12. Tanggal Pernikahan

1000 Words
Gery meraih kotak perhiasan itu lalu mendekati Gea. Berdehem sebentar guna menormalkan dirinya agar tidak terlihat memalukan dimata Gea. “Gea, terima kasih karena kamu sudah menerima lamaran saya. Sebagai simbol keseriusan saya untuk menikahi kamu, tolong terima ini.” Gery menyerahkan barang mewah itu pada wanita yang juga sedang gugup sendiri sama sepertinya, saat menerima set perhiasan yang Gea tahu betul berapa ratus juta harganya. Mata Gina dan Gilda sampai melotot melihat betapa cantiknya set berlian yang Gery persembahkan untuk Gea. Sebagai seorang wanita, siapa juga yang tidak ingin memiliki perhiasaan serupa. Gea sungguh beruntung mendapat calon suami kaya raya. Lain lagi dengan Gibran. Lelaki muda itu membuang pandangan. Sangat kesal ketika mengetahui bagaiman reaksi Gea dengan pipi bersemu saat menerima barang mahal itu. Tanpa ia sadari jika tengah berdecak kesal. Sampai-sampai Gio yang duduk di sebelahnya menolehkan kepala pada sepupunya. Gio tak bisa menebak dengan apa yang sedang dipikirkan Gibran. Yang pasti Gio ikut senang karena Gea telah menemukan jodohnya. Berharap lelaki yang melamar adiknya itu benar-benar pria baik, meski Gio sedikit tidak yakin ketika memperhatikan sikap dan perilaku Gery yang sedikit arogan. Meski demikian, ucapan syukur tetap terlontar dari mereka yang ikut berbahagia malam ini. Gery kembali ke tempat duduknya. Pria itu berkata. “Oh ya, Pa. Sebaiknya untuk tanggal pernikahan ditentukan saja sekarang sekalian. Aku maunya secepatnya sebelum Gama dan Gendis menikah.” Ghufran tertawa sembari menggoda. “Rupanya Gery sudah tidak sabar untuk segera menikah.” Tanpa beliau sadari jika candaan itu justru menyakiti hati putra tunggalnya. Sejak tadi hanya Gibran seorang yang berwajah masam. Gustaf, ayah dari Gea yang sepertinya masih kurang yakin karena terlalu mendadak jika membicarakan soalan pernikahan karena menikah itu juga memerlukan persiapan yang matang dan tidak bisa dadakan. Tapi beliau pun kembali menyerahkan semua pada Gea dan keluarga Gery. “Kalau keinginan Gery begitu, saya sebagai walinya Gea ikut saja.” Gandhi pun tidak keberatan karena memang semestinya demikian. Gery lah yang menikah lebih dulu sebelum Gama jika memang Gery sudah mendapatkan calon istri. “Papa setuju saja, Ger. Bukankah niat baik harus disegerakan. Benar begitu kan Pak Gustaf?” Gustaf menganggukkan kepalanya. Gery berpikir sejenak. “Bagaimana jika satu bulan dari sekarang?” Sontak jawaban Gery mengejutkan Gea. Wanita yang sejak tadi hanya diam menyimak obrolan keluarganya kini ikut ambil suara. “Mas Gery apa-apan, sih. Sebulan itu kecepetan.” “Loh, bukankah aku sudah mengatakan padamu ... sebelum Gama dan Gendis menikah kita yang akan nikah duluan.” “Kenapa juga nggak barengan.” “Aku yang lebih tua dan ngak mau dilangkahi Gama.” “Tapi jangan sebulan juga. Saya belun siap.” “Lalu siapmu kapan?” “Memangnya Gama menikahnya kapan?” Kali ini tatapan Gea tertuju pada Gama. Lelaki muda itu cengengesan sambil berpikir. “Eum ... mungkin kurang dari enam bulan." “Tuh, kan enam bulan lagi. Jadi masih ada waktu lah, Mas. Jangan mendadak banget. Mas Gery pikir nikah nggak perlu persiapan apa-apa." Dan perdebatan keduanya malah disaksikan oleh pihak keluarga. Gwen yang lagi-lagi harus menengahi keras kepalanya Gery. Perempuan cantik itu menyentuh lengan Putranya. “Gery, apa Gea katakan itu benar. Sebulan itu kecepatan. Sepertinya kamu ini ngebet banget mau nikah.” Gama malah ikut ikutan menggoda. Entah kenapa dia suka sekali menggoda kakaknya ini. “Iya. Pakai alasan aku segala. Kalau memang sudah nggak tahan ya ngomong saja yang jujur, kak. Nggak usah bawa-bawa aku segala.” Gery melotot pada adiknya yang malah membuat Gama menahan diri untuk tidak tertawa melihat kekesalan kakaknya. "Kalau inginnya Gea bagaimana? Kami ikut saja. Iya kan, Ger?” Kepala Gery menggeleng. “Saya kasih kamu waktu sampai tiga bulan saja Gea. Nggak lebih.” Gea mendelik judes pada Gery yang seolah terburu-buru sekali. Memang alasan Gery untuk cepat menikah, masuk akal. Berpikir sekali lagi. Mungkin Gery tidak ingin tergoda oleh Gendis yang akan menjadi istrinya Gama. Gea pun tahu bagaimana Gery yang ikut-ikutan mengejar Gendis akhir-akhir ini. Jadi sekalian saja Gea membantu menyelamatkan Gendis dari rasa suka Gery. “Baiklah. Tiga bulan dari sekarang," putus Gea pada akhirnya. “Oke, deal ya?” Jika Gea setuju saja merencanakan pernikahan tiga bulan dari sekarang, beda dengan Gustaf, Gio dan Gina. Yang sejak tadi Gio diam pun angkat suara. “Dek, tiga bulan itu cepet, loh. Kenapa nggak tahun depan saja biar ada banyak waktu untuk persiapan.” Bukan tanpa alasan Gio memberikan usulan demikian. Ini semua dia bandingkan dengan waktu menikah dulu yang begitu ribet dan riweh. “Ngga papa kak. Asalkan bukan pernikahan yang mewah, waktu tiga bulan kurasa sudah cukup.” “Bukankah setiap perempuan itu memiliki pesta pernikahan impian? Yakin kamu hanya ingin pernikahan sederhana saja?” Gandhi tahu keresahan keluarga Gea oleh sebab itulah Gandhi mengutarakan sebuah rencana. “Jadi begini Pak Gustaf, Mas Gio, dan Bu Gina. Karena Gery dan Gea sudah memutuskan akan menikah tiga bulan lagi, saya setuju saja, karena mungkin alasan Gery sebab dia tidak ingin dilangkahi adiknya. Jadi nanti kita akan langsungkan akad nikahnya saja dulu disertai dengan tasyakuran kecil kecilan. Baru setelahnya nanti resepsi pernikahannya kita jadikan satu dengan resepsinya Gama. Bagaimana?” “Oh, jadi adiknya Gery juga akan menikah?” Gustaf bertanggung karena beliau juga baru tahu mengenai hal ini "Iya benar. Sekitar enam bulan lagi ya, Gam?” Gama mengangguk. Gustaf dan Gina saling pandang lalu meminta persetujuan Gio juga. Anggukan kepala Gio membuat Gustaf yakin merima rencana dari Gandhi. “Baiklah Pak Gandhi saya setuju saja. Gea bagaimana? Kamu setuju juga?” Gea menganggukkan kepalanya terlalu malas menanggapi keinginan Gery yang macam-macam tentunya. "Saya ikut saja." "Baiklah.Jika begitu kita tetapkan tiga bulan dari sekarang akan dilangsungkan acara akad nikah. Jangan lupa Gery dan Gea juga harus mengumpulkan semua berkas untuk pengajuan nikah." "Itu soalan gampang, Pa. Nanti ada Gavin yang akan membantu." Gea mencebikkan bibirnya karena urusan pribadi saja, Gery tetap harus mengandalkan Gavin. Kasihan sekali asisten pribadinya Gery. Ganteng-ganteng harus jadi suruhannya Gery. Dan karena mereka sudah mendapatkan kesepakatan, Gina mempersilahkan tamunya untuk menikmati hidangan makan malam yang sudah disiapkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD