Saat darurat, panggil namaku

1658 Words
Ze Shaosen dan Lady Qin kini duduk berhadapan. Mereka sekarang tengah berada di rumah Ferdinand. Sungguh suatu kebetulan bahwa Ze Shaosen langsung menemukan Lady Win, jiwa murni yang telah membangunkannya. "Hah? kau apa? N-Nobsoul? maksudnya seperti makhluk aneh yang ada di film-film fantasi?" Lady Qin terkekeh, dia sama sekali tak menyangka bahwa manusia setampan Ze Shaosen bisa mengatakan hal yang bukan-bukan. "Makhluk aneh? jangan asal bicara. Aku ini Nobsoul. Makhluk mulia, keturunan bangsawan," "Hoo, jadi ini yang dinamakan dongeng? tak apa, aku tetap percaya karena kau tampan," Lady Qin mengendip-ngedipkan matanya dengan genit. "Hah, bisa-bisanya aku dibangunkan oelh manusia seperti ini, apa tidak ada tingkatan khusus untuk jiwa murni?" Ze Shaosen menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Gege tampan, kau jatuh cinta pada pandangan pertama denganku?" Lady Qin kembali membuat Ze Shaosen menghela nafas. "Wanita ini benar-benar sudah gila," "Kalau kau tak jatuh cinta padaku, kenapa langsung membawaku kesini saat pertama bertemu?" "Sepertinya kau tidak terlalu pintar. Baik, dengarkan aku sekali lagi, aku adalah Nobsoul yang tertidur, kau adalah manusia yang membangunkanku. Jadi aku harus melindunginmu selama sepuluh tahun," "S-Sepuluh tahun? waw bagus sekali," Lady Qin tampak sangat gembira "Dengar, aku hanya akan membantumu saat kau kesulitan. Ini terpaksa dilakukan karena begitulah peraturan bagi Nobsoul yang terbangun setelah tertidur," "Jadi, jika aku kesulitan, kau akan membantuku? selama sepuluh tahun?" "Bukan kesulitan biasa. Tapi benar-benar harus disaat yang sangat darurat. Seperti nyawamu terancam, atau sebagainya. Kau mengerti artinya darurat, kan?" "Meskipun agak aneh, ini menguntungkanku. Sudah kukatakan aku akan percaya apapun yang kau ceritakan. Baiklah mana nomer ponselmu," Lady Qin dengan semangat mengeluarkan ponsel dari saku jaket yang dia kenakan. "Pon ... Ponsel? apa itu?" Shaosen tampak kebingungan. "Ya ponsel. Bagaimana aku bisa memanggilmu jika tak punya nomermu," "Nomer?" Shaosen tampak makin kebingungan. "Wah, ternyata Tuhan itu adil, orang tampan juga punya kekurangan. Lihat, ponsel seperti milikku ini, kau tak punya?" "Untuk apa aku harus punya benda itu?" Lady Qin langsung menghela nafas, "Ya ampun. Dia tiba-tiba datang, bercerita yang bukan-bukan. Lalu katanya mau kasih bantuan, tapi ponsel saja tak punya? jangan-jangan dia penipu. Dia sengaja menipu gadis polos sepertiku agar mau memberikan apa yang dia inginkan. Tahap pertama dia minta ponsel. Hah, terserah, mau dia penipu atau apa. Aku akan senang hatienjadi korban," Lady Qin kemudian berlari ke ruang depan, dimana Lady Lin sedang melamun menatap Ferdinand yang tampak sibuk membersihkan perabotan rumahnya. "A Lin! Lady Lin?" seru Lady Qin. Namun, Lady Lin tak menggubris. Dia masih melongo, tak bisa menutup mulutnya karena pesona yang dipacarkan Ferdinand. "Ya ampun. Gege, kau makan apa? kenapa begitu tampan? hatiku langsung terjatuh melihatmu," gumam Lady Lin tanpa sadar. Mendengar Lady Lin meracau, Ferdinand langsung terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "A Lin," puk, puk, Lady Qin memukul bahu Lady Lin karena agar kakaknya itu segera sadar, "A Lin, hei sadarlah," Buk! Lady Lin memukul kepala Lady Qin dengan mata masih menatap Ferdinand, "Kau bisa diam? aku sedang menikmati keindahan Tuhan," ucapnya tanpa berpikir. "Dasar gila. A Lin, kau kan punya dua ponsel, pinjamkan satu padaku. Aku butuh," Lady Lin dengan mulusnya langsung memberikan ponsel kepada Lady Qin, dan tetap tak mengalihkan pandangannya dari Ferdinand. "Wih, tak biasanya langsung begini. Tak pakai ceramah atau berkelahi dulu?" Lady Qin menoleh ke belakang. Dia akhirnya mengerti mengapa Lady Lin seperti orang tak sadarkan diri, "Hmm, ternyata itu penyebabnya? dasar A Lin. Ah, Aku juga ad ayang tampan," Lady Qin langsung berlari ke ruang tengah menemui Ze Shaosen kembali. "Baiklah, aku akan memberikanmu ponsel," ucap A Qin begitu tiba di depan Ze Shaosen, "Sebentar aku periksa dulu. Aih, dasar A Lin jahat. Kenapa dia menamaiku A Qin Bundar disini? hmm, akan aku ganti, A Qin yang cantik. Oke, beres," Lady Qin kemudian mengganti nama Lady Lin di ponselnya, "Aku akan ganti ... namamu siapa?" tanya Lady Qin sambil menatap Shaosen. "Ze Shaosen," "Ze? Shao ... sen? wah, bahkan namanya terdengar aneh," "Hati-hati menyebut namaku, itu nama suci!" "Ya, ya, aku sudah menyimpan namamu. Ini, kau bisa memiliki ponsel A Lin sementara, dia sebenarnya tak membutuhkan dua ponsel," Lady Qin memberikan ponsel tersebut kepada Shaosen. "Ini apa? wuaa!" Shaosen terkejut karena ponsel di tangannya bergetar dan menyanyikan nada dering, "A-Apa-apaan ini? di dalamnya ada manusia!?" ucapnya dengan heboh. "Itu ponsel. Agar aku bisa menghubungimu. Lihat, itu namaku. A Qin yang cantik dengan emotikon cinta merah," "Apa maksudnya? aku tak mengerti." A Qin lalu menepuk dahinya, "Ya ampun. Tuhan benar-benar adil. Hah, Shaosen Gege, kau mengatakan bahwa aku bisa memanggilmu disaat darurat. Jadi aku memberimu ponsel ini agar bisa berkomunikasi. Jika tidak ada ponsel bagaimana caraku memanggilmu?" Ze Shaosen tiba-tiba melempar ponsel di tangannya ke A Qin. Beruntung A Qin bisa menangkapnya walau susah payah. "Kenapa memanggil perlu alat seperti ini? kau pikir kemampuanku rendah? dengar, aku Nobsoul tingkat tinggi. Aku bahkan bisa mengalahkan Ferdinand yang telah lama hidup di bumi!" "Nob ... apa? hei, kalau tidak ada ponsel bagaimana memanggilmu? kau ini benar-benar," "Jiwa kita sudah terikat. Jadi kau hanya tinggal menyebut namaku," "Hah? maksudmu?" "Yang Mulia Ze Shaosen, aku butuh bantuan. Katakan seperti itu tiga kali. Aku akan datang menemuimu." "Kau ... akan langsung datang menemuiku? tanpa ponsel?" "Kau tak percaya kalau aku adalah Nobsoul tingkat tinggi?" "T-Tunggu dulu, baiklah. Anggap aku percaya. Tapi bagaimana caranya kau datang jika tak tau lokasiku? itulah sebabnya kita harus punya ponsel," "Hah, simpan saja barang tak berguna itu. Aku tak perlu benda itu mengetahui keberadaanmu. Cukup panggil namaku, dan aku tau dimana kau berada. Ingat, jangan memanggilku untuk sesuatu yang tidak penting." Lady Qin duduk di depan Lady Lin yang asik mengecat kuku jarinya. Kini mereka berdua sudah berada di rumah setelah menghadapi hal yang tak terduga beberapa jam yang lalu. Dengan cemberut Lady Qin memberikan kembali Ponsel yang telah dia pinjam kepada Lady Lin, karena Ze Shaosen bersikeras tidak mau menggunakan benda tersebut. Laki-laki itu mengatakan bahwa dia adalah Nobsoul tingkat tinggi dan tak butuh alat apapun untuk berkomunikasi, dalam bahasa manusia itu disebut gengsi. "Kau ... sejak kapan ponselku ada padamu!" Lady Lin terkejut karena ponsel keduanya ada pada Lady Qin. Padahal semua juga tahu, dia memberikan ponsel tersebut secara tak sadar karena dibutakan oleh pesona Ferdinand. "Kau tak sadar? kau yang memberikannya padaku," "Aku? memberikan ponsel padamu?" "Ck, ck, ck, kau benar-benar, kau tergila-gila dengan laki-laki kaya yang aneh itu, kan? hingga tak sadar dengan apa yang kau lakukan," "Ferdinand, A Qin. Namanya Ferdinand. Hah, dia tampan sekali," "Tapi dia aneh, terus saja tersenyum, juga bersikap sok misterius. Lalu, apa-apaan dengan rambutnya? jaman sekarang mana ada laki-laki memiliki gaya rambut panjang sebahu begitu," "Jangan mengkritik Ferdinand. Bahkan masa depanmu saja lebih suram daripada kulitnya," "Ya ampun, tega sekali kau bicara begitu dengan kembaranmu sendiri!" "Mohon maaf, kita bukan kembar identik." "Tapi, tetap saja ... wah, tak bisa kupercaya. Kau bisa tergila-gila dengan laki-laki hingga membully adikmu sendiri." "Kau pikir kau tidak? siapa itu manusia yang lebih aneh, berbicara dengan nada kaku, dan juga sok superior? setidaknya Ferdinand lebih santai darinya." "Hah," Lady Qin menghela nafas. Dia ingin membantah, namun dia juga mengakui. Dibandingkan Ze Shaosen yang galak dan kaku, Ferdinand yang santai jauh lebih baik. "Namanya Ze Shaosen, dan dia membuatku sakit kepala. Kau tahu, dia menceritakan dongeng aneh, bahwa dia bukan manusia. Dia bangsawan yang berasal dari langit sana." "Hmm, masuk akal juga," "Kau percaya dengan apa yang dia katakan?" Lady Qin menatap kakaknya tak percaya. "Coba kau pikir, memangnya ada manusia setampan itu di bumi ini? aku yakin mereka berdua adalah Dewa," "A Lin, kau benar-benar percaya!?" "Tentu saja tidak. Dasar bodoh. Mungkin saja bibit mereka memang bagus dari awalnya. Mungkin keturunan campuran luar negeri," "Benar kan, yang dia bicarakan pasti tidak benar." "Terserahlah, aku harus mengirim pesan pada Ferdinandku tersayang," Lady Lin tampak bahagia, sambil menatap ponselnya. "Ferdinand mempunyai ponsel?" "Tentu saja punya. Siapa yang tidak punya ponsel di zaman ini?" "Hah, Ze Shaosen tidak. Dia bahkan tak mau dipinjamkan ponsel. Dia katakan bahwa dia bisa berkomunikasi tanpa itu," "Dan kau percaya? dasar bodoh. Dia hanya tak ingin diganggu olehmu," ucap Lady Lin sambil memukul bahu Lady Qin. Setelah melakukan itu, dia langsung berlari ke kamarnya. "Hei, siapa yang bodoh! d-dan aku bukan pengganggu! akh, sakit sekali. Awas saja A Lin. Akan kubalas dengan yang lebih sakit," *** Beberapa hari kemudian. Lady Qin memegangi perutnya karena kelaparan. Lady Lin tidak ada di rumah, dan orang tuanya juga belum pulang dari luar kota. "A Lin! hah, kemana lagi dia? Ma dan Pa juga belum pulang. Kenapa semua orang meninggalkanku! huwaa, aku lapar," Lady Qin membuka kulkas. Dia hanya menemukan bungkus-bungkus makanan yang sudah kosong. Kebiasaannya makan di depan kulkas dan tak membuang bunjusnya membuat kulkas tersebut menjadi tempat sampah elit. "Kenapa makanan habis? bukannya waktu itu kami belanja banyak? ah, aku lapar, aku pusing, bagaimana ini," Lady Qin memegangi perutnya, sambil mondar-mandir tak keruan. Setelah beberapa menit dia terhenti. Lady Qin mengingat perkataan Ze Shaosen yang akan datang jika dia dalam keadaan darurat. "Apa harus dipanggil dia? aih, A Qin, kau sudah gila? kau percaya omong kosong si tampan itu? sadarlah A Qin, sadarlah," Lady Qin mulai mondar-mandir lagi. Setelah lelah dan makin merasa lapar, dia langsung duduk di sofa dengan lemah. "Baiklah, setidaknya aku butuh hiburan. Ini bukan karena percaya aku hanya main-main saja. Keadaan darurat. Karena aku lapar, itu pasti salah satu keadaan darurat, kan?" Lady Qin menutup matanya. Dia menyatukan tangan di depan d**a seolah sedang membaca mantra, "Ze Shaosen, Ze Shaosen, Ze Shaosen," ucapnya pelan. Lady Qin membuka sebelah matanya lalu mengintip ke sekitar. Tak ada tanda-tanda kemunculan Ze Shaosen. Dia kembali menutup mata dan memanggil lagi, "Ze Shaosen, Ze Shaosen, datanglah," Lady Qin kembali membuka mata. Dia menghela nafas lalu memukul kepalanya sendiri. "Dasar bodoh. Apa yang kau harapkan? kau pikir dia itu benar-benar bisa datang ketika kau panggil? dia hanya bicara omong kosong, tapi karena dia tampan, aku mempercayainya," Lady Qin murung, lalu beranjak dengan lemah menuju kamarnya. "Yang Mulia Ze Shaosen, Aku butuh bantuan. Yang Mulia Ze Shaosen, Yang Mulia Ze Shaosen, Aku butuh bantuan." "Kau dalam bahaya?" "Wuaaa!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD