Laki-laki dengan wajah menyilaukan

1747 Words
Lady Lin mondar-mandir di ruang gawat darurat. Adiknya Lady Qin belum siuman setelah memakan kue yang sudah kadaluarsa. Yah, Lady Qin benar-benar tak seperti kakaknya. Walau dia terlihat sehat, namun organ dalamnya sensitif. Jika ada yang salah saja, dia akan langsung pingsan. Dan itu diperburuk dengan dia yang selalu ceroboh dan tidak berhati-hati. "Akh! sakit," terdengar Lady Qin bergumam. Lady Lin langsung menghambur untuk melihat Lady Qin yang tampaknya sudah sadarkan diri. "A Qin! kau sudah siuman? kau gila ya, hampir saja aku terkena serangan jantung," omel Lady Lin begitu adik kembarnya itu membuka mata. "A Lin, aku di rumah sakit?" Lady Qin menyipitkan mata, karena merasa silau dengan cahaya yang menusuk ke matanya. "Bukan, ini taman bermain. Kau ini, tentu saja di rumah sakit! kau tak lihat infus di tanganmu itu?" "Huwaa, aku benci diinfus. Sakit sekali," "Salahmu sendiri. Kue yang ada di kulkas, itu sudah dari jaman batu. Sudah berjamur dan main dimakan saja. Untung tidak terjadi masalah serius," "Aku lapar, kau juga tak pulang-pulang, dan siapa yang menaruh kue basi di kulkas? kenapa tidak dibuang ketika lewat tanggal pemakaian?" "Kau pikir kue itu milik siapa sebelumnya?" Lady Qin diam sejenak, lalu dengan ragu menunjuk dirinya sendiri, "Milikku?" "Hah, lalu kau pikir milikku? aku tak makan makanan penimbun lemak," "Walau begitu, kenapa tidak inisiatif membuangnya," "Kau sendiri kenapa makan kue berjamur, kau yang membeli kuenya kenapa tak ingat sama sekali? dasar," "Hmm, iya iya aku yang salah. Tapi, Ma tak tau kan kalau A Qin masuk rumah sakit?" "Tentu saja tidak. Jika Ma tau, aku yang akan diceramahi hingga tuli. Ya sudah, aku akan mencari dokter, kau disini saja. Jangan kemana-mana!" Lady Lin beranjak untuk memanggil dokter agar bisa memeriksa Lady Qin. Lady Qin cemberut lalu menghela nafas kesal, "Selalu aku yang diomeli. Jika dia pulang tepat waktu, aku tak akan kelaparan dan tak akan sembarang makan," gumamnya. Sementara itu. Di sebuah rumah besar yang mewah. Nobsoul Ferdinand berdiri sambil menatap seorang pemuda yang tadinya dia temui di jalan. Pemuda yang semula tak sadarkan diri itu, kemudian menggerakkan jari-jarinya dan membuka matanya. Melihat hal demikian Ferdinand lalu tersenyum. "Kau sudah bangun?" tanya Ferdinand kemudian. Pemuda itu dengan kaku bangkit dari sofa tempatnya tergeletak dan melihat ke sekitar, dia tampak kebingungan, dia lalu menatap Ferdinand tanpa berkedip. "Wah, kau tahu? ini sangat lucu. Aku tak pernah melihat Nobsoul lain di kota ini sebelumnya, dan yang lebih lucu lagi, kau pingsan. Hahaha, bagaimana mungkin seorang Nobsoul bisa pingsan?" Ferdinand menggelengkan kepalanya. Pemuda yang ditemui Ferdinand pingsan di jalanan adalah Nobsoul Ze Shaosen. Pemuda tampan yang berusia tiga ratus tujuh puluh tahun itu hanya diam, tak mengucapkan sepatah katapun. Dia hanya menatap Ferdinand dan dirinya secara bergantian lalu tampak berpikir keras. "Kau diam saja? hmm, kau pasti belum mengerti bahasa manusia. Itu bisa terjadi. Sepertinya kau terlalu lama tertidur. Tapi tenang saja. Dalam beberapa hari, kau akan bisa memahami bahasa manusia." "Kenapa aku tiba-tiba kesakitan?" Ze Shaosen membuka mulut untuk pertana kalinya. Ferdinand hampir terkejut. Berdasarkan perubahan warna langit yang Ferdinand lihat kemarin sepertinya Ze Shaosen baru berada di bumi selama dua hari. Namun, dia sudah bisa berbicara bahasa manusia. "Sepertinya kau bukan Nobsoul biasa, kau belajar dengan cepat," ucap Ferdinand, dia kemudian duduk sambil menyilangkan kakinya. "Kau ... juga Nobsoul. Kurasa kau lebih tua dariku. Tapi ada apa ini, kenapa aku tiba-tiba kesakitan dan tak sadarkan diri. Ini tidak benar," Ze Shaosen menarik rambutnya kebingungan. "Siapa namamu?" "Ze Shaosen." "Waw, terdengar seperti Nobsoul tingkat tinggi. Aku Ferdinand," "Nama macam apa itu?" "Hmm, aku mengarangnya saat berada disini. Kau tahu, di bumi banyak yang menggunakan nama dengan pelafalan asing." "Lalu bagaimana aku ..." "Duduk. Aku harus bertanya hal-hal penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi." Ferdinand menunjuk sofa dengan matanya. Ze Shaosen dengan kaku duduk di sofa tersebut. Dia duduk tegak, pandangannya lurus ke depan Dia menjaga punggungnya agar tak menempel ke sandaran sofa. Begitulah cara duduk para Nobsoul yang dia tau. "Ze Shaosen. Sepertinya kau baru terbangun. Kau tidur dengan suka rela, atau karena mendapat hukuman?" tanya Ferdinand menyelidik. "Mmm, aku tak begitu suka aturan di Cloudmalia, dan membuat masalah." Kalimat Ze Shaosen sudah menjelaskan semuanya. Bahwa dia mendapat hukuman untuk tidur hingga waktu yang tak ditentukan. "Hmm, Cloudmalia memang tidak berubah. Jadi kau mendapat hukuman dan akan terbangun jika ada jiwa murni yang membangunkanmu. Jadi siapa jiwa murni itu? bagaimana cara dia membangunkanmu?" "Entahlah, ketika aku terbangun, manusia itu sudah tidak ada." "Sangat aneh, kau yakin yang membangunkanmu adalah manusia?" "Bukankah tempat ini adalah tempat manusia tinggal?" "Yah, aku mencari kemungkinan mungkin saja kau terbangun oleh peri dan petimu jatuh ke bumi." "Tidak. Dia pasti manusia. Setelah membangunkanku dia pasti lari ketakutan. Aku rasa, aku terbangun karena tak sengaja meminum darah manusia itu." "Kau ... meminun darah manusia?" "Ya, darah itu mengalir ke mulutku dengan sendirinya." "Hahaha, kukira itu hanya mitos, tapi ternyata benar." "Apa maksudmu?" "Manusia itu tak sengaja membangunkanmu dengan darahnya. Kau meminum darah manusia itu. Artinya, bagian dari manusia itu menyatu padamu. Kalian sudah terikat." "Terikat?" "Iya, hidupmu bergantung padanya." Ze Shaosen menyeringai. Dia sama sekali tak mempercayai apa yang dia dengar saat ini, "Yang benar saja. Aku tahu, Nobsoul harus membantu jiwa murni yang telah membangunkannya. Tapi mana mungkin Nobsoul terikat dengan manusia? kita tidak terikat dengan siapapun. Kita ini makhluk mulia!" "Itu jika Nobsoul tidak menyatukan diri dengan manusia. Kau meminum darahnya berarti kau menyatukan diri padanya." "Aku hanya meminum sedikit, tidak mungkin itu bisa mengikat jiwaku!" "Bahkan hanya setetes. Kau tetap tak bisa lari, karena kau telah membiarkan bagian dari manusia itu menyatu padamu. Sebaiknya kau cari jiwa yang membangunkanmu. Jika tidak itu bisa jadi masalah. Jika dia dalam bahaya, kau juga akan dalam bahaya. Jika dia mati, kau juga mati. Artinya kau tak bisa hidup abadi lagi." "Apa-apaan ...." Ze Shaosen mengusap wajahnya. Tak bisa mengatakan apapun lagi. Dia tak ingin mempercayai apa yang dia dengar. Namun, Ferdinand tampaknya tidak berdusta. "Aku yakin, kau pingsan pasti karena manusia itu dalam masalah. Dia tak bisa memanggilmu karena tak tau namamu. Aturannya masih sama. Manusia hanya bisa memanggil Nobsoul dengan cara menyebut nama kita." "Hah, harusnya aku tidur saja. Kenapa dia malah membangunkanku? benar-benar merepotkan!" "Aku akan membantumu. Kita akan mencari manusia itu," Ferdinand berdiri kemudian, "Ah, aku tau postur tubuhmu baik. Tapi berhentilah duduk kaku seperti itu. Disini manusia tidak melakukannya. Mereka hanya duduk santai, dan menikmati aktifitas mereka," Ferdinand tersenyum, lalu beranjak menuju kamarnya. "Memangnya apa yang salah dengan dudukku! Argh! kenapa aku harus terbangun di bumi. Benar-benar merepotkan!" *** Lady Qin dan Lady Lin kini berada di supermarket. Orang tua mereka belum kembali. Untuk itu Lady Lin memutuskan berbelanja makanan dan perlengkapan rumah. Memenuhi kulkas mereka dengan barang baru agar Lady Qin tak salah makan lagi. "A Qin, pilih yang tanggal pakainya lama. Jangan sampai kau makan kue berjamur lagi," ucap Lady Lin sambil mendorong troli belanjaannya yang hampir penuh. "Kau ingin mengejekku karena keracunan lagi? dasar. Tak bisakah kau melupakan masalah itu dan berhenti menggodaku?" "Tentu saja tidak. Menggodamu adalah kewajibanku, wekk," Lady Lin menjulurkan lidahnya mengejek Lady Qin. "Awas saja jika Ma dan Pa pulang, akan kuadukan perbuatanmu." "Hu, dasar pengadu." Lady Qin mengambil semua yang dia suka. Berbagai macam makanan ringan dan juga makanan instan. Uang yang diberikan orang tua mereka sebenarnya cukup untuk memborong semua isi swalayan tersebut. "A Qin, kenapa kau hanya beli camilan begini? pantas saja lemakmu menumpuk," "Cerewet. Aku membutuhkan makanan yang banyak karena sedang dalam masa pertumbuhan. Cerewet, nanti beli ayam ya," Lady Lin bertolak pinggang sambil menatap Lady Qin tajam, "Kau ... sangat tidak sopan. Memanggilku cerewet. Lalu memerintahku membeli ini dan itu!" "Kita kan kembar, hanya beda dua menit," Lady Qin tersenyum menampakkan barisan giginya. Namun Lady Lin masih menatapnya dengan horor, "Hehehe, A Lin, beliin A Qin ayam yah, yah A Lin. A Lin yang paling cantik sedunia," Lady Qin membujuk kakaknya dengan centil. "Jangan pasang wajah begitu. Dasar sok imut. Iya, nanti beli ayam. Ayo bayar dulu yang ini," "Siap, A Lin." Lady Qin dan Lady Lin menyelesaikan tugas mereka di swalayan lalu langsung pergi untuk mencari ayam goreng kesukaan Lady Qin. Sementara itu, Ferdinand meminta Ze Shaosen untuk menunggunya di depan rumah. Ferdinand kemudian tiba dengan mengendarai mobil dan berhenti di depan Ze Shaosen. Dari warna dan juga bau mobil tersebut, tampaknya Ferdinand baru saja membelinya. Sesampainya di depan Ze Shaosen, Ferdinand menurunkan kaca mobilnya lalu tersenyum, "Ayo masuk, kita harus cari manusia itu," ucapnya sedikit berseru. "I-Ini makhluk apa. Kenapa kau bisa ada di dalamnya, dan bunyinya sangat aneh. Aku tak suka bunyinya," Ze Shaosen menjauh beberapa langkah dari mobil Ferdinand. "Ini namanya mobil. Manusia menggunakannya untuk bepergian, kau sudah lama tertidur hingga tak tau perkembangan dunia," "Kenapa harus menggunakan makhluk merepotkan ini?" "Mobil tak cocok disebut makhluk. Ini bukan makhluk hidup. Mobil hanya sebuah benda yang bisa bermanfaat," "Aku tak mengerti. Lebih baik terbang saja. Lebih mudah mencarinya dengan cara itu." "Jangan buat masalah. Akan bahaya jika semua manusia melihatmu terbang," "Memangnya kenapa?" "Hah, di dunia manusia, kau harus menyembunyikan identitasmu. Kecuali pada jiwa murni yang membangunkanmu." Ze Shaosen terdiam. Dia kemudian menatap mobil tersebut sangat lama. Yah, dia tak mengerti cara membukanya. Ferdinand yang menyadari itu langsung turun dan mengajari Ze Shaosen dengan sabar. "A Qin. Kau jangan makan sambil jalan. ayo cepat masuk mobil!" Lady Lin berseru kepada A Qin yang kesusahan membawa tentangannya karena dia memakan ayam goreng sambil berjalan. "Ya ampun. Susah sekali. A Lin tunggu sebentar!" Lady Qin balas berseru. Deg! Ze Shaosen yang baru saja bisa membuka pintu mobil terhenti, lalu berbalik. Dia melihat Lady Qin yang terburu-buru berjalan, lalu menghampirinya. "Kau ... manusia berjiwa murni itu?" Ze Shaosen menatap Lady Qin. Lady Qin terperangah. Dia tak mampu bergerak. Jantungnya seperti terhenti, dan telinganya seperti tuli. Beberapa menit kemudian, Lady Qin tiba-tiba tersenyum tanpa sadar. Dia menaruh tangan di dahi untuk melindungi matanya dari wajah tampan nan menyilaukan Ze Shaosen. "Wah! laki-laki dengan wajah bersinar," gumam Lady Qin Kemudian. "A Qin, ya ampun, kau kenapa berhenti ...." Lady Lin yang tidak sabar dan menyusul Lady Qin ikut terdiam, karena melihat wajah Ze Shaosen, "Ini manusia? atau manekin mewah?" "A Lin, kau melihat hal yang sama?" entah sadar atau tidak, Lady Qin tak bisa mengedipkan matanya sama sekali. "Ze Shaosen. Kau sedang apa?" Ferdinand keluar dari mobil dan menghampiri Ze Shaosen. Sekali lagi Lady Qin dan Lady Lin terpana. Bahkan Lady Qin membuka mulutnya tanpa sadar, "A Lin. Kenapa udaranya sangat panas?" Lady Lin memijit kepalanya, "Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini? kedua manusia ini terbuat dari apa?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD