Chapter 14

2208 Words
Dua bulan kemudian... Film The Week yang diperankan oleh aktor terpanas tahun ini, Daniel Christian bersama artis membanggakan kita yaitu Caroline Huntington berhasil menjadi film dengan box office tercepat tahun ini. Para penggemar menuntut adanya The Week season 2 karena sangat terpukau oleh kemampuan akting Daniel serta Caroline. Para penggemar juga meyakini bahwa kedua pemain utama film 'The Week' tersebut layak mendapatkan penghargaan kategori Best Actor dan Best Actress dalam acara penghargaan bergengsi Hollywood Awarding Night tahun ini. "Kau terlihat sangat anggun." "Terima kasih, Daniel. Kau juga sangat berwibawa dengan jas itu." Daniel pun tersenyum. "Ayo," ajaknya seraya turun dari mobil. "Siap untuk hasil malam ini?" tanya Caroline. Daniel pun tersenyum. "Aku tidak menaruh harapan apapun jadi aku selalu siap untuk kenyataan yang terjadi." Caroline tersenyum dan mereka langsung turun dari mobil. Ketika keduanya turun, Daniel langsung mempersiapkan lengannya. Caroline pun langsung memeluk lengan lelaki itu. Jepretan lampu kamera langsung menyambut mereka yang baru turun dari mobil.  Setelah selesai berpose untuk beberapa foto, keduanya melangkah di atas karpet merah. ------------ Pamela dapat mengingat dengan jelas bahwa sekarang adalah hari dimana acara Hollywood Awarding Night digelar. Ia selalu mengikuti acara itu karena dirinya merasa senang menyaksikan acara itu. Terlebih ia bisa melihat Robert Shawn dalam acara itu karena Robert Shawn selalu hadir dalam acara tersebut. Mengingat dirinya adalah salah satu sutradara ternama yang selalu produktif menyutradarai film setiap tahunnya. Dirinya segera melangkah menuju ruangan televisi. Ia tidak tahu berapa selisih waktu disini dengan di LA, hanya saja dirinya tahu bahwa ia harus bersiap di depan televisi karena ia lupa pukul berapa acara itu disiarkan langsung pada tahun ini. Sudah dua bulan dirinya tinggal disini dan selama itu Pamela sungguh merasa nyaman. Mesin ketik yang dijanjikan oleh Max datang satu minggu setelah tiga sekawan itu pergi meninggalkan pulau. Pamela tahu bahwa Max mengirimnya bersamaan dengan pengisian ulang bahan yang diperlukan oleh villa. Lelaki itu mengiriminya sebuah surat. Dirinya menghela napas ketika ia ternyata acara tersebut telah dimulai. Dirinya kehilangan kesempatan menyaksikan pesona Robert Shawn di atas red carpet. Bahkan Pamela tidak tahu apakah penghargaan Best Director sudah diberikan atau belum. Dirinya sungguh berharap ia tidak ketinggalan. Seraya menyaksikan acara, Pamela pun mengunyah makanan ringan yang disediakan. Dirinya benar-benar sudah seperti ratu di tempat ini. Belum lagi ia sangat akrab dengan bibi Margareth.  Wanita paruh baya itu satu-satunya orang yang Pamela percayai disini. Selain itu, dirinya tidak bisa percaya kepada siapa pun. Meski semuanya terlihat baik, bukan berarti semuanya benar-benar orang yang baik. Pamela yakin bahwa beberapa di antara mereka sebenarnya itu hanya berpura-pura baik karena tuntutan pekerjaan. Tidak lebih dari itu.  "Peraih penghargaan Best Actor tahun ini adalah.." Pamela mengernyitkan keningnya ketika penghargaan Best Actor akan diumumkan. "Daniel Christian!" Pamela membulatkan matanya merasa terkejut. Dirinya kemudian menghela napasnya. "Apa dia tidak bosan mengambil piala itu?" Pamela selalu menonton acara ini setiap tahun sehingga ia mengetahui siapa saja yang mendapatkan pengharagaan setiap kategorinya.  Daniel sangat sering menerima penghargaan dari acara ini. Tahun lalu ia juga mendapatkan penghargaan Best Actor. Dua tahun lalu ia memenangkan kategori Supporting Actor.  Sepertinya Daniel memang memperoleh begitu banyak penghargaan di setiap tahunnya.  Padahal tadinya Pamela sangat mengharapkan Edward yang bisa memenangkan penghargaan itu. Dirinya sangat menyukai film 'KNIFE'. Akan tetapi tidak masalah. Pamela berharap Robert Shawn dapat kembali memegang piala Best Director tahun ini. Tahun kemarin idolanya itu berhasil memenangkan kategori tersebut. Pamela berharap tahun ini Robert juga berhasil mendapatkannya. "Terima kasih banyak untuk semua dukungan penggemar. Aku mencintai kalian." Pamela memutar bola matanya malas ketika mendengar kalimat terakhir dari pidato Daniel. Ia pun terus memfokuskan penglihatan. Siapa tahu saja secara tiba-tiba, kamera menyorot Robert Shawn yang duduk di kursi. ------------- "Selamat atas pencapaianmu, Daniel." "Terima kasih banyak, Caroline." "Aku sangat senang bekerja sama dengan Best Actor dua tahun berturut-turut seperti dirimu." Daniel pun hanya bisa tersenyum. "Mau makan malam bersama setelah ini?" Daniel mengernyitkan keningnya. "Makan malam?" "Ya. Untuk merayakan kemenanganmu." Daniel terdiam sejenak. "Baiklah." "Sekali lagi selamat." "Terima kasih banyak." Daniel kemudian kembali fokus pada jalannya acara. Sebenarnya ia sangat ingin menghubungi Max saat ini. Sayangnya ponselnya ada bersama lelaki itu. Ketika acara award seperti ini, Daniel memang tidak pernah membawa serta ponselnya. Lebih tepatnya Max yang tidak mengizinkan. Lelaki itu selalu saja menyita saja ponselnya apabila Daniel sedang dalam keadaan 'bekerja'. Bahkan menghadiri acara penghargaan seperti ini juga dianggap sebagai 'bekerja' oleh Max. ------------------ Daniel merebahkan dirinya di atas kasur begitu ia memasuki kamarnya. "Good job, Dan. Sepertinya aku harus membeli lemari baru. Lemari kaca berisi piala penghargaanmu sudah kepenuhan." Max tidak bisa berhenti tersenyum karena Daniel berhasil memenangkan penghargaan Best Actor tahun ini. Itu menandakan bahwa Daniel adalah aktor pertama yang bisa mendapatkan penghargaan yang sama dua tahun berturut-turut. Bila sudah seperti itu maka eksistensi Daniel sebagai seorang aktor sudah tidak dapat diragukan lagi. Daniel benar-benar sangat bertalenta dan berhasil memikat perhatian banyak orang. "Ya, lakukan saja sesukamu. Jangan lupa aku butuh libur satu minggu setelah jadwal padat film 'The Week' yang begitu melelahkan." "Tenang saja." Max kemudian berpikir sejenak. "Tunggu sebentar. Aku punya hadiah untukmu." Daniel pun memilih diam saja dan memejamkan matanya. Ia kemudian kembali membuka mata ketika merasakan ponselnya yang tersimpan di saku jas mulai bergetar. Daniel meraih ponselnya kemudian menatap sebuah pesan yang masuk. "Caroline?" tanya Daniel tidak percaya. from : Caroline terima kasih untuk makan malamnya Daniel pun hanya tersenyum melihat pesan itu dan membalasnya dengan singkat. Padahal gadis itu sudah mengucapkan terima kasih tadi dan bagi Daniel itu sudah sangat cukup. Daniel pun meletakkan ponselnya itu di atas nakas. "Dia pasti terpesona padaku," gumam Daniel seraya kembali memejamkan matanya. "Siapa?" Suara itu membuat Daniel merasa terkejut dan reflek langsung membuka matanya. "Kau mengagetkanku, Pet!" "Aku tadi mencoba mengukur apakah lemari kaca baru cukup di ruang tamumu. Ternyata tidak. Apa kau mau membuat lemari kaca baru di dalam kamar untuk menyimpan beberapa pialamu disana?" Daniel pun mengubah posisinya menjadi duduk. "Kau melakukan itu tadi?" tanya Daniel. "Ya." "Astaga, Pet. Besok saja. Sekarang masih terlalu malam untuk mengurus hal itu." "Sekarang sudah pukul enam pagi sebenarnya. Dan tadi saat kau makan bersama Caroline itu bukanlah makan malam, melainkan makan dini hari." Daniel pun menghela napasnya. "Ya, baiklah. Tidurlah. Kita memiliki jadwal jam delapan nanti." "Kau belum menjawab pertanyaanku yang paling awal. Atau mau pindah ke apartemen yang lebih besar atau membeli rumah?" tanya Pet. Daniel menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Letakkan saja dulu piala itu di atas nakas. Bagaimana bila memindahkan beberapa piala ke mansion?" tanya Daniel. "Itu artinya kau harus datang kesana. Tidak mungkin hanya aku atau hanya aku dan Max yang kesana." Daniel berdecak sebal. "Benar juga. Ya sudah, kita pikirkan itu lagi nanti. Pergilah. Aku mau istirahat." Pet melangkah keluar kamar Daniel namun kemudian Max muncul. Daniel pun menghela napasnya. "Apa hadiah yang ingin kau berikan?" tanya Daniel. "Ini." Max kemudian menyerahkan sebuah ponsel kepada Daniel. "Ponsel?" tanya Daniel. "Ini adalah ponsel milik Pamela." "Ah, iya. Kau baru memberikannya sekarang padahal aku memintanya dua bulan lalu." "Kau masih mengingatnya?" tanya Daniel. "Tentu saja aku tidak bisa melupakan fakta bahwa kita menyembunyikan seorang gadis di pulau pribadi." Max kemudian tersenyum. "Kau memiliki waktu libur dua minggu. Berterima kasihlah pada dirimu sendiri yang memberikan banyak keuntungan. Aku sedang memperjuangkan agar kau memiliki libur satu bulan penuh. Setelah filmmu yang begitu luar biasa dan begitu banyak keuntungan yang masuk dari karir sampinganmu sebagai brand ambassador, bintang iklan, dan model, aku yakin akan semakin banyak pekerjaan yang datang. Kau tentu perlu masa istirahat yang lebih banyak dari satu bulan." Daniel terdiam sejenak. "Dapatkan liburan sebulan untukku. Bukankah kontrakku dengan agensi sebentar lagi akan berakhir?" tanya Daniel. "Ya, benar. Tepatnya satu minggu lagi. Kau mau mengakhirinya?" "Apa yang akan terjadi bila ku mengakhirinya?" tanya Daniel. "Agensi lain akan mengurumunimu seperti lebah yang berebut sari bunga." "Bagus. Ajukan libur selama dua bulan. Bila tidak, maka hentikan kontrak sepenuhnya dengan agensi." Max membulatkan matanya. "Libur dua bulan? Apa kau gila? Ada begitu banyak pekerjaan yang masuk. Satu bulan saja sudah sangat cukup. Kau mau menjatuhkan karirmu yang sedang melejit?" tanya Max. "Satu bulan?" Daniel pun berpikir dengan serius. "Baiklah. Satu bulan," sepakat Daniel. "Baik. Aku akan mengatakan permintaanmu itu. Bila tidak maka kontrak berakhir. Aku yakin agensi tidak akan melepaskanmu begitu saja." Daniel menganggukkan kepalanya. "Pergilah. Aku harus bekerja lagi jam delapan nanti. Aku butuh istirahat," ujar Daniel. "Ku letakkan ponselnya disini." Max meletakkan ponsel itu di atas nakas kemudian ia meninggalkan kamar Daniel. Daniel mencoba merebahkan diri kemudian memejamkan matanya. Baru dua menit ia melakukan hal itu, dirinya membuka mata kembali. Dirinya kemudian mengambil ponsel miliknya dan segera mengetikkan pesan. ---------------- Pamela tidak bisa berhenti menatap Robi yang tengah mengerjakan pekerjaannya saat ini. Lelaki itu tengah menanam bunga untuk memperkaya taman depan villa. "Apa aku benar-benar tidak boleh pergi ke dalam hutan?" tanya Pamela. Selama dua bulan berada disini, Pamela menjadi lebih akrab bersama Robi. Selain menghabiskan waktu untuk menyaksikan bibi Margareth mengerjakan pekerjaannya atau kadang membantu, Pamela juga biasanya suka menyaksikan Robi saat lelaki itu bekerja. "Tidak boleh." "Mengapa begitu? Aku sangat penasaran dengan pertambangan." "Di dalam sana berbahaya." "Kalau aku pergi bersamamu, pasti tidak akan berbahaya." Pamela dapat mengetahui dengan baik bahwa Robi adalah teman yang tulus. Itu sebabnya dirinya menganggap lelaki itu sebagai teman dirinya saat ini. Pamela juga melarang Robi untuk memanggilnya dengan sebutan 'Nona' seperti yang dilakukan oleh pelayan lainnya. Bagi Pamela, Robi telah menjadi temannya sekarang. Lelaki itu bisa menjadi pendengar yang baik untuk Pamela dan bisa menjadi teman berbincang yang menyenangkan. Pamela senang mendengarkan cerita mengenai pulau ini dari Robi. Lelaki itu juga menghormatinya dengan baik bahkan meski Pamela sudah meminta dirinya agar bersikap santai layaknya teman. Robi menghela napasnya setelah selesai menanam bibit bunga terakhir. "Ayolah. Kumohon. Kita bisa pergi dengan mengendarai mobil. Aku hanya melihat sebentar. Atau aku bisa menyamar menjadi pelayan yang membawa makanan agar tidak mencurigakan." "Jangan!" Pamela merasa sedikit terkejut karena Robi meninggikan nada bicaranya. "Oh, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membentak." "Tidak masalah. Jadi, bagaimana? Ayolah. Kumohon.." Robi terdiam sejenak kemudian menatap Pamela. ---------- "Wah! Ini sangat menakjubkan." Robi hanya bisa tersenyum seraya menyetir. "Kita hanya akan melihat hingga gedung tengah utama." "Tidak masalah." "Ini tempat yang sangat bagus untuk melakukan jogging." "Ya. Sayangnya jalanan ini terlalu panjang dan sepi." "Tapi sangat sejuk," sahut Pamela. "Kita sudah sampai. Ingat apa yang aku katakan?" tanya Robi. "Tentu saja." Pamela menganggukkan kepalanya dengan yakin. Begitu mereka tiba di sebuah gerbang besar, Robi menghentikan mobilnya. Ia kemudian membuka jendela mobil. "Siapa yang bersamamu, Rob?" tanya seorang penjaga yang sudah sangat mengenal Robi. "Pelayan yang akan membawa bahan obat." Penjaga yang berdiri di sisi kanan dan kiri mobil pun menatap kepada Pamela. Pamela memberikan senyuman terbaiknya. "Baiklah. Silahkan masuk." "Terima kasih," ujar Robi kemudian menutup jendela. Gerbang besar pun terbuka dan kemudian mobil melaju memasuki gerbang. "Wah.." Pamela tidak bisa terhenti terperangah ketika melihat lingkungan di dalam gerbang. "Ini terlihat seperti istana." Tidak lama kemudian mobil melewati air mancur besar yang kemudian terhenti di depan pintu utama. "Hanya sampai disini saja. Kita akan berdiam diri selama setengah jam disini kemudian keluar. Kau tidak boleh keluar dari mobil." "Apa tidak boleh masuk ke dalam gedung ini?" tanya Pamela. "Jangan. Kau bisa menganggu para pekerja yang mungkin saja sedang beristirahat." "Baiklah." "Aku penasaran dengan tempat penambangan. Apa kau memiliki foto-fotonya?" tanya Pamela. Robi menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang diizinkan untuk mengambil foto. Tapi bila kau sangat ingin, kau bisa meminta pada Tuan Daniel. Dia yang berkuasa untuk memotret." "Baiklah." Seorang pelayan secara tiba-tiba datang menghampiri mobil Robi. Ia pun mengetuk kaca jendela sebelah Robi. Robi segera membuka kaca jendela mobil. "Tuan Robi, apa Anda akan keluar sebentar lagi?' tanya pelayan itu. "Ya, setengah jam lagi. Mengapa?" "Aku ingin meminta tolong untuk mengangkat. Tidak ada pria di sekitar sini dan aku melihat mobilmu yang baru saja tiba." Robi kemudian menatap kepada Pamela. "Ku mohon." Yang meminta tolong kepada Robi adalah Marry. Pamela juga mengenalnya dengan baik. "Tidak apa, Robi. Bantu saja dulu dia." Robi sangat paham bantuan jenis apa yang dibutuhkan oleh Marry, itu pasti akan membutuhkan waktu lama. Robi pun menjadi ragu. "Ayolah, Rob." Marry meminta dengan wajah khawatir. Robi kemudian menatap ke arah Pamela. "Tetap di mobil dan jangan pernah keluar." "Baiklah." Robi kemudian turun dari mobil dan mengikuti Marry. "Pakaian di kamar siapa yang mau kau ambil?" tanya Robi pada Marry seraya mereka melangkah. "Baguslah kau paham. Ayo biar ku tunjukkan." Pamela menatap Robi dan Marry yang telah menghilang karena mereka memasuki sebuah pintu. Dengan itu, Pamela pun segera membuka kunci pintu mobil dan turun dari mobil. Ia hanya akan masuk sebentar untuk mengintip. Dirinya tidak bisa berhenti tergoda karena pintu utama itu terbuka dan memperlihatkan sedikit isinya. Pamela tidak bisa menahan diri untuk tidak tertarik. Hal itu pun membuat dirinya merasa harus turun untuk menghilangkan rasa penasarannya. Begitu masuk, ia merasa benar-benar seperti berada di sebuah istana. "Tempat ini benar-benar bagus." Robi mengatakan bahwa para pekerja tambang diberikan fasilitas sebaik mungkin karena mereka telah bekerja keras. Bila melihat kondisi gedung ini yang seperti ini, maka tidak mengherankan mengingat hasil tambang pasti sangatlah banyak dan menghasilkan keuntungan besar. Pamela jadi sangat penasaran dengan lokasi pertambangan itu. Ia penasaran bagaimana para pekerja bekerja. "Kau lama sekali." Pamela merasa terkejut ketika seseorang memeluknya dari belakang. Ia langsung membalikkan tubuhnya karena meraa terkejut. "Wah. Ternyata jalang yang disiapkan untukku sangat cantik ya. Tidak masalah kalau lama." Pamela membulatkan matanya ketika melihat seringaian dari lelaki yang tadi memeluknya dengan lancang. "Apa? Aku bukan jalang!" pekik Pamela. Lelaki itu pun tertawa dan langsung menggendong Pamela. "Hei! Turunkan aku!" Pamela sudah berusaha untuk memberontak. Akan tetapi tidak membuahkan hasil apapun. Dirinya bahkan secara tiba-tiba sudah dijatuhkan di atas ranjang dan lelaki itu langsung berada di atasnya. "Wah. Kali ini sangat cantik dan seksi sekali." Lelaki itu pun segera menciumi pipi dan leher Pamela dengan tidak sabaran. Hal itu membuat Pamela terus saja memberontak agar bisa terlepas. Ia mengerahkan segala tenanganya untuk membebaskan diri. Sayangnya kakinya ditahan sehingga ia tidak bisa menendang s**********n lelaki itu. "Diamlah, jalang! Kau sudah dibayar untuk memuaskan setiap pekerja disini. Jadi jangan macam-macam!" "Aku bukan jalang!" Pamela memekik kuat ketika lelaki itu merobek bajunya. Pamela merasa terkejut karena rupanya lelaki itu sangatlah kuat.  Pamela meringis ketakutan lelaki itu menyeringai melihat dadanya. "Lepaskan aku! Aku bukan jalang!" Pamela sungguh menyesal tidak mendengarkan peringatan dari Robi yang tidak mengizinkannya keluar dari mobil. Bila saja tahu akan seperti ini jadinya, maka Pamela tidak akan pernah keluar dari mobil itu. "Tolong!!" Pamela memekik sekuat tenaga disaat lelaki itu mengecup dadanya. Ia tidak ingin berakhir dengan menjadi jalang disini. Air matanya pun mulai menetes.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD