bc

Gairah CEO Arogan

book_age18+
1
FOLLOW
1K
READ
revenge
contract marriage
one-night stand
HE
arrogant
kickass heroine
boss
heir/heiress
sweet
bxg
lighthearted
bold
city
office/work place
lies
like
intro-logo
Blurb

Alexa Venatha adalah aktris cantik yang penuh talenta. Sudah memenangkan banyak penghargaan sejak pertama kali memulai debutnya. Namun, sering terlibat scandal di mana sisi tempramennya dinilai negatif oleh sebagian orang.

Media sangat tidak bersahabat dengan dirinya. Bahkan ketika dia dikhianati oleh pacarnya yang berselingkuh dengan juniornya di agensi yang sama, dia mendapatkan reaksi negatif hanya dengan beberapa kalimat yang dikeluarkan oleh mereka.

Alexa juga hampir kehilangan karirnya karena masalah itu. Namun dengan kerja kerasnya, serta bantuan Barra--CEO perusahaan global yang sempat dipikirnya hanya seorang bartender--Alexa berhasil membalikkan situasi bahkan mencapai tingkat yang lebih tinggi.

Sementara itu, Barra Agra, taipan kaya raya generasi kedua yang memilih melebarkan bisnisnya masuk ke dunia hiburan karena obsesinya pada Alexa.

Berawal dari dua orang asing yang kebetulan bertemu. Namun insiden kamar hotel membuat mereka tanpa sadar menciptakan hubungan yang sulit dijelaskan.

chap-preview
Free preview
1. Mengakhiri Hubungan
Ting!! Pintu lift terbuka begitu sampai di lantai sembilan. Seorang wanita berusia 29 tahun, mengenakan masker dan topi berjalan dengan langkah lebar menyusuri lorong memeriksa pintu kamar hotel di sekitarnya. Dia adalah Alexa Venatha. Seorang artis yang penuh kontroversi dengan segala scandal dan juga rumor buruk tentang temperamentalnya. Namun terlepas dari sisi negatif yang melekat padanya, dia juga dikenal sebagai artis multitalenta dengan bakat mengagumkan. Berbagai penghargaan telah diraihnya. Membuatnya menjadi salah satu artis dengan bayaran termahal. "Alexa! Kita pulang aja yuk? Tidak seharusnya kita datang ke sini. Bagaimana jika nanti ada paparazi?" Halen, sepupu sekaligus manajer Alexa itu terus berusaha membujuk agar Alexa mau diajak pulang. Dia khawatir jika nanti mereka akan bertemu paparazi yang sudah pasti itu akan membuat rumor baru dan buruk untuk Alexa. Namun Alexa tidak berniat pulang karena masih ada sesuatu yang harus dilakukan. "Aku tidak peduli jika ada paparazi di sini. Aku juga tidak peduli bahkan jika besok pagi akan muncul rumor buruk lain. Aku datang ke sini untuk memastikan sesuatu." Halen menepuk keningnya. Berjalan mengikuti Alexa yang semakin mempercepat langkahnya. "Kamu yakin surat itu dapat dipercaya? Tidak ada nama pengirimnya di sana. Dan bisa saja foto yang diberikan hanyalah hasil editan." Langkah Alexa terhenti dan menatap foto di tangannya. "..." Satu jam lalu dia mendapatkan foto itu dalam sebuah surat yang dikirim secara anonim. Memberitahu jika Rayhan, pacarnya, menjalin hubungan dengan wanita lain di belakangnya dan sekarang sedang berkencan dengan wanita itu di sebuah hotel. Sulit bagi Alexa mempercayai kebenaran surat itu pada awalnya. Namun setelah dirinya mengetahui Rayhan berbohong tentang reuni yang akan dihadirinya malam ini, memicu kecurigaan Alexa dan ingin membuktikan kebenarannya dengan datang ke alamat yang diberikan. "Editan atau bukan. Semuanya akan terungkap." Halen merasakan bulu kuduknya berdiri saat mendengar Alexa mengatakan itu. Seolah dia dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi andai pacarnya benar-benar berselingkuh di hotel ini dengan wanita lain. "Rayhan. Semoga kau tidak benar-benar melakukannya," harap Halen, dalam hati. Halen sendiri sebenarnya tidak cukup mengenal Rayhan. Dia hanya tahu jika Rayhan adalah seorang sutradara film yang belakangan memperoleh ketenarannya setelah mengkonfirmasi hubungan dengan Alexa. Dapat dibilang dia mengalami peningkatan dalam karirnya karena hubungannya dengan Alexa. Dari fakta tersebut Halen berpendapat jika Rayhan tidak mungkin berselingkuh yang mana hanya akan merugikan dirinya. Namun jika benar dia berselingkuh, maka Halen tak tahu harus berkata apa lagi memikirkan kebodohannya. Ting Tung! Ting Tung! Ting Tung! Alexa menekan bel pintu dengan membabi buta. Tidak seperti artis lain yang akan menjaga image-nya untuk bersikap tetap anggun, dia Alexa, hanya melakukan sesuatu berdasarkan nalurinya. "Sudah Alexa. Cukup. Jangan menekannya lagi." Halen menarik tangan Alexa karena takut tindakan mereka akan menarik perhatian banyak orang. Alexa pun menurunkan tangannya. Dan tak begitu lama pintu terbuka, tapi yang muncul bukanlah sosok yang ia harapkan. Bahkan Alexa merasa asing dengan wajah sosok pria berkemeja merah di hadapannya. "Kalian siapa?" Mata pria itu menelisik dari atas ke bawah dua wanita yang masing-masing mengenakan topi dan masker di depannya. Penampilan mereka yang mencurigakan mmbuatnya cukus penasaran. "Barra! Kau pesan layanan khusus?" Dia menoleh ke belakang bertanya pada temannya yang ada di dalam. Pria bernama Barra itu hanya mengangkat wajahnya. Namun hanya sekilas sebelum kembali membentangkan buku di depan wajahnya. "Nah, kan! Apa kubilang? Yang mengirim surat itu pasti hanya iseng." Halen berkata dengan nada mengeluh. Namun seolah tak menanggapi hal itu, Alexa hanya diam dan fokus memandang foto catatan nomor kamar yang diberikan anonim kepadanya. "98 ...." Entah kenapa Alexa merasa ada yang salah. Dia pun tanpa sadar memiringkan kepalanya, kemudian dalam satu waktu menyadari jika dirinya telah melihat foto itu dari posisi yang salah. Bukan sembilan puluh delapan, tapi delapan puluh enam. "Maaf! Kami salah kamar. Kami ...." Saat Halen masih meminta maaf pada pemilik kamar tersebut, dia menyadari jika Alexa sudah tidak di sampingnya. Sepupunya itu sudah di dalam lift. Menekan tombol lift, berniat pergi ke lantai lain. "Alexa! Tunggu!" Halen langsung berlari tanpa merampungkan permintaan maafnya secara menyeluruh. Dia hampir saja tertinggal. Begitu berhasil menyusul tatapan matanya hanya tertuju kepada Alexa. Dia kesal tapi tak dapat mengatakan apapun. "Kenapa lantai delapan? Bukankah seharusnya kita pulang?" tanya Halen sambil melepas masker. Dalam sekejap mereka sudah berada di depan kamar nomor delapan puluh enam. Alexa berniat menekan bel pintu tapi Halen menahan tangannya sembari memberi isyarat gelengan kepala. "Tidak. Jangan lakukan lagi." Alexa menyingkirkan tangan Halen dan tetap memaksa menekan bel pintu tersebut. "Sudah sampai sejauh ini. Aku tidak bisa tenang sebelum memeriksa kamar ini," ucapnya. "Ya. Tapi bagaimana kalo yang di dalam bukan Rayhan? Aku tidak mau menggantikanmu lagi untuk minta maaf. Kamu harus melakukannya sendiri. Mengerti?" Halen melipat tangan menunggu jawaban Alexa. Sedangkan Alexa hanya bergumam pelan sambil memutar mata. Tak berselang lama pintu kamar nomor 86 terbuka. Seorang pria bertubuh tegap berdiri memegang handle pintu dengan kemeja yang berantakan. Menggaruk punggung sambil menguap berusaha membuka matanya lebih lebar. Saat itu dia mengenali Halen yang sudah melepas maskernya. Matanya membulat dan langsung beralih pada sosok yang ada di samping. "Sa-sayang?" Mulutnya bergetar saat tatapan tajam itu tertuju kepadanya. "Jadi ini yang kamu bilang reuni?" tanya Alexa seraya melepas masker dengan nada sarkastis. "Tidak. Bukan seperti itu. Aku bisa menjelaskannya." Rayhan terlihat sangat panik di hadapan Alexa. Wajahnya mulai berkeringat saat dia sibuk mengancingkan kembali kemejanya. Huh! Alexa mendengus kemudian masuk ke kamar itu. Pandangannya jatuh ke kasur yang berantakan dengan sepasang pakaian dalam wanita di atasnya. "I-ini tidak seperti yang kamu pikirkan." Rayhan berlari dari pintu memungut pakaian dalam itu dan melemparnya ke tempat sampah. Dia merapikan selimut seolah dapat menyembunyikan semua dari mata Alexa. Tapi Alexa tidak bodoh. Dia tentu tahu apa yang sudah terjadi di atas kasur itu. Rayhan, pacar yang sudah bersamanya dua tahun itu baru saja tidur dengan wanita lain. Dia benar-benar telah selingkuh darinya. "Sayang!" Rayhan tiba-tiba berlutut di depan Alexa. Dia meraih tangan Alexa dan masih berani berniat menciumnya. Tentu saja Alexa langsung menarik tangannya dengan menghempaskan tangan Rayhan. "Katakan saja. Tidak perlu menyentuhku." Dia tak menyembunyikan ekspresi jijiknya pada pria itu saat mengatakannya. "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku ...." Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka sebelum Rayhan menyelesaikan kalimatnya. Seorang wanita yang hanya mengenakan handuk berjalan keluar dari sana. Sontak mata ketiga orang lainnya langsung tertuju kepadanya. "Carissa!!" Halen memekik cukup keras karena terkejut. Alexa diam dengan ekspresi datar, sementara Rayhan menarik lututnya berdiri menghampiri Carissa. "Kenapa kamu keluar?" Dari nada bicaranya Rayhan seperti berharap Carissa tetap di dalam kamar mandi saat dirinya menjelaskan situasi ini pada Alexa. "Maksud kamu aku harus tetap di dalam sana saat beberapa orang mendobrak masuk ke kamar kita? Huh!" Carissa mendengus merasa tidak terima. Di saat yang sama pandangannya beralih pada Alexa. Tersenyum tanpa rasa bersalah karena terlihat jelas jika dia mengharapkan situasi menjadi seperti ini. "..." Suasana hening untuk beberapa saat sampai Carissa tiba-tiba berjalan ke depan Alexa sambil memegangi ujung handuknya. "Mbak Alexa tidak menyalahkan ku, kan? Mbak Alexa sendiri tidak bisa memberikan apa yang diinginkan Mas Rayhan sebagai laki-laki. Jadi juga bukan salah Mas Rayhan jika mencari wanita lain untuk memenuhi kebutuhannya." "Carissa! Apa kau tidak malu mengatakan semua itu?" Halen bertanya dengan nada rendah. Bahkan dia sendiri sebagai wanita malu hanya dengan mendengar kalimatnya. Bagaimana mungkin seorang wanita yang membrandingkan dirinya sebagai wanita polos dan murni bisa mengatakan hal tak senonoh dengan begitu lancar. Sementara itu, mata Alexa yang sebelumnya tertuju pada Carissa beralih pada Rayhan yang ada di belakang. Brengsek! Kata itu yang seketika terlintas dalam kepala Alexa. Tangannya sudah terkepal. Dia terlihat seperti bom yang dapat meledak saat itu juga. Namun, dengan kesadaran yang masih tersisa dia menyembunyikan emosinya dan berbalik sambil mengajak Halen pergi dari sana. "Sayang! Jangan pergi dulu. Biar aku jelaskan." Tanpa diduga Rayhan masih mencoba menghentikan Alexa. Melihat usahanya Alexa pun berhenti. Tapi bukan untuk mendengar penjelasannya, melainkan untuk memberinya pelajaran. Plak! Suaranya begitu nyaring saat satu tamparan mendarat keras membuat pipi sebelah kiri Rayhan membekas tanda merah. "Itu untuk waktuku yang terbuang sia-sia karenamu. Jangan menghubungiku lagi. Dan jangan memanggilku dengan sebutan itu. Hari ini, detik ini, kita putus!"

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook