bila terungkap kebenaran bahwa Bella tengah hamil anak Daniel. Ia akan terjebak dalam skandal yang menjatuhkan namanya. "Jadi bagaimana?" tanya Daniel pada Bella. "Aku sudah berpikir sedikit lebih jernih. Saat itu pasti aku hanya terlalu emosional." Daniel menganggukkan kepalanya. "Kau sudah memutuskan?" tanya Daniel. "Aku sudah menggugurkannya. Edward sedang berada dalam masa kejayaannya karena filmnya cukup sukses. Ia sedang sangat bahagia dan memperlakukanku dengan baik. Aku yakin dia sedang tidak ingin menikah disaat sedang berada pada fase kejayaan seperti ini. Meskipun kami masih bisa tetap hidup berdua tanpa menikah. Aku juga yakin ia akan senang bila tahu aku hamil bila aku mengaku bahwa itu adalah anaknya." Daniel tetap diam memperhatikan. "Aku mendapatkan tawaran proyek yang cukup besar tahun ini dan bila aku tetap hamil, maka kesempatan emas itu menghilang. Untuk itu aku menggugurkannya untuk tetap mempertahankan karirku." Daniel menganggukkan kepalanya. "Pilihan yang tepat. Karirku juga akan aman setelah ini." "Ya. Ku harap kita tidak berhubungan lagi agar tidak terlibat masalah seperti ini. Ini sungguh menyesatkan." Daniel pun tersenyum. "Bagaimana keadaanmu setelah melakukannya?" tanya Daniel penasaran. "Aku melakukannya kemarin dan harus beristirahat seharian. Besok aku memiliki banyak hari libur. Hari ini aku hanya ada jadwal pemotretan denganmu. Kau tentu sangat berbakat dalam hal ini jadi aku tidak perlu cemas untuk mengiyakan jadwal pemotretan hari ini." Daniel pun tetap terdiam. "Bila partner BA ku adalah orang lain pasti aku akan lebih memilih beristirahat saja. Selain itu, kita juga memiliki hal ini yang harus dibicarakan jadi mau tidak mau aku harus datang." Daniel menganggukkan kepalanya. "Untung kau tidak men-cancel jadwal hari ini. Bila iya, maka Max akan pusing kembali menatap jadwalku." "Benar. Aku ingin bertanya sesuatu." "Katakan." "Bagaimana dengan gadis yang waktu itu secara tidak sengaja mendengarkan pembicaraan kita?" tanya Bella. Daniel terdiam sejenak. "Jangan khawatirkan itu. Dia sudah aman." "Kau tidak membunuhnya, kan?" tanya Bella ragu. Daniel pun terkekeh. "Tentu saja tidak." "Lalu bagaimana kau mengatasinya? Berapa uang yang kau keluarkan agar ia menutup mulut? Aku juga akan membayar mengingat bila ia membuka mulut, hidup dan karirku akan benar-benar hancur." "Tidak perlu. Aku tidak membayar. Aku hanya menyembunyikan dia di pulau pribadi. Dia menikmati kehidupan disana. Jadi kau tenang saja." "Pulau pribadimu?" tanya Bella terperangah. "Ya." Gadis itu kemudian terkekeh masih merasa tidak percaya. "Kau menyembunyikannya sejauh itu?" "Benar. Demi keamanan." "Sampai kapan?" "Mungkin maksimal enam bulan." "Lalu bagaimana bila ia buka mulut setelah bebas?" "Aku pastikan dia tidak akan membuka mulut." "Apa kau yakin?" tanya Bella. Daniel menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Bagaimana cara kau memastikannya? Kau terlihat sangat yakin. Apa yang akan kau lakukan agar dia tetap tutup mulut?" tanya Bella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD