Chapter 12

2058 Words
Acara sarapan mereka berlangsung dengan hening. Daniel tidak bisa berhenti menatap Pamela selama sarapan berlangsung.  "Mengapa kita kembali begitu cepat? Aku bahkan belum benar-benar merasakan berlibur disini." Daniel mengatakan itu setelah sarapannya habis. Pet pun memilih untuk diam saja seraya tetap menikmati makanannya. Max menoleh ke arah Daniel. "Kau harus tetap kembali untuk bekerja, Dan." Setelah itu Daniel tetap diam saja. Ia masih terdiam seraya menanti Max dan Pet menyelesaikan sarapannya. Sementara menunggu, ia menatap Pamela yang kini juga telah selesai melakukan sarapannya. "Aku sudah selesai. Sekarang aku akan kembali ke kamar. Bila melihat kalian berangkat, aku yakin aku akan lari dan ikut naik ke helikopter bersama kalian." "Ya, lebih baik begitu. Berdiamlah di kamarmu," ujar Max. Pamela kemudian bangkit dari duduknya dan kembali ke kamar. Daniel terus saja menatapi gadis itu. "Berhentilah menatapnya seperti itu, Dan. Kau terlihat seperti ingin membawanya pulang." Daniel tidak mengatakan apapun namun ia bangkit dari duduknya dan melangkah menuju dapur. Pet dan Max pun saling diam saja seraya menikmati sarapan mereka. ----------- "Aku ingin bicara empat mata," ujar Daniel kepada kepala pelayan. "Baik, Tuan." Keduanya kemudian melangkah menuju teras samping yang sangat luas. Daniel menatap pemandangan disana seraya memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Margareth berdiri di belakangnya, menanti hingga Daniel mulai bicara kepadanya. "Aku akan berangkat sekarang. Pastikan bahwa Pamela tidak akan kabur dari sini atau melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya." Daniel kemudian berbalik untuk menatap Margareth. "Baik, Tuan." "Pastikan semua pelayan memperlakukannya dengan baik," pinta Daniel kemudian. Margareth kemudian menganggukkan kepalanya. "Baik, Tuan." "Langsung hubungi aku bila terjadi apapun pada gadis itu." "Baik, Tuan." Daniel menganggukkan kepalanya. ------------ Pamela sedang berada di balkon dan menatap pantai ketika Daniel masuk ke dalam kamar itu. "Aku akan berangkat sekarang." Daniel menghampiri gadis itu dan berdiri di belakangnya. Pamela pun memilih untuk tetap menatap pemandangan. "Ini terasa lucu. Kau seolah pamit padaku, padahal aku hanyalah tawanan disini." Daniel tersenyum seraya memasukkan tangan ke dalam saku celananya. "Ya. Aku ingin memberikan pesan agar kau tidak melakukan hal-hal aneh yang merepotkan para pelayan disini." Pamela kemudian membalikkan tubuhnya dan menatap Daniel. "Aku tidak akan merepotkan orang lain dan hidup baik disini. Jadi kau tenang saja dan ku harap aku bisa segera mendapatkan kebebasan." Daniel pun melangkahkan kakinya sehingga memangkas jarak antara dirinya dengan Pamela. "Aku akan kembali dengan cepat. Jadi jangan merindukan aku." Pamela pun mengernyitkan keningnya. Ia kemudian menatap Daniel dengan malas. "Aku tidak akan merindukanmu." Daniel pun tersenyum. Tangannya kemudian terangkat untuk mengelus rambut Pamela. Pamela hanya diam saja dan membiarkan lelaki itu melakukannya. Akan tetapi ia tetap menatap Daniel dengan pandangan tajam. "Aku berani bertaruh setelah aku pergi dari sini kau akan merasa kesepian. Carilah teman berbincang. Bibi Margareth bisa menjadi teman berbincang yang baik. Di antara beberapa pelayan yang ku ketahui, hanya dia yang aku yakini bisa menjadi teman berbincang untukmu. Bersosialisasilah dengan para pelayan agar kau tidak merasa sepi. Kau masih bisa menonton film dan menonton acara televisi. Bila pergi ke hutan, pastikan jangan sendiri agar kau tidak tersesat dan menghilang. Lalu jangan pernah mencoba kabur karena itu adalah hal yang sia-sia." Pamela kemudian menggerakkan tangannya untuk menjauhkan tangan Daniel dari kepalanya. "Kau sangat cerewet," ucap Pamela kemudian. Daniel pun hanya menatap Pamela dengan intens. "Pergilah sana," ujar Pamela. Ia berusaha mendorong d**a Daniel akan tetapi tangannya langsung digenggam ketika ia menyentuh d**a lelaki itu. "Kau tidak ingin memberikan sesuatu sebelum aku berangkat?" tanya Daniel. "Tidak ada. Bahkan aku tidak tertarik memberikan hanya sebuah pesan." Daniel masih tetap menatapnya. "Katakan padaku, apa yang akan kau lakukan setelah aku berangkat?" "Menikmati hidup dengan berenang, menikmati banyak makanan yang disediakan." "Berenang?" tanya Daniel. "Ya. Tempat ini memiliki kolam berenang jadi tentu saja harus dimanfaatkan dengan baik." "Berhati-hatilah. Ada banyak pelayan pria disini. Kita tidak pernah tahu apa yang ada di pikiran mereka. Pastikan pintumu selalu terkunci dengan baik." Pamela kemudian tersenyum masam. "Bahkan meski pintu kamarku terkunci dengan baik, selalu ada penyusup yang berhasil masuk." Daniel sudah tidak dapat menahan dirinya lagi, itu sebabnya ia segera menarik tengkuk Pamela. Tanpa aba-aba, Daniel mendaratkan bibirnya di atas bibir gadis itu. Tentu saja itu hal yang membuat Pamela terkejut sehingga ia membulatkan matanya dan reflek memberontak dengan mendorong Daniel sekuat tenaga. Sayangnya itu tidak berpengaruh apapun namun justru Daniel semakin menekan tengkuknya sehingga ciuman mereka makin mendalam. Pamela awalnya memberontak namun karena sensasi aneh yang membuatnya terbuai, ia mulai merasa nyaman dengan kegiatan ini. Meski dirinya hanya diam saja tanpa membalas lumatan dari Daniel, setidaknya ia tidak lagi melakukan pembrontakan. Setelah beberapa lama melakukan kegiatan itu dan Pamela mulai merasa kehabisan oksigen, dirinya pun langsung memukul d**a Daniel agar lelaki itu mengakhiri kegiatannya. Daniel pun dengan terpaksa mengakhiri kegiatan itu dan kemudian langsung disambut oleh tamparan dari Pamela. "Dasar b******k!" pekiknya. Daniel kemudian tersenyum dan menatap bibir Pamela. Bibir gadis itu terlihat berbeda setelah kegiatan yang dilakukan oleh Daniel. Sangat terlihat jelas bahwa telah terjadi sesuatu dengan bibir itu bila mengamatinya. Daniel pun merasa puas atas hal tersebut. "Ini pertama kalinya aku ditampar oleh gadis. Tapi tidak masalah. Bibirmu terasa menyenangkan. Aku akan kembali secepatnya." Daniel tetap tersenyum meski Pamela memberikan tatapan setajam mungkin. -------------- "Lama sekali!"  Max menunjukkan kekesalannya kepada Daniel yang baru saja datang melangkah mendekati helikopter. "Santailah, Max. Ini bahkan terlalu cepat jadi jadwal awal kita. Kita tidak akan terlambat." "Cepatlah masuk," ujar Max. Mereka kemudian naik ke dalam helikopter. Daniel mengamati villa yang akan dia tinggalkan. "Kau harus segera bertemu dengan Bella. Aku sudah mengatur agar besok kita bisa melakukan makan bersama dengan Bella dan manajernya. Saat itu, kau bisa leluasa membicarakan hal itu dengan Bella." "Baiklah," ujar Daniel malas. Dirinya kemudian menatap ke arah Max. "Kapan kita bisa datang kesini lagi?" tanya Daniel. "Entahlah. Kalau kau giat bekerja dan tidak menunda-nunda jadwal secara mendadak seperti biasanya, maka dua bulan lagi kita bisa datang kesini." "Dua bulan?" tanya Daniel. "Ya. Kau pikir hidupmu hanya seputar berlibur kemari? Jadwalmu akan sangat padat selama dua bulan ini." Daniel kemudian menghela napasnya. "Baiklah," gumamnya. ------------ Sepertinya Pamela merasa bahwa dirinya sudah benar-benar gila ketika bisa-bisanya bersikap akrab kepada para penculiknya. Dia bahkan menghabiskan waktu bersama mereka seolah hubungan mereka sangatlah baik. Mereka menghabiskan waktu makan bersama padahal tidak saling mengenal. Yang lebih parah lagi, mereka adalah orang-orang yang menculik dirinya dan merenggut kebebasan hidupnya. Akan tetapi, Pamela justru merasa wajar bila bersikap biasa saja dengan orang-orang itu. Dirinya segera merebahkan diri di atas tempat tidur. Rasanya sangat menyenangkan apabila ia tidak melakukan apapun seharian. Ini adalah percis seperti apa yang dibayangkannya saat ia memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak kerja dengan kantornya. Ia ingin berlibur agar mendapatkan lebih banyak inspirasi dalam menulis. Hal ini bahkan jauh lebih baik dari bayangannya. Rasanya tidak seperti ia tengah diculik, melainkan seperti dirinya tengah berlibur di pulau pribadi. Secara tiba-tiba, Pamela menyentuh bibirnya dan teringat akan hal yang tadi terjadi. Ia pun memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya. "Lelaki itu memang benar-benar b******k!" Pamela tidak sepolos itu. Ia pernah beberapa kali berpacaran dan berciuman dengan kekasihnya. Hanya saja, yang tadi benar-benar terasa berbeda. Sepertinya Daniel adalah pencium yang handal. Lelaki itu benar-benar ahli membuatnya merasa terbuai. Hal itu justru membuat dirinya mulai merasa khawatir. Pamela tidak ingin terjatuh ke dalam pesona lelaki itu. Lelaki itu bukan tipenya. Pamela tidak suka dengan lelaki yang playboy seperti itu. Bahkan meski Daniel setampan titisan dewa dan memiliki aura seseksi itu. "Astaga! Apa aku baru saja memuji dia?!" Pamela segera menggelengkan kepalanya untuk apa yang baru saja ia pikirkan. Untuk menepis semua pikiran untuk memuji lelaki itu, Pamela mencoba untuk tidur. Akan tetapi, ia justru semakin memikirkannya. Hal itu kemudian membuat dirinya memilih untuk keluar dari kamar.  Mungkin dengan melakukan sesuatu, itu akan membuat dirinya merasa jauh lebih baik. Ia bisa mengalihkan pikirannya sementara dari Daniel. --------- "Aku yakin dia pasti hanya jalang yang disembunyikan oleh Tuan Daniel." "Tapi Tuan Daniel memperlakukannya dengan sangat baik. Tuan juga meminta kita untuk bersikap baik padanya, Jullie." Jullie kemudian membersihkan tangannya setelah selesai mencuci piring. Ia menatap Key yang baru saja datang dari masa berliburnya.  Saat ini Julli sedang menceritakan kedatangan Pamela kepada Key. Key tidak mengetahui apapun karena saat Pamela datang, ia sedang berlibur dan tidak ada di pulau. "Ya itu benar. Tapi, coba pikirkan saja. Tuan Max mengatakan bahwa gadis itu memiliki rahasia besar Tuan Daniel yang tidak boleh dibocorkan. Aku yakin dia pasti adalah jalang yang mengaku dihamili oleh Tuan Daniel dan meminta pertanggungjawaban. Itu sebabnya dia dibawa kesini. Dia berada disini sebagai tawanan. Lagi pula, aku sering melihat Tuan Daniel masuk ke kamarnya. Lalu saat pagi hari tadir, mereka tidur satu ranjang di ruang televisi. Aku yakin dia tidak lebih dari sekadar jalang." "Tapi, Jullie. Dia perempuan pertama yang dibawa oleh Tuan Daniel kemari bukan?" "Ya, benar." Key pun berpikir sejenak. "Tadi saat aku sedang membersihkan taman, Tuan Pet memintaku untuk segera memanggil Tuan Daniel. Tuan Max dan Tuan Pet telah menanti cukup lama. Saat aku hendak mencari Tuan Daniel, ia keluar dari kamar Nona Pamela. Aku yakin Tuan Daniel berbincang cukup lama dengan gadis itu sebelum ia berangkat." "Baiklah, Key. Tapi bagiku, gadis itu tetaplah hanya seorang jalang. Bisa-bisanya kita harus melayani seorang jalang disini." Pamela menggenggam tangannya sendiri dengan kuat hingga buku-bukunya memutih. Demi Tuhan ia sangat marah mendengar ucapan pelayan itu. Gadis itu tidak mengetahui apapun namun bisa-bisanya mengambil asumsi bahwa Pamela adalah seorang jalang. Tidakkah dia tahu bahwa Pamela adalah korban disini. Pamela adalah korban penculikkan dan bisa-bisanya gadis itu berpikir bahwa Pamela adalah jalang. Pamela menghela napasnya berusaha untuk menenangkan diri. Bila saja tidak mengingat ia hanya seorang diri di pulau ini, pasti ia akan langsung menghampiri gadis itu dan meluapkan emosinya. Akan tetapi Pamela harus menahan diri. Ia harus menjaga sikap dan harus bersikap dengan baik selama disini. Ia teringat akan ucapan Daniel tadi. Meski lelaki itu mengatakan mengenai pelayan pria, Pamela justru memegang ucapan itu untuk semua orang yang berada disini. 'Kita tidak pernah tahu apa yang ada di pikiran mereka.' Pamela kemudian memilih untuk kembali saja ke kamarnya. Padahal tadi dia ingin pergi ke dapur untuk melihat apa yang bisa dilakukannya disana. Pamela suka memasak dan dirinya berniat untuk mencoba memasak untuk mengisi waktu luang. Akan tetapi sayangnya ia justru mendengar ucapan yang menyakitkan seperti itu. Tanpa Pamela sadari, seseorang memperhatikannya sejak tadi. Dia adalah Robi. Salah satu pelayan di villa ini. Lelaki itu kemudian melangkah menuju dapur. Ketika menemukan Jullie yang tengah berbincang bersama Key serta mendengar sekilas mengenai pembicaraan mereka, sepertinya Robi paham apa alasan yang menyebabkan Pamela terlihat begitu marah tadi. "Kau ini mengagetkan saja, Rob." "Kapan kau datang, Key?" tanya Robi. "Tadi pagi." "Liburmu menyenangkan?" "Ya, sangat. Aku senang bisa bertemu semua keluargaku. Terima kasih banyak kepada Tuan Daniel yang begitu baik menyejahterakan setiap pelayan yang ada disini." "Ada apa, Rob? Tumben sekali kau memasuki dapur." tanya Jullie. "Apa ada sesuatu yang bisa ku makan?" tanyanya. "Tumben sekali," gumam Jullie. Key melangkah menuju kulkas kemudian mengambil buah apel. "Ini, makanlah." "Terima kasih," ujar Robi kemudian pergi meninggalkan dapur. Saat dirinya keluar dari dapur, ia pun langsung menuju ruang makan yang satu koridor dengan kamar Pamela. Ia terdiam menatap kamar Pamela. Dirinya kemudian kembali melanjutkan pekerjaan membersihkan kolam. -------- Setelah memasuki kamarnya, Pamela langsung mengunci kamarnya dan mencabut kunci itu dari pintunya. Dirinya lantas meletakkan kunci itu di atas meja dan melangkah menuju balkon. Begitu tiba di balkon, dirinya menghirup udara sebanyak mungkin. "Tenangkan dirimu, Pamela. Kau bukanlah seorang jalang!" Ketika menghirup udara seraya memejamkan matanya, Pamela seketika teringat akan bayangan kejadian yang terjadi di balkon tadi. Pamela menyentuh bibirnya. "Arghh! Sepertinya aku memang jalang." Pamela menghela napasnya. Ia mulai bertanya-tanya dan merasa penasaran. Apakah seluruh pelayan di tempat ini berpikir seperti pelayan itu tadi. Bila demikian, maka mereka pasti memandang Pamela dengan sangat rendah. Hal itu sungguh terasa benar-benar menyebalkan. "Tunggu sebentar." Pamela ingat dengan baik bahwa pelayan itu tadi mengatakan bahwa Max memberitahu bahwa Pamela memiliki rahasia Daniel yang tidak boleh dibocorkan. Seharusnya gadis itu berpikir cukup waras dengan tidak menganggap Pamela  tengah hamil dan mengemis agar Daniel bertanggung jawab. "Sepertinya aku harus membuat perhitungan dengan gadis itu." Pamela sebenarnya tidak jahat. Ia hanya tidak suka dengan seseorang yang suka mengambil asumsi sendiri serta suka membicarakannya dengan buruk di belakang. Bukankah jauh lebih baik bila gadis itu bertanya baik-baik kepada Pamela untuk memastikan apakah dirinya memang jalang atau tidak. Padahal Max sudah jelas-jelas mengatakan kepada gadis itu bahwa Pamela memiliki rahasia Daniel. Seharusnya pemikiran gadis itu tidak terlalu sempit untuk menganggap rahasia yang dimaksud adalah mengenai kehamilan Pamela. Untuk apa repot-repot membawa jalang kemari, bila masih ada jalan lain yang seharusnya bisa dilakukan oleh Daniel. Pamela jadi kesal sendiri namanya jadi tercemar seperti ini. "Tadi namanya adalah Jullie. Baiklah. Aku akan mengingatnya terus sampai aku pergi dari sini." Pamela akan lihat bagaimana sikap pelayan itu di hadapannya. Jika sampai Jullie berbuat baik dan manis kepada dirinya. Maka gadis itu benar-benar adalah seorang penipu. Pamela menghela napasnya. "Baiklah. Sepertinya aku memiliki misi tersendiri untuk gadis itu sekarang." Pamela kemudian menatap ke arah bawah. Ia melihat taman samping yang terletak di sebelah dapur. "Aku hampir saja lupa untuk berenang." Sepertinya Pamela akan memilih untuk berenang saja kali ini. Ya, benar. Berenang akan membuatnya merasa lebih santai dan tenang. Ia harus melupakan segala sesuatu yang terjadi hari ini dengan cepat. Dimulai dari kebrengsekan Daniel yang menciumnya begitu saja hingga pembicaraan mengenai dirinya yang dilakukan oleh para pelayan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD