5. Masih permulaan

2241 Words
"Elang, hmmm ..." Aina berguling di atas tempat tidurnya, kini posisi Aina terlentang dengan kedua tangan memegang sebuah foto polaroid Elang yang Aina cetak dengan modal nitip ke Salsa, itu adalah foto Elang yang Aina ambil diam-diam ketika tadi pulang dari kafe. Sebut saja Aina penguntit, namun demi apa pun pesona Elang selalu bisa menarik perhatian Aina, bahkan saat cowok itu tengah berjalan tanpa ekspresi. "Lucu nggak sih kalau gue pacaran sama Elang? Cowok yang katanya nggak pernah deket sama cewek," gumam Aina membayangkan. Benar saja, dalam bayangan Aina sekarang, gadis itu sedang berada di sebuah taman kecil, duduk beralaskan karpet bulu yang lembut, banyak makanan di depannya. Lalu dengan senyuman yang mengembang seorang cowok datang menghampiri sambil membawa sorang anak kecil perempuan di gendongannya, juga anak yang sedikit besar laki-laki di gandengannya. Mereka lalu duduk di dekat Aina dengan perasaan begitu bahagia. Mungkin sekilas mereka terlihat seperti tengah mengadakan sebuah piknik keluarga Membayangkan semua itu membuat Aina mendesahh berat. "Coba aja jalan cinta gue semulus naskah film, pasti bahagia banget." Gedubrak! "WOAH! Aduhhhh Mamiii huaaa!! Kepala Nana sakit Mi." Ya, efek samping karena kebanyakan halu. Aina sukses terjatuh dari atas tempat tidurnya. Dengan posisi kepala yang berada di bawah, mungkin besok Aina akan memiliki benjolan besar pada kepalanya. Gadis itu lalu perlahan berdiri, meringis kesakitan saat mengusap bagian belakang kepalanya. Nyut-nyutan bukan main. Aina kemudian memilih berjalan ke dapur, mencari es batu untuk mengompres kepalanya. "Aww." Halu boleh, tapi yang masuk akal kalau nggak mau kejadian seperti Aina. Untuk Aina semoga cantiknya nggak luntur ya pas ada benjolan. *** "Lagian kamu kok bisa sampai jatuh kayak gini sih, Na? Jadi cewek itu yang kalem gitu loh! Ini enggak, tingkah kayak monyett nggak dikasih makan!" Puas Aina mendengarkan omelan Fifi, dari malam hingga sekarang pagi tak hentinya Fifi mengomel. Mengatai Aina yang katanya banyak tingkah lah, nggak bisa diem, pecicilan, parahnya Fifi mengatai Aina mirip monyett? Oh ayolah, apa tak ada hewan yang lebih menggemaskan lagi dari seekor, monyett? "Aduh, sstt pelan Mami, sakit!!" ucap Aina sesekali berusaha menahan tangan Fifi yang akan kembali menyentuhkan gumpalan es batu kepada kulit kepalanya. "Iya tahan, nanti kalau nggak diobatin bisa benjol gede. Mau?" "Enggak lah—Aaw!" "Udah, sini Mami kasih obat oles biar nggak bengkak." Aina menurut saja, membiarkan Fifi menganiyaya kepalanya. Setelah selesai, Fifi langsung bangkit membereskan alat-alat obatnya. Ketika kembali, Fifi tak lupa membawa bekal makan sesuai apa yang Aina request malam kemarin. "Nih, kamu tuh sehari aja nggak aneh-aneh bisa? Kemarin jatuh dari kasur, sekarang minta bikinin nasi goreng komplit, besok apa lagi?" omel Fifi memberikan bekal milik Aina dengan tak santainya. Sementara Aina menerima kotak bekal berwarna abu-abu itu dengan mata berbinar. Diintipnya isi dalam kotak itu, bau harum menyerebak masuk ke dalam indera penciuman Aina. Nasi goreng yang Aina minta benar-benar paket komplit, ada sosis, beef, jamur, sayur, telur, pokoknya lengkap deh. Pasti rasanya sangat enak. "Makasih ya, Mi?" ucap Aina. Fifi mengangguk pelan. "Iya sama-sama, udah buruan ayo berangkat nanti Mami kesiangan datang kantornya." Aina lalu segera bangkit, memasukkan kotak bekalnya ke dalam tas, memakai tas dan jaketnya. Siap! "Ayo, Mi berangkat!" *** Sampai di sekolah seperti biasa, semua perhatian direbut oleh seorang Aina Agista Reygan, seperti kemarin-kemarin, kini di tangan Aina telah ada lima buah cokelat dan satu buah bucket bunga. Lumayan sebagai stok camilan di rumah. Setelah melewati lapangan yang penuh dengan berbagai macam tatapan untuknya, kini langkah Aina mulai berjalan menyusuri lantai koridor. Jika para cowok memandang Aina dengan memuja, para cewek bersikap sebaliknya. Aina yang melihat itu tak ingin ambil pusing, cuek aja, selagi tak menganggu Aina akan diam, biar mereka capek sendiri. "AINA?!" Sontak langkah Aina terhenti, gadis itu menoleh ke belakang. Terlihat Salsa berkacak pinggang menatapnya. Setelah Aina berbalik badan barulah Salsa mendekat. "Lo mau ke mana ha? Kelas lo di sana, kenapa lurus?" tanya Salsa. Aina terdiam, jari telunjuknya ia ketukkan pada dagu, melihat kedua sisi koridor secara bergantian. "Iya ya kelewat," gumamnya. Salsa sampai menepuk jidat. "Yaudah ayo kelas!" ajak Salsa menarik tangan Aina tapi temannya itu menolak. "Apa lagi, Na?" tanya Salsa jengah. "Lepas dulu Salsa! Gue mau ke lantai tiga dulu." "Ha? Ngapain?" kaget Salsa dengan mata terperangah. "Udah nggak usah cari ribut pagi-pagi, ayo masuk kelas lo sendiri." "SAAL!!!" Aina kembali melepaskan tangan Salsa yang berupaya menariknya. "NA!" "Sal, gue mau ke kelasnya Elang!" ucap Aina dan Salsa telah menduganya. "Lo mau apa sih Aina? Mau malu apa gimana? Udahlah jangan aneh-aneh!" marah Salsa. "Sal, percaya sama gue kalau Elang bakal luluh sama gue. Jadi tolong biarin gue ke kelas Elang ya? XII IPA-1 kan?" "Tau!" jawab Salsa cuek, mungkin udah kesal dengan tingkah Aina. "Salsa!" rengek Aina menatap Salsa dengan penuh harap. Oke, Salsa menyerah! Terserah Aina mau apa. "Iya! XII IPA-1 kalau lo sampai diapa-apain di sana, gue nggak mau tolong!" Detik itu juga raut wajah Aina berubah sumringah. Aina dengan semangat empat limanya langsung melompat kegirangan memeluk Salsa dengan cepat. "Muach! Bye Sal, doain temen lo ini berjuang ya?! Daaah!!" Selanjutnya tanpa menunggu balasan dari Salsa, Aina berlari pergi begitu saja meninggalkan Salsa yang masih berdiri cengo memperhatikan kepergiannya. Menghadapi model cewek seperti Aina beberapa hari saja berhasil membuat kepala Salsa pening. "Semoga temanan sama Aina nggak buat gue stroke," gumam Salsa melangkah pergi ke kelasnya. "Ada gitu cewek ajaib kayak Aina, heran gue, dikasih makan apa coba tuh cewek di rumahnya. Jangkrik? Pisang? Atau apa? Haha, tiap hari Aina makin aktif ya bund!" *** Di sinilah Aina sekarang, lantai tiga di mana tempat khusus untuk kakak kelas. Aina berjalan dengan begitu santai seolah tak memiliki beban hidup sedikit pun. Sambil melihat kanan kiri Aina terus berjalan mencari kelas Elang berada. Sesekali Aina berpapasan dengan kakak kelas yang menyapanya, ada juga yang menatapnya sinis. "Aina!" sapa salah satu Kakak kelas cewek dengan rambut sebahu. Aina tersenyum sopan membalasnya. "Hai, Kak!" "Duh cantiknya." Lihat? Memang hanya orang berhati baik yang bisa melihat kecantikan Aina. Untuk orang berhati iri dan dengki ya bisa apa kalau tidak menghujat? Seperti Ratu misalnya. Melupakan semua itu, kaki Aina kini telah berada tepat di depan sebuah pintu, kepala Aina terangkat melihat papan tulisan kecil di atas pintu. "XII Science 1." Aina mengeja tulisan tersebut. Tak salah lagi pasti ini kelasnya. Guna menjauhi nyinyiran dari bacot netizen, Aina lebih memilih untuk bertanya kepada seseorang yang keluar dari kelas tersebut. "Aina ya?" tebak siswa itu. Namanya Fadil, Aina tau karena membaca name tag-nya. Sambil tersenyum Aina mengangguk. "Iya Kak, aku Aina," balas Aina sopan. "Wihh ada apa nih? Kesasar ya? Kelas sebelas kan ada di lantai dua?" "Enggak kok Kak! Aku ke sini mau cari seseorang," ucap Aina. "Siapa?" "Elang." Seketika cowok bernama Fadil itu terdiam. Dengan ragu Fadil memberi Aina jalan. "Ada di dalam orangnya, duduk bangku pojok belakang dekat jendela. Ada urusan apa ya, Na kalau boleh tau?" Aina lantas terkekeh. "Urusan hati, btw makasih ya Kak, aku izin masuk, permisi." "I—iya silakan." Setelah Aina masuk, Fadil dengan cepat mengeluarkan ponselnya, membuka sebuah grup chat yang berisikan khusus anggota para cowok yang ngefans dengan Aina. Aina nyariin Elang Woi! Ada apaan ya kira-kira? Send. Pesan Fadil dengan cepat langsung sampai di ponsel tiap-tiap penggemar Aina di SMA Garuda. *** "MENGAPA TUHAN PERTEEEEMUKAAAN, KITA YANG TAK MUNGKIN MEEENYATUUU ... UUUU." Bayu yang melihat Naufal bernyanyi sambil berteriak menghayati lagu seperti itu hanya bisa menghela nafas pasrah sambil terus memukul-mukul pelan punggung Naufal. "Cinta beda agama itu emang rumit bro," kata Bayu. Naufal yang baru saja selesai menyanyi langsung meletakkan botol minuman yang sempat ia jadikan sebagai mikrofon dadakan. Cowok itu lalu menatap Bayu yang ada di sebelahnya dan Elang yang ada di depannya secara bergantian. "Kayaknya gue mau nyerah aja deh," ucap Naufal. Bayu mengangguk setuju. "Man, Tuhan memang satu ... uuu. Kita yang tak samaaa." "Malah nyanyi si ogeb!" kesal Naufal. "Biar menghayati." "Taii! Eh, Lang komen kek biar kelihatan hidup jangan diem mulu elah!" Bukannya menyahuti ucapan Naufal, Elang malah menggeleng pelan. Untuk selanjutnya yang cowok itu lakukan adalah membuka ponselnya dan mulai membaca beberapa pdf tentang penerbangan yang tengah ia pelajari minggu-minggu ini. "Dikacangin dong, gue," ujar Naufal miris. Bayu berdecak beberapa kali. "Hidup emang nggak selalu adil, Fal. Lo harus melewati masa sulit beberapa kali, kayak sekarang contohnya, tapi lo harus yakin kalau semua bakalan berubah dan selagi lo nunggu itu, lo harus menikmatinya sebaik mungkin!" Mulut Naufal sukses menganga akibat ucapan sok bijak Bayu, bahkan Elang juga sampai melupakan bacaannya dan lebih memilih untuk mendengarkan apa yang Bayu katakan. "Lo habis diruqyah, Bay?" tanya Elang tiba-tiba yang langsung bisa membuat tawa Naufal pecah. "Sembarangan aja lo!" sentak Bayu tak terima. "Lucu-lucu, saat lo berusaha bijak tapi teman lo yang baik ini merusakk segalanya. Haha mantap! Lanjutkan sayang," balas Naufal dengan nada yang sangat meledek. "Sialann!" "Ekhem!" Seketika tawa Naufal berhenti, Bayu yang tadinya akan marah langsung memutar kepala, Elang juga langsung mengangkat pandangannya. Hingga dapat mereka bertiga lihat, seorang perempuan berparas cantik berdiri di dekat meja mereka sambil tersenyum manis. "Rasanya mo meninggoy!" Bayu berhasil dibuat meleyot namun untungnya ada Naufal yang siap siaga menahan tubuh Bayu agar tak terjatuh. Melihat kedua cowok itu membuat Aina tersenyum getir. Sedikit menggeser tatapannya, Aina melihat ada Elang yang berusaha cuek. Tanpa meminta izin terlebih dahulu Aina langsung saja menyomot tempat duduk kosong di sebalah Elang. "Gue boleh kan duduk sini?" tanya Aina. Elang sudah memasang wajah mode marahnya. "Pergi!" suruh Elang dengan dingin. "Baru juga duduk," balas Aina. Bayu dan Naufal ngeri-ngeri sedap melihatnya. "Kelas lo bukan di sini, pergi!" Aina menggeleng lucu. "Nggak mau, nanti dulu lah." Oke Elang sabar. Cowok itu menarik nafas dalam. "Gue bilang per—" "Gue bawa ini buat lo, nasi goreng spesial ala gue, makan ya mumpung masih anget." Aina memotong ucapan Elang sembari menyodorkan bekal makanannya kepada cowok itu. Elang masih tak bergeming melihat pemberian Aina. "Tenang jangan marah-marah dulu, gue cuma mau kasih ini doang kok. Sekarang gue bakal pergi, selamat belajar masa depan." Setelah memastikan bekalnya tersampaikan dengan sempurna, Aina langsung berdiri dari duduknya. Berjalan seolah telah tak terjadi apa pun. Gadis itu juga sedikit melompat-lompat sambil bersenandung kecil membuat tatapan para cowok di kelas Elang terebut 100% olehnya. "Manusia tuh?" gumam Naufal bertanya. "Bidadari, Pal!" balas Bayu. "Kayaknya Aina suka deh sama lo, Lang," ujar Bayu lagi kepada Elang. "Emang," jawab Elang dengan percaya dirinya. "Idih! Merasa cakep banget lo ya disukai cewek paling cakep se Garuda," sewot Naufal. "Nggak biasa aja." "Halah siah boy boy, gayamu biasa aja, biasa aja. Awas kalau kesemsem balik, nih gue Naufal! Cowok yang bawak ketawa paling keras!" "Terserah!" Bayu berusaha untuk menahan tawanya menatap Naufal yang dicuekin oleh Elang. Emang enak? Elang lalu melihat kotak bekal di hadapannya, tanpa ada minta sedikit pun Elang mendorong bekal itu mendekat kepada Bayu dan Naufal. "Buat lo," kata Elang. "Serius nih?" heboh Naufal. "Lang, makan lah, hargai perjuangan Aina bikin bekal buat lo, masa kita yang makan." Plak! Bayu meringis mengusap kepalanya yang baru saja digeplak dengan kencang oleh Naufal. Cowok itu menatap Naufal sengit. "Udah gosah protes! Ada rejeki makanan gratis tuh nggak boleh ditolak!" kata Naufal. "Ya tetep aja!" sentak Bayu. Ia kembali menatap Elang. "Lang—" "Lo makan atau gue buang?" potong Elang cepat dengan suara datar dan dinginnya. Dengan cepat Naufal langsung mengamankan kotak bekal itu sebelum Elang benar-benar membuangnya. "Ck!" "Bay, ribet amat sih lo! Tinggal makan juga—Wihhh Lang isinya ada jamur, touge, sosis, inimah nasgor favorit lo Lang!" kata Naufal. "Nggak peduli." Lagi, Naufal hanya bisa menelan ludahnya kasar. Begitulah Elang, cowok paling minim ekspresi yang pernah Naufal temui, namun anehnya kenapa bisa Naufal berteman lama dengan Elang? Entahlah Naufal sendiri tak mengerti dengan dirinya. Tak mendengar lagi kedua temannya mengoceh, Elang lantas mengangkat pandangannya, melirik kepada kedua teman yang duduk di depannya. Cowok itu lalu menarik nafasnya dalam, hanya itu kemudian Elang kembali membaca di ponselnya. *** "Gimana? Diapain lo sama Elang?" tanya Salsa ketika Aina berjalan mendekati dirinya lalu duduk di kursi yang ada di sebelahnya. Terdengar hembusan nafas kasar setelah itu dari Aina. Salsa pun mengerutkan aliasnya bingung dengan temannya satu itu. "Kenapa, Na? Emm gue tau, pasti lo dibentak-bentak ya sama Elang? Kan! Apa gue bilang, Elang i—" "Dingin ya, Sal?" potong Aina sambil langsung menengokkan kepalanya menatap Salsa membuat Salsa terkesiap. Pelan Salsa menganggukkan kepalanya, tangan Salsa juga tergerak mendorong kening Aina agar sedikit menjauhkan wajahnya. "Sal?" panggil Aina kemudian. "Apa?" "Gimana ya caranya biar gue bisa pacaran sama Elang?" Tawa meremehkan segera Salsa beri untuk Aina. "Nggak ada caranya, Na! Mustahil! Kalau pun Elang gabut juga nggak bakal dia ngelirik lo." Aina berdecak kesal karena ucapan Salsa. "Gitu banget sih?!" "Emang gitu kenyataannya!" "Tapi kan, Sal gue itu cantik, masa Elang nggak tertarik sama gue?" tanya Aina. "Denger ya? Sebelum lo masuk ke sekolah ini juga banyak kali Na cewek cantik, kakak kelas dulu-dulu juga banyak yang cantik, tapi apa? Elang sama sekali nggak tertarik!" ucap Salsa membuat seperempat harapan Aina pupus. Namun Aina tak boleh menyerah sebelum berjuang. Aina juga tak akan berhenti sebelum bisa membuat Elang suka dengannya. Pokoknya Aina harus bisa jadi pacar seorang Elang Baskara Mahendra. "Sal?" "Apalagi?!" geram Salsa memutar kedua bola matanya jengah. "Gue udah yakin Sal sekarang." "Yakin apaan dah?" "Mulai hari ini gue harus bisa buktiin ke Elang kalau gue suka sama dia! Gue serius cinta mati sama dia! Ayo Sal semangatin gue, pantang pulang sebelum sayang!" Aina berucap heboh di tempatnya membuat Salsa sukses melongo tak percaya. Kayaknya nih cewek bener jadi-jadian deh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD