Nyonya Lan memperhatikan Lady Qin beberapa hari ini. Anaknya itu tampak pincang, walau kondisinya tidak begitu serius, Nyonya Lan tetap penasaran karena Lady Qin tampak berhati-hati ketika bergerak. Tak seperti dirinya biasa yang selalu berlarian kemanapun dengan heboh.
"A Qin, kau baik-baik saja? Ma lihat sepertinya kakimu ada masalah," ucap Nyonya Lan setelah sekian lama memperhatikan anaknya.
"A-Aku ... aku baik-baik saja, Ma. Kakiku hanya sakit sedikit," Lady Qin tersenyum, dia bukan orang yang pintar berbohong. Maka dari itu, dia sangat berhati-hati agar ibunya tidak tahu apa yang dia pikirkan.
"Sakit kenapa? kemari, biar Ma periksa." Nyonya Lan menghampiri Lady Qin. Namun putrinya tersebut menghindar sambil cengengesan tak jelas.
"B-Bukan masalah besar, Ma. Sakitnya tak seberapa."
"Tapi tetap saja, kenapa kakimu sampai sakit begini?"
"I-Ini karena ..."
"Beberapa hari ini dia lari maraton. Ma tau lam dia sedikit lemah? kakinya pegal karena tak terbiasa" Lady Lin yang baru saja keluar dari kamar langsung memotong Lady Qin yang dia tahu sangat tak bisa berkutik jika ditodong pertanyaan oleh orang lain, terlebih ibunya sendiri.
"A Qin, apa yang dikatakan A Lin benar?" tanya Nyonya Lan kemudian.
"I-Iya Ma. Aku tak terbiasa berolahraga, makanya kakiku jadi sakit."
"Hmm, kau tak perlu berolahraga terlalu keras. Jangan dengarkan A Lin. Kau tidak gemuk sama sekali. A Qin anakku yang paling cantik dan imut bagaimanapun keadaannya,"
"Benar kan? A Lin memang jahat, dia selalu mengataiku gemuk," Lady Qin berusaha menutupi kebohongannya, tapi dia memang sangat tak suka dibilang gemuk oleh Lady Lin.
"Ma tidak lihat, dia ini tidak gemuk dari mananya?" ucap Lady Lin mulai jahil.
Lady Qin kesal, lalu melempar bantal sofa kearah Lady Lin, "Berhenti menyebutku gemuk,"
"Sudah, sudah, kalian berdua selalu saja bertengkar. Besok Ma dan Pa akan pergi ke luar kota. Kalian jangan sampai membuat kekacauan di rumah ini."
"Hah, aku ditinggal dengan A Lin lagi. Aku ikut Ma saja," rengek Lady Qin kepada ibunya.
"Kau harus kuliah. A Lin katakan bahwa kau beberapa kali bolos kuliah karena malas. Kau tidak bisa ikut Ma jika tidak merubah kebiasaanmu."
"A Lin, kau mengadu? dasar, aku bahkan tidak mengadu saat kita pergi ..."
Buk, Lady Lin memukul pundak Lady Qin, lalu mencubit pinggangnya adiknya secara diam-diam, "Kau mau kuhajar? coba saja beritahu."
"Kalian kemana tanpa sepengetahuan Ma?" tanya Nyonya Lan menyelidik.
"I-Itu ... tidak kemana-mana, A Qin dan A Lin hanya berniat mau ke taman hiburan," ucap Lady Qin sambil menepuk-nepuk tangan Lady Lin yang masih mencubit pinggang belakangnya.
"Kalian jangan sampai membuat masalah, jangan membuat Pa sakit kepala lagi," Nyonya Lan menyilangkan tangan sambil melihat kedua putrinya tersebut.
"Tenang Ma. Kami tak lakukan apapun," Lady Lin tersenyum, bersikap seolah tak terjadi apa-apa.
Keesokan harinya. Tuan dan Nyonya Lan sudah bersiap untuk pergi ke luar kota. Mereka harus mengurus beberapa bisnis disana. Yah, suami istri ini sangat kompak berbisnis. Mereka punya perusahaan yang mereka jalankan bersama. Lady Lin dan Lady Qin telah berada di ruang tamu. Mereka tidak akan ikut ke bandara untuk mengantar karena harus segera pergi kuliah. Lady Qin yang ingin sekali ikut dengan orang tuanya tampak cemberut sambil memonyongkan bibir, sedangkan Lady Lin hanya duduk santai sambil berfoto dengan kamera ponselnya.
"A Qin, Ma pergi dulu. Ingat, jangan makan sembarangan, dan jangan berkeliaran kemana-mana hingga kakimu sakit," ucap Nyonya Lan sambil mengelus rambut Lady Qin.
"Ma, kenapa lama sekali perginya. Jika aku ditinggal selama itu dengan A Lin, aku bisa jadi kurus,"
"Tak lama, sayang. Hanya seminggu. A Lin, jaga adikmu selama Ma dan Pa pergi. Ma sudah siapkan makanan untuk hari ini, tapi besok kau harus masak," Nyonya Lan mengarahkan pandangannya kepada Lady Lin yang akhirnya berhenti memotret diri.
"Pa ... kenapa A Lin disuruh masak," Lady Lin merengek pada Tuan Lan yang baru saja tiba mendorong tas di tangannya.
"Ya ampun, gadis Pa yang cantik kenapa disuruh masak? ini Pa berikan uang. Makanan, A Lin beli saja, tak perlu masak," Tuan Lan memberikan uang kepada Lady Lin. Lady Lin lalu berlonjak kegirangan.
"Sayang, kenapa memberi begitu banyak uang unuk A Lin? kau selalu memanjakan A Lin, hingga dia menjadi nakal," ucap Nyonya Lan sambil menggelengkan kepala.
"Tak masalah, uang kita banyak. Anak-anak tak perlu repot untuk masak,"
"Yups, Pa memang yang terbaik. Aku tak kan memasak untukmu, wekk." Lady Lin menjulurkan lidahnya, mengejek Lady Qin.
"Aku juga tak mau dimasakkan. Masakanmu juga rasanya tidak enak, wekk," Lady Qin balas mengejek.
"Ya sudah, Pa dan Ma pergi dulu. Sayang, ayo." Tuan Lan menarik kopernya dan bersiap untuk pergi.
"A Lin, kau harus menjaga A Qin. Ingat, jangan berkeliaran dan jangan berkelahi."
"Siap!" ucap si kembar tersebut dengan serentak.
***
Dua hari pasca ditinggal Tuan dan Nyonya Lan. Lady Qin yang kelaparan berkeliaran di dapur mencari makanan. Setelah tak menemukan makanan di meja makan, dia kemudian membongkar kulkas. Cacing di perutnya sudah mulai protes karena dia tidak makan dengan teratur. Adapun Lady Lin yang ditugaskan memegang uang belanja selama mereka ditinggal tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Dia selalu saja bermain di luar dan pulang ke rumah saat malam hari, hingga Lady Qin harus membongkar semua persediaan makanan untuk dirinya sendiri.
"Dasar A Lin tidak bertanggung jawab. Dia terus saja bermain di luar dan meninggalkanku. Ah, perutku lapar sekali," Lady Qin membuka semua kotak yang ada di dalam kulkas, "Ayam, kau dimana? tolong muncullah," hingga kotak persediaan terakhir dibuka. Lady Qin tidak menemukan yang dia cari sama sekali, "Tidak ada ayam," ucap Lady Qin dengan kecewa, "Mie instan, mentimun, tomat, jus jeruk, ya ampun aku tak bisa makan semua ini," Lady Qin akhirnya membuka kotak yang sebelumnya telah dia buka. Tampak sepotong kue ada di dalam sana, "Ya sudah makan ini saja sambil menunggu A Lin pulang."
Satu jam berlalu, Lady Qin berbaring dengan gelisah, dia memegangi dadanya yang terasa sesak, dan perutnya yang sakit. Lady Qin kesulitan bernapas, keringat dingin bercucuran di dahinya dan dia mulai mengerang kesakitan.
"M-Ma ... akh, sakit sekali."
"A Qin!" Lady Lin yang baru saja tiba di rumah langsung panik ketika melihat keadaan kembarannya.
Sementara itu, di tempat lain. Nobsoul Ferdinand berjongkok sambil menatap langit yang terlihat kemerahan, "Apa ini?," laki-laki dengan kaki jenjang tersebut berdiri, lalu terkekeh sambil meregangkan dasi di lehernya, "Yang benar saja."