5. Ini Sih Namanya Ketagihan

2218 Words
Dahulu, sebenarnya Lucas memiliki impian bisa bertemu dengan wanita yang ia cinta. Menjalin hubungan serius kemudian menikah. Lantas setelahnya membina rumah tangga, lalu merawat anak keturunannya bersama sang istri. Lucas sempat mencoba beberapa kali menjalin hubungan dengan para wanita. Sayangnya tidak ada satu pun yang masuk kriteria kedua orang tuanya. Hingga satu waktu, sang ayah dengan serta merta malah menjodohkannya dengan Davina. Walaupun sudah kenal sejak kecil, tidak sedikit pun Lucas tertarik dan menganggap wanita itu sebagai sosok yang pas untuk dijadikan pendamping hidup. Di saat kisah kisah percintaannya tampak kacau balau, Lucas malah melakukan kesalahan yang begitu fatal. Susah payah menjaga diri dari segala macam godaan, keperjakaannya malah direnggut paksa oleh wanita yang sangat ia kenal. Lucu memang. Maksud hati ingin membantu bosnya yang tengah mabuk berat karena putus cinta, ia harus rela 'diperkosa' bahkan dipaksa melayani Deasy Vendela hingga merasa terpuaskan. Kalau dipikir-pikir dengan cermat, sebenarnya Lucas tidak sedikit pun rugi. Toh, mau meniduri banyak wanita sekali pun, mana ada yang bisa tahu apakah ia masih perjaka atau tidak. Kaum pria memang selalu di untungkan, bukan? Namun, karena berasal dari keluarga baik-baik, Lucas bermaksud untuk bertanggung jawab. Lagi pula, tidak rugi juga kalau dirinya menikah dengan Deasy. Wanita itu cantik. Terpelajar, pintar, dan pernah menarik perhatian Lucas di awal-awal dirinya bergabung di perusahaan. Hanya saja, Deasy tetap kekeuh menolak. Karena menganggap dirinya hanya babu dan tidak selevel, wanita itu menolaknya mentah-mentah. Pikir Lucas, setelah penolakan tersebut, semua masalah akan selesai sampai di situ saja. Tapi, dugaannya salah. Seolah ditakdirkan untuk kembali terlibat dalam hal yang rumit, lagi-lagi Lucas terjebak pada suatu momen di mana saat menolong Deasy untuk kedua kalinya, wanita itu kembali berulah dan memaksanya untuk meladeni. Entah Dosa apa yang sudah Lucas perbuat di masa lalu, yang pasti saat ini di apartemen Deasy, dirinya lagi-lagi dibuat tidak berkutik. Setelah menahan dirinya untuk tidak beranjak pergi, Deasy menarik Lucas hingga kembali terduduk di sofa. Secepat kilat berpangku, menindih tubuh pria itu sembari mendaratkan ciuman yang begitu agresif. Deasy terus memagut. Mencecap tepat di kedua belah bibir Lucas dengan lembut dan lebih berirama dari pada sebelumnya. Lucas sendiri awalnya berusaha menolak. Tapi, segala perlakuan Deasy lama kelamaan membuatnya takhluk. Memejamkan mata, ia merasakan saja bagaimana wanita yang berprofesi sebagai bosnya di kantor itu terus memagut bibir atasnya. Berulang kali, lalu berpindah pada bibir bawahnya, memberikan lumatan. Bahkan sesekali ia merasakan bagaimana Deasy sengaja memberikan kecupan-kecupan kecil sembari membelai lembut tubuhnya. Terbuai dengan segala cumbuan yang Deasy beri, Lucas merasa tubuhnya semakin memanas. Apalagi Deasy terus saja menggoda dengan membuka gaun yang dikenakannya. Lucas bahkan tidak sedikit pun menolak kala Deasy juga dengan perlahan melucuti kemeja serta celana bahan yang ia kenakan. Pun, ketika Deasy mengajaknya untuk berpindah tempat, dengan senang hati Lucas mengangkat tubuh wanita itu. Sambil terus berciuman, Lucas menggendong, membawa Deasy ke kamarnya kemudian membaringkan dengan perlahan di atas tempat tidur. "Malam ini milik kita, Sayang." Sambil tersenyum dan membelai d**a Lucas, Deasy terdengar meracau. "Kamu bebas lakuin apa aja. Pakai gaya yang mana aja. Yang penting, kita sama-sama puas." Deasy menatap penuh damba. Tanpa memberi kesempatan terlebih dahulu Lucas menyahut, dengan tidak sabaran dirinya menarik tangan Lucas. Meminta pria itu untuk segera menyentuh kedua dadanya yang tampak membusung. Sedang Lucas, alih-alih menuruti permintaan Deasy, sambil tersenyum pria itu memajukan wajahnya. Menunduk, dengan mulut membuka segera melahap kedua p****g Deasy secara bergantian. "Ah ...." Desahan lolos begitu saja dari bibir Deasy. Dengan mata memejam, wanita itu tampak terbuai dengan cecapan yang mulut Lucas berikan pada payudaranya. Sementara Lucas juga menikmati. Dengan mata memejam, meresapi setiap rasa yang timbul. Pelan-pelan mulutnya bergerak. Melumat, memagut lalu mengulumnya p****g p******a Deasy. Sedang sebelah tangannya turut bekerja. Tidak membiarkan p******a yang satu lagi tanpa ia sentuh. Maka jemarinya bermain di sana. Meremas. Sesekali mengusap bahkan memberikan cubitan kecil seakan gemas dengan apa yang tengah dirinya pegang. Seolah piawai membuat membuat Deasy merasa senang, Lucas terus mencumbu, memuja setiap jengkal tubuh Deasy tanpa jeda. Terus menggoda, hingga tidak mampu lagi bertahan dengan segala permainan yang ia ciptakan, Lucas pun memasuki inti tubuh Deasy. Untuk kedua kalinya mereka berdua pun melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan. *** Deasy terus memegangi kepalanya yang terasa berat. Ketika kedua matanya membuka sempurna, ia pun pelan-pelan menegakkan tubuh. Berusaha mengingat apa yang sudah terjadi pada dirinya. Lantas, satu per satu kilas kejadian semalam mulai berputar di kepalanya. Bagai kaset rusak, tampak berulang, yang mana membuatnya detik itu juga terperanjat. "Deasy! Kamu udah ngapain aja semalam?!" serunya setengah berteriak. Mengintip ke dalam selimut, dirinya sadar kalau saat ini sedang dalam kondisi tanpa busana sedikit pun. "Astaga, aku sembarangan make out, lagi?" katanya setengah mendesah lalu memijat pelipisnya. "Tapi, semalam ML nya bareng siapa?" Deasy berusaha mengingat. Dipikirkannya baik-baik, sembari merangkai puzzle yang berserakan di kepalanya, Deasy meyakini ada sosok pria tampan yang ia temui semalam dan mengantarkannya pulang ke apartemen. "Aku yakin, semalam yang ML sama aku cowoknya cakep banget. Tapi, dia siapa?" tanyanya meragu. Lalu tak lama menoyor kepalanya sendiri. "Duhhh, Deasy. Kenapa jadi hobi tidur sama sembarang orang, sih! Patah hati aja sampai segini begonya!" Deasy mendesah. Merutuk dirinya sendiri yang entah kenapa jadi sering bertindak bodoh pasca ditinggal menikah oleh Danu, pria yang sempat beberapa waktu mengisi hatinya. Salahnya juga terlalu cinta pada pria itu. Begitu menyerahkan segenap hatinya untuk Danu, mantan kekasihnya itu malah terang-terangan berkhianat dengan menjalin hubungan bersama wanita lain hingga akhirnya hamil dan mau tidak mau menikah beberapa waktu yang lalu. Mengabaikan segala pikiran yang berkecamuk dalam otaknya, Deasy segera meraih ponselnya yang tiba-tiba berdering. Begitu dicek, ada satu pesan singkat yang membuatnya detik itu juga beranjak dari tempat tidur. Deasy lantas buru-buru melangkah menuju kamar mandi, memutuskan untuk membersihkan diri. Kemudian bersiap-siap. Karena setiap weekend dirinya memang tidak ada jadwal ke kantor, begitu selesai mandi dan berpakaian, ia pun memutuskan segera pergi ke suatu tempat untuk menemui seseorang. Pun begitu sampai di salah satu coffeshop, sudah ada wanita lain yang kini tengah menunggunya. Melempar senyum, begitu sampai di meja tersebut, tanpa canggung Deasy langsung menghambur pelukan dengan erat. "Duhh akhirnya bisa ketemu. Aku udah kangen banget sama kamu, Ve," ungkap Deasy saat mengurai pelukan. Menarik kursi, kemudian duduk tepat berhadapan dengan wanita cantik yang tak lain adalah Velove Arianna Wijaya. Sempat ikut bersama Erwin untuk tinggal beberapa saat di luar negeri, pada akhirnya Velove kembali ke Indonesia. Karena merasa rindu, ia pun memutuskan untuk mengajak Deasy bertemu setelah sekian lama terpisah. "Aku juga kangen banget sama kamu. Gimana kabar Tante Della? Baik-baik aja. Kalian masih tinggal bareng, kan?" Velove tahu benar, setelah kematian sang ayah beberapa waktu silam, Deasy memang memutuskan untuk tinggal bersama ibunya. Padahal, sebelum itu, Deasy sering kali berselisih paham dengan mendiang sang ayah dan memutuskan untuk tinggal sendiri. Mungkin, karena tidak tega, sahabatnya itu memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Entah, apakah sekarang masih bertahan, atau kembali ke asal dengan tinggal terpisah. "Mama baik-baik aja, Ve. Tapi, udah beberapa bulan belakangan ini aku kembali ke apartemen." "Kenapa?" Velove tampak penasaran. Sepengetahuannya, Deasy itu lumayan dekat dengan ibunya. "Kamu berantem sama Tante Della?" Deasy menggeleng. "Nggak berantem, sih. Cuma beberapa waktu belakangan aku dapat proyek besar dan sering banget pulang larut malam. Ketimbang Mama kepikiran liat aku pulang larut terus, aku izin aja untuk beberapa waktu ke depan tinggal di apartemen dulu sampai proyek yang aku kerjakan ini selesai." Velove mengangguk paham. Masuk akal dengan alasan yang Deasy kemukakakan kepadany. Ketimbang membuat khawatir, memang lebih baik untuk sementara waktu sahabatnya itu tinggal terpisah. "Kabar kamu gimana? Baik-baik aja sama Erwin?" Velove menarik sudut bibirnya tersenyum lebar. Binar bahagia wanita itu tunjukkan secara terang-terangan seolah memberi tanda kepada Deasy bahwa dirinya memang dalam keadaan baik-baik saja atau bahkan mungkin lebih dari itu. "Aku sama Erwin juga baik-baik aja. Kamu sendiri gimana? Udah dapat pacar? Atau jangan-jangan malah udah tunangan terus mau nikah." Deasy berdecak malas. Boro-boro menikah. Kisah cintanya saja harus kandas di tengah jalan. "Aku baru putus. Cowok yang sering aku ceritakan ke kamu itu, udah nikah sama perempuan lain." "What?!" Velove tampak terkejut. "Jadi, kamu ditinggal nikah?" Deasy mengangguk tanpa minat. "Sialan banget ini cowok. Padahal, pacarannya serius banget sama aku. Kita bahkan udah sempat merencanakan pernikahan. Asal tau aja, aku udah kasih dia cinta setulus hati, pengorbanan, prioritas, dan segala macam, eh ujung-ujungnya malah hamilin perempuan lain dan akhirnya nikah beberapa waktu lalu." Velove tertawa. Di usapnya bahu Deasy agar emosi wanita itu mereda. "Yang sabar. Itu artinya emang bukan jodoh kamu. Tapi, waktu pacaran, kamu nggak sempat tidur sama cowok ini, kan?" Deasy langsung tersedak. Mana menyangka Velove tiba-tiba bertanya seperti ini. "Untungnya sih nggak," aku Deasy. "Syukurlah kalau begitu. Kalau sampai tidur bareng, kan kamu juga yang bakal rugi, Des." Deasy mengangguk sembari tersenyum hambar. Menatap kosong minuman di atas meja, wanita itu berbicara pelan. "Tidur sama danu sih nggak sama sekali. Eh, akunya malah tidur sama cowok lain. Dasar bego!" "Hah? Apa? Tidur sama cowok lain? Maksud kamu?" Velove terperanjat. Walaupun diucapkan dengan pelan, ia dengar begitu jelas apa yang Deasy katakan barusan. "Iya, saat itu aku mabuk berat terus hilang kontrol. Parahnya malah tidur sama cowok lain yang hitungannya masih anak buah aku di kantor." "Ya Tuhan, Deasy," seru Velove tidak habis pikir. "Terus hubungan kamu sama cowok ini gimana? Kamu nggak minta tanggung jawab?" Deasy langsung menggeleng. "Males, ah. Cuma sekali ini. Lagian, Zaman sekarang bukan hal tabu juga cowok cewek nggak saling kenal terus make out atau one night stand buat senang-senang. Ya, anggap aja aku lagi melakukan itu." "Dasar gila!" "Oh, ayolah, Velove. Nggak usah kolot. Semalam, aku bahkan kembali tidur sama cowok random." Kening Velove mengernyit. Belum hilang rasa terkejutnya, Deasy kembali membuatnya terbelalak dengan pengakuannya. "Maksud kamu gimana? Semalam, aku kembali ML sama cowok lain?" Deasy mengangguk santai seolah tidak ada beban dalam dirinya. "Iya, Velove sayang. Aku semalam mabuk lagi. Terus tau-tau make out sama cowok random yang nggak aku kenal." "Astaga, Deasy. Kamu kenapa jadi gila gini, sih!" "Tapi, nggak apa-apa," sahut Deasy membela diri. "Aku yakin kalau semalam ML nya sama cowok cakep," ungkapnya sembari tersenyum sendiri. Membawa tangannya, Deasy lantas menyentuh bibirnya berulang kali sembari kembali bergumam, "Aku ingat banget bibir cowok itu terasa hangat terus basah. Suka banget cara dia cium bibir aku," ungkap wanita itu dengan senyum begitu sumringah. Memejamkan mata, berusaha kembali mengingat apa saja yang sudah ia lakukan semalam. "Wangi parfumnya. Sentuhannya, kecupannya, goyangannya, dan .... ah," desah Deasy, lalu matanya membuka. "Aku ingat banget gimana dia puaskan aku semalam." Velove menatap tidak habis pikir. Entah setan apa yang sudah merasuki sahabatnya itu sampai-sampai tanpa berpikir lagi, ia langsung menoyor kepala Deasy hingga wanita itu mengaduh keras. "Sakit, Velove!" "Biarin! Biar kamu sadar. Bisa-bisanya kamu ML sama sembarang cowok. Terus, kalau kamu hamil gimana?" Deasy tertawa. Merasa lucu dengan apa yang Velove ucapkan kepadanya. "Nggak mungkin hamil, Ve. Kamu tenang aja." "Kenapa? Emangnya cowok yang tidurin kamu pake pengaman?" Deasy merotasi bola matanya. Seolah tengah mengingat sesuatu, kemudian terlihat menggeleng. "Aku sih lupa kakak tua mereka waktu itu dikasih pengaman atau nggaknya. Namanya juga mabuk. Jadi, nggak bisa jelas ngerasain itu burung dalam keadaan polos-polos nyoii atau pakai helm. Tapi, aku yakin aja nggak bakal hamil. Baru dua kali ini main suntik-suntikkannya." Velove mengembuskan napas panjang. Sudah tidak tahu lagi harus berkata apa. Telanjur basah. Kalau terjadi sesuatu, ia pun tidak bisa membantu apa-apa. "Awas aja sampai aku dengar kamu hamil. Aku bakal jadi orang pertama yang ketawain kamu." "Nggak mungkin," sahut Deasy penuh percaya diri. "Kamu tenang aja, aku nggak bakal hamil." Panjang lebar berbincang, membicarakan berbagai macam topik, Deasy dan Velove pun memutuskan untuk berpisah. Deasy sendiri memilih untuk kembali pulang menuju apartemen. Baru beberapa menit sampai, bel pada unit apartemennya berbunyi. Melangkah mendekat, buru-buru Deasy membuka pintu dan mendapati sesosok pria tengah berdiri tegap di sana. "Lucas? Mau ngapain kamu ke sini?" Memang sosok Lucas yang saat itu bertamu. Mengangkat wajahnya, pria itu dengan gugup menyahut pertanyaan Deasy. "Boleh saya masuk? Ada hal yang harus saya bicarakan dengan ibu." Tanpa curiga dan banyak bicara, Deasy mempersilakan tamunya untuk masuk. Setelah keduanya duduk di sofa, ia pun meminta Lucas untuk segera menyampaikan maksud kedatangannya. "Sebelumnya, saya mau minta maaf," kata Lucas dengan wajah sedikit tertunduk. "Minta maaf?" Deasy keheranan. Kenapa pula anak buahnya itu datang berkunjung, tahu-tahu meminta maaf tanpa sebab. "Iya, Bu. Saya mau minta maaf karena tadi pagi pergi tanpa pamit terlebih dahulu." Deasy terperanjat. Berusaha pelan-pelan mencerna apa yang Lucas katakan padanya. "Gimana? Pamit? Kenapa kamu harus pamit segala macam? Memangnya kamu ...." Kalimat Deasy terdengar menggantung. Belum sempat dirinya menyelesaikan kalimat, ia tiba-tiba saja terpikirkan sesuatu yang mana setelahnya membuat dirinya refleks terbelalak. "Jangan bilang kalau kamu yang ----" "Iya, Bu," sahut Lucas segera. Sengaja memotong ucapan Deasy. "Saya yang semalam mengantar ibu ke apartemen waktu mabuk di Bar." "T-tapi, bukan kamu kan yang jadi partner saya di atas ranjang semalam?" Lucas menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Mengumpulkan keberanian, ia pun mengangguk sembari menyahut pelan. "Sayangnya, lagi-lagi memang saya yang semalam tidur bareng Ibu. Demi Tuhan, saya sudah berusaha menolak. Tapi, Bu Deasy terus maksa bahkan yang duluan buka pakaian yang saya kenakan." Tenggorokan Deasy terasa tercekat. Mengetahui kalau ternyata Lucas yang semalam tidur bersamanya membuat kepala Deasy mendadak terasa pening. Entah dosa di masa lalu seperti apa yang sudah ia perbuat. Kenapa juga lagi-lagi harus tidur dengan cowok culun yang kakak tuanya mini macam Lucas? Ya Tuhan ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD