FIVE

1082 Words
Icy mengusap peluh yang mengalir dipelipisnya, ia baru saja keluar dari ruang test yang soalnya lumayan menguras otak. Beruntunglah Icy pintar dan sudah berlatih banyak untuk soal-soal masuk perguruan tinggi macam ini. Sepertinya ia harus mengaliri air ditenggorokannya yang kering, ia berjalan santai menuju kantin terdekat dari gedung yang menjadi tempatnya mengerjakan soal. Selama berjalan banyak sekali lapak-lapak yang dibuka oleh para mahasiswa, sepertinya mereka sedang mengadakan promosi atau kegiatan apapun itu yang tak Icy tahu jelas. Seperti pameran tetapi lebih tampak seperti promosi ekstrakurikuler. Yang paling menarik minat Icy adalah lapak yang mempertontonkan tampilan seni alat musik, ada yang bernyanyi dan itu sangat menarik minat karena suaranya yang bagus. Icy mendekat untuk melihat melupakan rasa haus yang menderanya. Disana ada sekitar sepuluh orang, tetapi yang tampil hanyalah tiga orang saja. Dua orang laki-laki yang bermain gitar akustik dan seorang wanita yang dengan menghayatinya bernyanyi. Icy menepuk tangannya saat lagu tersebut selesai, Icy suka perpaduan antara suara dan nada yang dihasilkan oleh gitar akustik itu. Rasanya ingin sekali ia bermain gitar, sudah lama ia tak memainkan alat musik itu. Ahh sepertinya ia harus membeli gitar dan piano untuk ditaruh di apartemennya untuk menghibur diri. "Kau ingin mencobanya?" Icy terkaget saat dirinya ditanya oleh seorang yang lain berada disampingnya, ia melihat pria itu dengan bingung. "Perkenalkan aku Edward ketua fakultas seni, aku lihat kau sangat tertarik. Apa kau bisa bermain alat musik?" "Aku Liciana, senang bertemu denganmu." Pria itu masih menatap Icy menunggu kepastian dari pertanyaannya. "Jadi bagaimana?" Icy menatap ragu pria tersebut. "Apakah boleh?" Senyum terbit dibibir Edward membuat pria itu menjadi lebih manis. Kemudian tangan pria itu terjulur seolah mempersilakannya. "Tentu, mereka semua temanku. Biarkan aku yang menyiapkan alatnya, kau ingin bermain dengan apa?" Tanpa berpikir lama Icy langsung menyebut apa yang ia mau. "Sebuah gitar, please." "Oke." Lalu kini gitar itu sudah beralih dipelukan Icy. Rasanya Icy ingin menangis terharu, hanya satu bulan ia tak menyentuh sebuah gitar tetapi rasa haru ini membuatnya ingin menangis. Seumur hidupnya baru kali ini ia tidak bermain gitar selama sebulan. "Hey jangan menangis." Icy tergugup sebentar dan mengusap ujung matanya yang sedikit berair. Ia benar-benar terharu, ia sibuk mencari dunia baru dan tempat tinggal hingga ia lupa dunia miliknya sebenarnya. Dunia musik. "Aku tak apa, terimakasih." Icy maju dan duduk dikursi yang tadinya ditempat wanita penyanyi sebelumnya. "Perlu aku temani? Mungkin aku tahu lagu yang akan kau bawa." Icy terkekeh dalam hati, mana mungkin pria ini tahu lagu ciptaannya. Bahkan jika ditanya tentang negaranya, pria itu belum tentu tahu. "Tidak perlu, kau tak akan tahu lagu ini." Edward tersenyum mengerti dan membiarkan Icy dengan waktunya. Icy memetik senar gitar yang berada dipangkuannya, ia akan menyanyikan lagu dari Album terbarunya 'Sunyi' dalam bahasa inggris. Ia begitu meresapi setiap alunan yang ia buat hingga tak terasa air mata sudah mengalir. Tepuk tangan ia dapatkan dari banyaknya orang yang tak Icy sadari telah menontonnya tadi, seketika jantungnya berdegup kencang. Pikiran yang tidak-tidak mulai menggerogoti otaknya. Setelah mengangguk sekali seolah mengucapkan terimakasih, Icy segera pergi dari sana dengan berlari. Apa mungkin tadi ada yang sudah merekam dirinya? Lalu apakah akan disebarkan ke sosial media? Rasa cemas terus menghinggapi, ia sungguh takut untuk kejadian yang akan menimpanya jika benar ada seseorang yang merekam aksinya lalu menyebarkannya. Orangtuanya akan tahu, orang-orang di negaranya akan mengenalinya dan masalah ini akan semakin runyam. Ternyata berlari dengan perasaan cemas membuat Icy kehausan juga kelelahan, langkahnya tanpa sadar sudah membawanya ke arah kafe dimana dirinya bekerja mulai hari ini. "Liciana, kau sudah datang? Bagaimana test nya?" Pertanyaan itu cukup menyentak Icy dari pikirannya, ia mencoba fokus dan menatap Hasley yang sudah berada didepannya menunggu jawaban keluar dari mulutnya. "Oh Hasley, a-aku mengerjakannya dengan lancar. Aku sudah belajar dengan keras dan kurasa aku bisa diterima disana." Senyum manis Hasley berikan padanya, sepertinya mereka akan menjadi teman baik setelah ini. "Syukurlah, aku pikir kau akan datang terlambat hari ini. Ayo aku antar ke loker dan mengambil bajumu Liciana, kafe tengah senggang sekarang." "Icy saja please, rasanya terdengar begitu panjang jika kau menyebut namaku seperti itu." "Baiklah Icy, kalau begitu panggil aku Aley saja bagaimana?" Icy tersenyum dan mengangguk setuju, secara refleks ia menggandeng tangan Aley untuk segera menunjukkan dimana ruang loker berada. Icy keluar dari kamar mandi setelah mendapat seragam kerjanya. "Itu terlihat pas ditubuhmu, jadi sepertinya tidak perlu mengganti ukuran." Icy menganggguk setuju dan melipat pakaiannya sebelum ia masukkan kedalam loker bersamaan dengan tas miliknya sebelumnya. "Aku sungguh berharap kau bisa masuk ke universitas itu, jika benar maka kita akan sering bertemu karena aku pun kuliah disana." "Benarkah?" Hasley menganggukkan kepala seraya melangkah keluar diikuti Icy. "Aku sudah dua tahun dan sebentar lagi akan lulus dari jurusan Wirausaha." "Jadi kau adalah seniorku ya? Apa perlu aku memanggilmu Senior Aley?" Hasley berdecak kesal dan memukul lengan Icy pelan. "Meskipun kenyataannya begitu, tetapi umur kita tidak berbeda jauh. Aku terdengar seperti seniormu sepuluh tahun lebih tua jika memanggilku begitu. Cukup panggil aku Aley saja, tak perlu ada embel-embel lain." Icy terkekeh geli, sebenarnya ia hanya menggoda Aley saja. "Baiklah Aley, jadi apa yang harus aku lakukan?" "Kau hanya perlu menanyakan menu dan mengantarnya." Icy mengangguk dengan serius, ia harus profesional pada tugasnya. "Oke Aley, kalau begitu mohon bimbingannya." "Tentu tak perlu sungkan denganku." Icy mengusap peluhnya pelan, hari siang menjelang sore cafe ini begitu ramai dan mereka menjadi sangat sibuk. Hari semakin sore meskipun matahari masih begitu cerah bersinar. Ia sudah mengelap beberapa meja didalam dan harus mengelap meja yang ada diteras cafe, saat ia sibuk mengelap meja sebuah suara benda jatuh yang besar mengejutkannya. Ia mencari asal dari suara tersebut dan menemukan seorang pria yang berpakaian necis serba hitam juga helm full face yang terjatuh dari motor besarnya di area parkir. Segera Icy berlari untuk menolong karena pelataran cafe begitu lumayan sepi karena para pelanggan kebanyakan makan didalam. Ia membantu mendirikan motor meskipun ia tak sekuat itu. Pria itu mencoba bangkit dan terlihat kesusahan hingga Icy berinisiatif menolongnya. "Anda tidak apa-apa?" Pria itu cukup tinggi dan memiliki badan yang lumayan gendut, tetapi sebelum pertanyaan Icy terjawab. Gadis itu sudah menuntun pria tersebut untuk duduk disalah satu kursi diteras cafe. "Apakah Anda baik-baik saja? Atau ada yang terluka?" Pria itu melepaskan helmnya dan menunjukkan wajah yang sudah tidak muda lagi. Senyum jenaka dibibirnya diberikan pada Icy yang tampak cemas, "Aku baik-baik saja, mungkin aku butuh sesuatu untuk diminum." "Baiklah, akan saya ambilkan sebentar." Icy pergi masuk begitu saja meninggalkan pria tersebut sendirian dengan senyum yang tak hilang. "Sepertinya aku akan mendapatkan cucu baru." Vote and Comment please!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD