Ruby tiba di rumah setelah hampir setengah jam berkendara dari rumah sang mertua. Ia pun bergegas masuk ke dalam rumah dan menemukan Rayden menyambutnya di ruang tamu.
“Ada apa? Apa terjadi sesuatu? Aku buru-buru pulang, khawatir terjadi sesuatu padamu, Suamiku,” ucap Ruby setelah berdiri dua langkah di depan Rayden, menatapnya dengan raut wajah cemas dibuat-buat. Sebenarnya ia sudah bisa menebak apa yang membuat Rayden marah.
“Siapa yang menyuruhmu menyentuh laptopku?!” sentak Rayden. Ia tengah mengadakan presentasi di depan calon investor dan saat ia hendak menunjukkan rancangannya, terpampang wajah Ruby pada layar. Ruby dengan lancang mengubah wallpaper laptopnya tanpa sepengetahuannya. Dan yang membuatnya sangat marah, karena Ruby berpose seksi dengan lingerie warna merah yang kerap dipakainya untuk menggodanya.
Ruby pura-pura memasang wajah terkejut hingga menutup mulut. “Ha? Kau membiarkan orang-orang melihat foto seksiku? Ya ampun, Suamiku, harusnya kau tak membiarkan siapapun melihat fotoku. Fotoku itu khusus hanya untukmu agar kau semangat bekerja.”
Rayden mengepal tangan kuat di sisi tubuhnya. Ia kemudian berbalik dan menendang sofa melampiaskan kekesalannya sebelum ia melangkah menuju kamar. Meski sangat membenci Ruby ia tak akan menggunakan kekerasan padanya. Tidak adanya cinta dalam pernikahannya tak akan menjadi alasan baginya melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
“Agh!” Rayden berteriak saat telah sampai kamarnya. Kakinya menendang udara meluapkan kemarahan. Sampai kapan ia akan berada di situasi seperti ini? Bukannya menyerah setelah penolakan yang dilakukannya berkali-kali, Ruby justru semakin gencar melakukan sesuatu yang membuatnya hampir gila. Menggodanya, dan sekarang mempermalukannya di depan semua orang.
Napas Rayden tersengal. Ia segera menghubungi sang ayah meminta pertanggung jawaban darinya. Ia sudah tak sanggup lagi menjalani pernikahannya dengan Ruby.
“Aku akan menceraikan wanita itu!” ucap Rayden setelah panggilan terhubung. Tak ada basa-basi, ia segera mengatakan tujuannya menghubungi ayahnya itu.
Rayden meremas ponselnya saat tak segera mendapat jawaban dari sang ayah. “Aku tak peduli Ayah setuju atau tidak, aku akan tetap menceraikannya! Apa Ayah tahu apa yang sudah dia lakukan? Dia mempermalukan aku! Mempermalukan aku di depan calon investor!” papar Rayden dengan suara keras dan lantang. Ia tidak peduli jika Ruby mendengar, ia justru sengaja.
“Jika kalian bercerai, apa yang akan kau lakukan? Kau akan mencari wanita itu?”
Rayden tak segera menjawab. “Mengenai itu, itu tidak penting. Yang penting, aku akan tetap menceraikan Ruby!”
“Baik lah, jika itu memang keinginanmu, tapi aku tak akan membiarkanmu bertemu dengan Airin.”
Mata Rayden melebar. “A- apa maksud Ayah?” Rayden bertanya dengan suara bergetar. Namun, bukannya segera mendapat jawaban, Dewangga justru mengakhiri panggilan sepihak.
“Halo, halo? Ayah! Jawab aku!” Rayden menurunkan posenya dari telinga dan berteriak pada layar berharap ayahnya masih bisa mendengar. Namun, ia benar-benar terlambat. panggilan telah berakhir dan saat ia hendak menghubungi ayahnya itu kembali, ayahnya sengaja mengabaikannya.
Rayden menatap layar ponselnya dengan kemarahan yang kian meluap. Ucapan ayahnya seakan ayahnya itu tahu di mana keberadaan Airin. Jika benar, ia tak akan memaafkan ayahnya apapun yang terjadi.
Tiba-tiba sebuah pikiran buruk terbesit dalam kepala. Ia menduga ayahnya dengan sengaja menyembunyikan Airin lalu menyuruhnya menikahi Ruby.
Mata Rayden melebar saat pikiran itu semakin berputar-putar dalam kepala. Menduga, sejak awal semuanya telah ayahnya rencanakan. Dengan gemeretak gigi terdengar dan tangan meremas ponselnya, Rayden memutuskan menemui ayahnya secara langsung dan meminta penjelasan darinya.
“Sayang, mau ke mana?” Ruby bertanya saat Rayden berjalan melewatinya. Ia hendak menyusul suaminya itu ke kamar, tapi mereka berpapasan di depan pintu.
Rayden hanya diam dan kian mempercepat langkahnya. Ia ingin segera menemui ayahnya dan meminta penjelasan mengenai yang dikatakannya tadi. Dan jika sampai Ruby terlibat dalam masalah ini, demi apapun, ia tak akan pernah memaafkan wanita itu.
Ruby menatap punggung Rayden yang kian menjauh dengan pandangan tak terbaca. Ia hanya diam sampai tiba-tiba dering ponsel membuatnya tersentak. Mengambil ponselnya dari dalam tas, ia pun mengangkat panggilan. “Halo.”
***
“Jelaskan apa maksud ayah!” Suara Rayden begitu lantang terdengar memenuhi ruang tengah rumah Dewangga. Ia mengendarai mobilnya seperti orang kesetanan hingga tak butuh waktu lama telah berada di kediaman orang tuanya.
“Ray, kau baru datang, kenapa langsung bicara seperti itu pada ayahmu?” tegur Zahwa. Ia dapat melihat kilatan emosi di wajah Rayden.
Rayden hanya melirik ibunya sekilas yang duduk di sofa tunggal sebelah sofa yang ayahnya duduki dan kembali menatap ayahnya dengan tatapan tajam seakan-akan ia lupa bahwa pria itu adalah ayah yang harus dihormatinya. “Ayah! Jawab aku! Apa ayah telah merencanakan semuanya dari awal?! Apa menghilangnya Airin ada hubungannya dengan ayah?! Ayah sengaja menyembunyikannya agar aku menikah dengan Ruby!”
Rayden berteriak hingga urat di pelipis dan lehernya terlihat, rahangnya pun mengeras. Jika bukan ayahnya, mungkin ia sudah menghajarnya, memaksanya bicara dengan segera.
Prak!
Dewangga melempar lembaran foto ke atas meja di mana beberapa di antara foto itu jatuh ke lantai di dekat kaki Rayden.
Alis Rayden berkerut tajam menatap selembar foto yang jatuh di depan kakinya. Ia pun mengambil selembar foto itu dan tiba-tiba saja matanya melebar dengan tangan gemetar. “I- ini ….”
“Ya. Itu adalah wanita yang membuatmu tergila-gila. Dan aku tak habis pikir, bagaimana bisa kau tergila-gila pada wanita seperti itu.” Suara berat Dewangga memenuhi ruangan. Sayangnya, telinga Rayden seolah tuli. Yang ada di kepalanya sekarang hanyalah mengenai foto yang saat ini berada di tangan.
Ulu hati Rayden seolah dihujam belati, sekujur tubuhnya gemetar terutama tangan hingga foto yang menunjukkan Airin memeriksakan kandungan jatuh kembali ke lantai di dekat kaki.
Zahwa tertunduk dan menutupi wajahnya, ia tak tega melihat sang putra tampak hancur sehancur-hancurnya.
Dewangga hanya diam tak lagi membuka suara membiarkan Rayden berpikir dengan melihat foto-foto yang selama ini ia sembunyikan.
Rayden menatap ayahnya dengan wajah pucat. “I- ini … ini hanya rekayasa ayah … kan?” tanyanya dengan suara bergetar. Rasanya ia tak bisa mempercayai ini. Mana mungkin Airin hamil? Padahal, ia belum menyentuhnya sama sekali.
“Terserah apa yang kau pikirkan. Sekarang kau tahu, kenapa ayah memaksamu menikah dengan Ruby dan itu bukan hanya demi menjaga nama baik keluarga ini.”
Setelah mengatakan itu, Dewangga bangkit dari duduknya dan melangkah pergi dari sana, membiarkan Rayden menikmati rasa sakit kenyataan.
Brugh!
Kedua lutut Rayden mencium lantai. Kakinya seakan lunglai tak mampu menerima kenyataan yang ayahnya berikan. Jika semua ini benar, kenapa ayahnya baru memberitahunya sekarang?
Tiba-tiba sebuah tangan bertengger di bahu Rayden. Zahwa berlutut di samping Rayden dan memberinya usapan di bahu, seakan ingin menenangkannya dari rasa terpukul.
“Maaf, Ray. Ayahmu sengaja menyembunyikannya. Ayahmu pikir, kau tidak akan percaya jika menunjukkan semua ini padamu saat itu. Ayah pikir kau akan melupakannya setelah dia pergi, tapi … kau justru masih berharap yang membuat ayahmu terpaksa membuka semua ini hari ini.”
Rayden hanya diam. Bahkan saat ini ia masih tak ingin percaya tapi … kenapa dalam lubuk hatinya mengatakan bahwa semua ini benar? Dua bulan sebelum pernikahan ia memang sempat merasa ada yang berbeda dengan tubuh Airin. Namun, saat itu Airin beralasan dirinya bertambah nafsu makan memikirkan pernikahan yang semakin dekat. Rayden pun percaya dan sama sekali tak berpikir yang tidak-tidak. Tapi, siapa sangka, apa yang ayahnya tunjukkan sekarang seolah menjadi jawaban dan mengungkap sesuatu yang Airin sembunyikan.
***
Ruby tiba di rumah mertuanya setelah sebelumnya Dewangga meneleponnya dan memintanya kembali datang ke rumah. Sekarang ia tahu, alasan mertuanya itu.
“Sepertinya dia sangat terpukul,” ucap Zahwa. Saat ini Ruby tengah duduk berhadapan dengan Zahwa di mana Zahwa menjelaskan semuanya, apa yang baru saja terjadi.
Ruby hanya diam tenggelam dalam pikirannya sendiri. Wajar saja jika Rayden terpukul, bagaimanapun Airin adalah wanita yang ia cintai.
Tiba-tiba Ruby bangkit dari duduknya dan mengatakan, “Aku akan menyusulnya.” Ia pun mengambil langkah berniat menyusul Rayden di kamar. Dalam perjalan menuju kamar Rayden di lantai 2, Ruby tak bisa berhenti berpikir. Ia merasa kasihan pada Rayden, selama ini telah dibohongi wanita yang ia cintai. Siapa sangka, rupanya Airin adalah pekerja di sebuah aplikasi kencan. Tak perlu disebutkan lagi apa pekerjaannya, tentu saja wanita panggilan. Wanita itu telah bergelut di dunia itu sebelum bertemu kembali dengan Rayden. Airin adalah cinta pertama Rayden saat kuliah. Bertahun-tahun kemudian mereka kembali dipertemukan saat Rayden kembali dari luar negeri dan cinta Rayden masih sama. Rayden pun segera melamar Airin tanpa tahu apa yang telah terjadi selama beberapa tahun mereka tak bertemu.
“Hah ….” Ruby mengembuskan napas panjang dari mulut saat ia menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Rayden. Dengan hati-hati ia membuka pintu dan mendapati suaminya itu meringkuk di atas ranjang. Hati Ruby bergetar, Rayden tampak rapuh dilihat dari posisinya sekarang. Rasa iba pun kian menyeruak dalam dadanya.
Ruby melangkah pelan hingga langkahnya terhenti di sisi ranjang di depan Rayden. Ia kemudian berlutut dan menatap Rayden yang menyembunyikan wajahnya. Dengan hati-hati tangan Ruby terangkat mengusap pelan kepala Rayden, mengusapnya dengan lembut mengingat Rayden tampak begitu rapuh.
Tap!
Mata Ruby melebar, terkejut saat tiba-tiba saja Rayden menggenggam tangannya dan lebih terkejut lagi saat Rayden menariknya dan membawanya dalam dekapan