11. Lamaran Gery Diterima

1202 Words
Gustaf hanya tertawa sembari menggelengkan kepalanya karena lelaki muda yang akan melamar putrinya, sepertinya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Gea. "Pak Gery cari Gea? Gea masih di dalam. Panggil mamanya tadi," ucap Gustaf memberi tahu karena beliau paham sekali bahwa Gea lah yang Gery cari. Namun, senyum Gery pudar kala menyadari sesuatu. Sebuah panggilan yang dia benci tak hanya sering dilontarkan oleh Gea tapi papanya Gea malah sekarang ikut-ikutan juga. Dia pun berdehem. "Eum, Pak ....," ucap Gery tertahan. Sial, dia lupa siapa tadi nama papanya Gea. Menyadari Gery yang tengah sibuk mengingat-ingat, Gustaf tersenyum lagi lalu berkata, "Nama saya Gustaf." Gery nyengir merasa malu dengan dirinya sendiri. Mengusap tengkuknya sebelum kembali berkata, "Iya. Maksud saya Pak Gustaf. Tolong jangan panggil saya dengan sebutan Pak Gery. Panggil nama saya saja." Lagi-lagi Gustaf terkekeh. "Iya ... iya, Maaf. Saya pikir karena Anda adalah bosnya Gea jadi saya ikut-ikutan Gea panggilnya Pak Gery." Ghufran yang sejak tadi mendampingi ikutan bertanya, "Jadi benar yang Gery ini adalah atasannya Gea?" Gery menganggukkan kepalanya. "Wah, sebuah kehormatan bagi keluarga kami sampai-sampai Gea kepincut sama bosnya sendiri." "Bukan Gea yang kepincut sama saya. Tapi kebalikannya. Saya lah yang kepincut dengan putri Pak Gustaf." Mereka tertawa-tawa dengan Gery yang terang-terangan berkata demikian. Gio pun sedari tadi sibuk menilai sosok lelaki yang akan menjadi adik iparnya. Sementara Gibran hanya tersenyum masam di atas kebahagiaan Gea beserta keluarganya. Gandhi selaku orang yang memegang tanggu jawab dalam itikad baik Gery malam ini mulai membuka suara. "Oh, ya, Pak Gustaf. Sebelumnya saya minta maaf jika boleh bertanya Gea sedang ada di mana sekarang? Karena tujuan kami sekeluarga datang ke sini malam ini, selain untuk bersilahturahmi dan saling berkenalan dengan Pak Gustaf sekeluarga, saya selaku orangtua kandung Gery memiliki keinginan untuk melamar putri Pak Gustaf yang bernama Gea." Gustaf tentu saja senang dan bahagia. Jika diperhatikan keluarga Gery adalah keluarga berada. "Suatu kehormatan karena Pak Gandhi sekeluarga sudi kiranya datang ke rumah kami. Gea nya masih di dalam. Sebentar akan dipanggil oleh kakaknya. Gio, tolong panggil Gea dan mama. kenapa lama sekali." Di saat yang bersamaan Gea muncul bersama dua orang wanita dewasa. Gustaf yang menyadari kehadiran putrinya pun berkata. “Nah, ini dia Gea yang sejak tadi Gery tunggu-tunggu.” Sontak Gery mendongak. Dengan mata berkedip-kedip memastikan bahwa wanita yang ada di hadapannya ini memang benar Gea. Cantik. Satu kata yang sukses dilontarkan oleh Gery meski hanya di dalam hatinya saja karena tumben sekali seorang Gea mau berdandan feminim seperti ini. Rupanya tak hanya Gery yang tengah memandang takjub pada sosok Gea. Namun, ada Gibran yang hatinya langsung ketar ketir melihat Gea dengan segala pesonanya. Sepupunya ini sebenarnya memang cantik. Tapi Gea memang jarang menunjukkan kelebihannya itu. Gea yang dalam kesehariannya selalu tampil apa adanya. Mau berdandan pun jarang-jarang apalagi jika pergi bekerja. Hanya memakai sunscreen dan lipbalm. “Selamat malam. Perkenalkan saya Gina, Mamanya Gea. Dan ini Gilda tantenya Gea.” Kekaguman Gery terkikis dengan suara mamanya Gea yang sedang memperkenalkan diri. Gery lekas membuang pandangan setelah Gama beberapa kali menyikutnya. Adiknya itu malah berbisik. “Jaga pandangan.” Gery melotot tidak terima sebelum pada akhirnya memilih membuang muka. Sungguh merutuki kejailan Gama yang sejak tadi tak henti menggodanya. “Salam kenal. Saya Gwen mamanya Gery. Di sebelah saya ini Gandhi Ganesha papanya Gery. Nah, yang itu Gery anak tertua saya dan sebelahnya adalah Gama anak kedua saya.” Acara saling perkenalan yang diselingi dengan canda tawa agar tidak membosankan sebelum mulai acara utama. “Oh, jadi ini yang namanya Gery, atasannya Gea. Senang dapat berkenalan dengan keluarga Ganesha.” Setelah berbasa-basi sebentar di antara para orang tua, pada akhirnya Gandhi memulai pembicaraan ke arah yang lebih serius mengenai tujuan mereka datang ke rumah ini. “Jadi begini Pak Gustaf ... Bu Gina. Seperti yang tadi saya sampaikan. Kedatangan keluarga kami ke rumah ini selain karena ingin bersilaturahmi, juga saya selaku orangtua Gery ingin mengutarakan maksud baik kami untuk melamar Gea sebagai istri dari anak pertama saya ... Gery. Bagaimana Pak ... Bu. Apakah sekiranya maksud baik kami bisa diterima?” Jangan ditanyakan lagi bagaimana girangnya Gina dan Gustaf. Seolah mendapatkan durian runtuh karena anak perempuan mereka yang terkenal tomboy, galak dan hampir tidak pernah menggandeng lelaki tiba-tiba saja ada sebuah keluarga kaya yang mana adalah pemilik perusahaan tempat Gea bekerja, datang melamar. Tentu saja mendapat suatu kehormatan yang besar sehingga Gustaf tidak mungkin menolaknya. Namun, sebagai orangtua, Gustaf juga tidak ingin egois untuk memutuskan sepihak dengan apa yang menjadi permintaan Gandhi Ganesha. “Pak Gandhi, suatu kehormatan bagi keluarga kami karena keluarga Ganesha sudi meminang putri kami sebagai istri dari Gery. Tapi saya juga tidak bisa memutuskan sendiri. Saya serahkan kembali keputusan dan jawaban kepada putri saya ... Gea,” jawab Gustaf dengan sopan agar jawabannya tidak menyinggung perasaan. “Oh, tentu saja. Kami ingin mendengar secara langsung dari Gea. Apakah Gea bersedia untuk menikah dengan putra saya, Gery?” Semua mata kini tertuju pada Gea. Jangan ditanya bagaimana gugupnya gadis itu karena diperhatikan oleh banyak orang seperti ini. Terlebih ketika kedua netranya bersiborok dengan tatapan tajam Gery. Gea menelan saliva kesusahan. Tidak mungkin juga dia menolak jika semua proses sudah sejauh ini. Sebelum menjawab, bisa-bisanya Gea melayangkan pandangan pada Gibran. Lelaki yang membuatnya jatuh cinta, juga mematahkan hatinya. Andai Gibran belum memiliki pasangan, mungkin Gea tidak akan segan-segan mengutarakan semua isi hatinya kala sepupunya itu pulang dari Kairo. Rasanya tersiksa sekali di saat harus menahan rasa cinta selama ini. Sayangnya Gea kalah cepat dari sosok Hiba yang telah ber ta'aruf dengan Gibran sehingga patah hatinya itu membuat Gea memilih mundur dan yah, dia menerima lamaran Gery saja. Setidaknya dengan engan hidup bersama orang yang menyebalkan seperti Gery, akan membuat hidupnya lebih berwarna, lalu dapat mengobati patah hatinya. Begitu kira-kira yang Gea pikirkan. Lain halnya dengan apa yang sedang berkecamuk di dalam benak Gibran. Pria itu sepertinya sedang tidak waras karena berharap Gea akan menolak lamaran ini meski itu adalah hal yang sangat mustahil dilakukan oleh sepupunya. Mengingat lelaki yang akan melamar Gea adalah sosok lelaki potensial untuk dijadikan suami. Gea pejamkan matanya sebentar, sebelum menjawab, “Ya, saya terima lamarannya Mas Gery.” Senyum lebar tersungging di bibir Gery. Pilihannya tidak pernah salah dan Gea adalah wanita yang tepat untuk dia jadikan istri sekaligus menjadi alat untuk bersaing dengan Gama. Jangan sampai reputasinya sebagai seorang lelaki dan seorang kakak hancur lantaran Gama yang akan menikah duluan. Oh tidak, Gery tidak akan membiarkan hal itu terjadi dan dengan Gea menerima lamarannya kali ini maka Gery dengan jumawanya akan menetapkan tanggal pernikahan satu bulan lagi. Jawaban dari Gea melengkungkan senyuman di bibir para keluarga dua belah pihak kecuali Gibran tentunya. Pria itu kecewa tapi tak mampu berbuat apa-apa. “Gea, terima kasih karena sudah bersedia menerima lamarannya Gery,” ucap Gwen penuh senyuman kelegaan. “Sama-sama, Bu.” “Eh, jangan panggil Bu. Panggil mama saja seperti Gery dan Gama memanggil saya. Lagipula sebentar lagi Gea juga akan menjadi menantu mama.” Gea tersenyum malu-malu. Ditambah Gery yang sejak tadi begitu menyebalkannya malah terus meliriknya dengan senyuman terpatri di bibir pria itu. Gwen menyenggol lengan putranya. “Ger, itu set perhiasannya kasihkan ke Gea sebagai simbol pertunangan kalian.” Dengan gugup dan grogi Gery pun menurut dengan apa yang mamanya perintahkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD