3. Insiden Kamar Hotel

1095 Words
Keesokan paginya. Perlahan Alexa membuka mata saat dia mulai bangun dari tidurnya. Dia mengerjapkan mata menelisik sekitar. Namun merasa asing dengan dekorasi ruangan yang ditempatinya sekarang. "Ini bukan kamarku. Aku di mana?" Saat itu pintu kamar mandi terbuka. Dan seorang pria yang hanya mengenakan jubah mandi berjalan keluar sambil menggosok rambutnya. Kening Alexa seketika mengerut menatap sosok tersebut. "Kamu ...." Barra hanya menaikkan alis tanpa mengatakan apapun. Dia berjalan ke arah sofa lalu mengambil tote bag berisi pakaiannya. "Tunggu dulu! Situasi apa ini? Kenapa kami berada di kamar yang sama?" Tiba-tiba Alexa menjadi panik memikirkan situasi aneh yang dialaminya. Dia seperti merasa familiar di mana situasi yang sama pernah dilihatnya dalam beberapa drama. "Tidak! Ini tidak mungkin, kan?" Alexa menggelengkan kepala dengan gugup. Menurunkan pandangannya melihat ke bawah untuk memeriksa pakaiannya. Dia merasa lega saat menyadari pakaiannya masih sama seperti sebelumnya dan terlihat baik-baik saja. "Tapi kenapa aku tidak mengingat apapun?! Bagaimana bisa aku berakhir di sini dengannya?" Saat Alexa mencoba mengingat kembali dia hanya mengingat momen di mana dirinya pergi ke bar dan membeli sebotol anggur seharga 45 juta. Semua masih terlihat cukup jelas sampai dia meneguk habis gelas kelima. Namun setelahnya, Alexa bahkan tak mengingat sejauh itu. Haish... Alexa mendesah mengusap wajahnya dengan frustrasi. Pada saat yang sama pandangannya kembali tertuju ke tempat pria itu. Menggigit ujung bibirnya, sebelum memberanikan diri memanggilnya. "Hei!" Barra menoleh. Alexa cukup malu saat bertatapan dengannya jadi dia memalingkan wajah ke arah lain saat berbicara. "Bisa beritahu aku apa yang terjadi kemarin malam? Kenapa kita di sini? Dan ini di mana?" Kening Barra tampak mengerut mendengar pertanyaan Alexa. Dia meletakkan pakaian yang baru dikeluarkannya dari dalam tote bag sebelum berjalan ke depan Alexa dan menatapnya dengan lekat. "Sungguh tidak ingat?" Ada nada ketidakpercayaan saat pria itu mengatakannya. Membuat Alexa cukup kesal karena dikira hanya berpura-pura lupa tentang kejadian semalam. Dia membuka mulutnya bersiap memaki pria itu. Namun mendadak mengatupkannya kembali saat menyadari beberapa keping ingatan muncul dan memenuhi kepalanya. Matanya berkedut untuk sesaat. Mengernyit menatap pria itu sebelum mengangkat wajahnya memandang langit-langit. ___ "Siapa namamu? Mau tidur denganku?" Alexa terus mendekatkan wajahnya dan mulai mengalungkan tangan ke leher Barra. Bahkan pada saat itu Barra tak memikirkan situasi di mana Alexa akan melekat padanya. Dia berusaha melepaskan tangan Alexa yang masih mengalung di lehernya tapi pegangannya malah semakin kuat. "Apa kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan? Lepaskan sebelum kamu menyesal." Tidak ada suara dari Alexa. Membuat Barra mengerutkan keningnya dan mulai menurunkan pandangan menatapnya. Saat itu aroma alkohol yang begitu pekat menyeruak. Wajah Alexa juga tampak sangat merah. "Kamu mabuk?" "Tidak. Aku tidak mabuk." Alexa menggelengkan kepala sambil kembali mengangkat wajahnya menatap Barra. Sekarang tangannya beralih ke wajah pria itu kemudian menariknya mendekat pada dirinya. Untuk sesaat bibir mereka bersentuhan. Namun tak bertahan lama karena Adam menarik dirinya menjauh dari Alexa. "Hentikan, atau kamu akan menyesal." Alexa terlihat marah dengan penolakan itu. "Kenapa aku akan menyesal? Bukan hanya mereka yang bisa melakukan s*x. Aku juga bisa melakukannya dengan pria mana pun yang aku inginkan." "Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud." Barra benar-benar yakin wanita di depannya ini dalam keadaan mabuk. "Berhenti bicara dan lakukan saja. Mengerti?" Alexa kembali mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Barra. Saat itu Barra menyadari sesuatu dalam dirinya memberontak kerena wanita ini. Dia adalah iblis wanita. Yang menggunakan kecantikannya dan kalimat tidak senonoh untuk menggoda. Barra tidak akan mengakui dirinya seorang pria jika melewatkan momen ini begitu saja. "Baiklah. Kamu yang memulainya." Tiba-tiba Barra mencekal tangan Alexa dan membawanya pergi ke lantai dua. Di tempat yang sepi itu mereka mulai b******u. Berpelukan, berciuman semakin dalam dengan nafsu yang membara. ... "Tidak!!" Tiba-tiba Alexa berteriak sambil memukulkan tangannya ke kasur. Barra yang ada di depannya cukup terkejut karena teriakan itu. Mengerutkan kening sambil menaikkan sedikit alisnya. "Kenapa? Apa sekarang sudah ingat yang terjadi kemarin malam?" tanya pria itu masih dengan nada mengejek. Namun bukannya menjawab Alexa malah menarik selimut menutupi tubuhnya. Dia mundur menghimpit sandaran kepala sementara suaranya terdengar bergetar. "Be-beraninya kamu .... Aku akan menelpon polisi. Melaporkan mu sekarang juga." Alexa sudah memegang ponsel. Namun saat itu Barra segera mengambilnya. "Apa? Lapor polisi?" Barra tampak tak percaya saat mendengarnya. Dia mendengus. "Kenapa jadi kamu yang mau menelpon polisi? Seharusnya aku yang melakukannya karena kamu sudah muntah sembarangan membuat kemeja dan celanaku basah." "Apa? Muntah?" Mata Alexa menyipit. Satu ingatan lain kembali muncul di kepalanya. Sekali lagi mengangkat wajahnya, menatap langit-langit. ___ "Kamu yakin mau melanjutkannya?" Barra menjatuhkan tubuh Alexa di atas kasur lalu menindihnya. Dia mengungkung dengan kedua tangannya yang kokoh. Mendekatkan wajahnya kemudian kembali mencium bibir yang lembut itu. "Aku akan berhenti jika kamu bilang berhenti." Namun Alexa hanya mengalungkan tangannya ke leher Barra. Hal itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi isyarat untuk Barra melanjutkan aksinya. Dia tersenyum saat bersiap melepas kemejanya. Tapi mendadak tangannya berhenti saat menyadari Alexa tiba-tiba memeluknya dengan menunjukkan ekspresi yang aneh. "Tu-tunggu!" Mata Barra terbelalak. "Apa kamu mau muntah? Jangan muntah di sini." Suasana romantis itu tiba-tiba hancur dalam sekejap. Barra berdecak kesal menyayangkan hal itu. Dia menahan tubuh Alexa sambil mulai memapahnya ke kamar mandi. "Sedikit lagi. Kamu tidak boleh muntah di sini." Barra benar-benar berusaha. Sayangnya Alexa sudah tidak kuat menahannya. Dia pun mengeluarkan isi perutnya sebelum sampai di kamar mandi. Sebagian jatuh ke lantai. Tapi sebagian lainnya masih tertinggal di kemeja dan celana yang dikenakan Barra. Wajah pria itu langsung berubah kusut. Namun tidak mampu mengatakan apapun. Hanya bisa memapah Alexa kembali ke tempat tidur, sementara dirinya harus tidur tanpa pakaian. ___ Mengingat semua itu membuat Alexa merasa canggung dan malu. Dia berdehem sambil memalingkan wajahnya ke arah lain menghindari tatapan Barra. Saat itu terlihatlah kemeja dan juga celana yang terserak di samping pintu. Alexa kembali berdehem, lalu mengambil dompetnya yang ada di nakas. "Aku akan menggantikannya." Sambil berkata dia berjalan mendekati kemeja itu untuk melihat modelnya. Namun dia terkejut menyadari kemeja serta celana itu ternyata dari salah satu merek terkenal. "Bukankah dia hanya seorang bartender? Apa jaman sekarang gaji bartender sangat banyak hingga bisa membeli pakaian dari merek terkenal?" Alexa mengedikkan bahu dan berusaha berpikir kritis. Tidak mungkin itu original. Pasti hanya tiruan yang dibuat menyerupai aslinya. Alexa manggut-manggut. Dia pun dengan yakin mengeluarkan uang satu juta untuk mengganti kemeja dan celana yang sudah dimuntahinya. "Kamu bisa mengambil lebihnya. Anggap saja sebagai imbalan karena sudah membantuku kemarin." "..." Barra tidak sempat membuka mulutnya saat Alexa sudah pergi meninggalkan kamar. Matanya tertuju ke ranjang di mana beberapa lembar uang diletakkan di sana sebagai ganti rugi atas kemejanya. "Ambil lebihnya? Wanita ini .... Dia orang pertama yang memberiku uang dengan cara seperti ini. Menarik!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD