FL 09

2076 Words
Di Perusahaan V-Corporation. Terlihat seorang CEO muda tengah bersikutat dengan berkas-berkas yang begitu menumpuk di atas meja kerjanya. Pemuda itu yang tak lain adalah Vernon. Pemuda tersebut terlihat begitu sibuk menanda tangani kertas-kertas yang entah apa isinya, hingga tak menyadari adanya sosok lain yang sedari tadi memperhatikan nya dari jarak jauh, Caisa. Sosok gadis yang merupakan teman dari Daniel dan Vernon. Gadis itu sudah lama mengejar Vernon bahkan tak jarang ia menyatakan cintanya secara terang-terangan. Lalu bagaimana respon Vernon? Tentunya pemuda itu selalu menolak, karena di dalam hati nya hanya ada satu nama, nama gadis yang menduduki tingkat tertinggi di dalam hati nya, melebihi siapapun, Maura Laurensia. Caisa yang kebetulan bekerja di kantor milik Vernon, sengaja mendatangi ruangan  CEO, muda tersebut. Dengan alasan untuk mengajaknya makan siang. "Ver.....ini sudah waktunya makan siang, istirahatlah....ayo kita makan siang bersama," ajaknya, seraya mendekati tempat duduk Vernon dan menumpukan dagunya di pundak pemuda tersebut. "Cai..... jaga sikap mu, ini di kantor. Dan kau tau, aku sudah beristri," datarnya. "Aku tidak peduli," rengeknya manja. Vernon hanya mendengus sebal. Tak ingin berdebat dengan gadis di sampingnya ini yang hanya akan menghambat pekerjaan nya. Yang terpenting ia hanya menganggap gadis itu tak lebih dari seorang teman saja. Maura merasa bosan berada di dalam Mansion besar nya, entah mengapa ia tiba-tiba ingin berkunjung ke kantor milik suaminya, penasaran sebesar apa Perusahaan yang katanya menduduki peringkat terkaya pertama di Negara Indonesia tersebut. Walau sebenarnya Vernon tidaklah asli orang Indonesia, hanya saja masih mengalir darah orang Indonesia dari Mamanya sedang Papanya orang Amerika. Dan Maura, dia hanya lah gadis biasa yang menetap di negara tersebut. Yang entah kedua orang tua nya orang mana ia bahkan belum bisa mengingatnya. Yang ia tau sedari kecil sudah tinggal bersama Paman dan Bibinya. Maura sengaja memasak masakan spesial, untuk ia bawa ke kantor sang suami, ini kali pertama baginya memasakkan makanan untuk pemuda tersebut. Selesai dengan acara memasaknya, ia segera memasukkan masakan tersebut kedalam kotak bekal. Setelah semua siap ia segera menyambar kunci mobil dan bergegas pergi ke kantor Vernon, sedikit terburu-buru memang. Mengingat hari sudah semakin siang, ia takut jika sang suami keburu makan siang di luar. Kenapa dengan Maura? Kenapa gadis itu terlihat sedikit perhatian pada sang suami? Entahlah, ia hanya merasa bersalah. Sedikit menyenangkan pemuda itu tak ada salahnya bukan?. Sesampainya di kantor milik Vernon. Maura sedikit terkejut, ia terperangah kagum melihat bangunan besar, megah mungkin setara dengan 4 Mansion jika di gabungkan. Namun ia segera menetralkan ekspresi nya, tak lucu bukan? Jika ketahuan orang lain. Seorang istri CEO terkaya di abad ini, terlihat sangat norak. Maura di antar oleh seorang karyawan untuk menuju ke ruangan sang suami, sengaja memang ingin memberi pemuda itu kejutan dengan kedatangan nya. Ia sampai di salah satu ruangan, bukan ruangan sang suami melainkan ruangan Daniel, Sekretaris pribadi suaminya. "Ah, Maura..," terkejutnya, sedikit gelagapan. Maura menautkan kedua alisnya, heran. Kenapa dengan pemuda itu? Kenapa seperti ketakutan? Batinnya. "Aku ingin menemui Vernon, dia ada kan?," Tanya Maura, tak ingin basa-basi. Dan langsung melenggang ingin memasuki ruangan sang suami. Karena memang ruangan itu bersambungan, jadi harus melewati ruangan Daniel dahulu sebelum memasuki ruangan Vernon. Belum satu langkah Maura melangkahkan kakinya, Daniel sudah menarik tangan nya. "Ah, Maura.... Vernon sedang tidak ada di dalam," paniknya, ia tak ingin Maura salah paham pada suaminya. Karena ia sudah terlampau hafal dengan kelakuan Caica. Yang selalu menggoda Vernon, tapi ia tau betul sahabatnya itu bukanlah tipe lelaki yang gampangan. "Kenapa? Sebenarnya ada apa? Aku ingin memastikan sendiri kalau Vernon ada atau tidak di dalam," gerutu gadis itu. "Sudah aku bilang, dia tidak ada," bohong Daniel lagi. Maura merolling bola matanya malas. "Aku adalah istri dari pemilik kantor ini, jadi kau tidak berhak untuk mencegahku Tuan," kini Maura sudah benar-benar emosi, ia merasa di permainkan. Sekaligus penasaran ada apa sebenarnya di dalam ruangan sang suami. Daniel sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dengan terpaksa ia membiarkan gadis itu masuk kedalam ruangan Vernon. Maura membuka pintu besar ruangan tersebut, seketika kedua matanya membelalak lebar. Bekal yang ia pegang jatuh ke lantai tak berdaya. Entah mengapa ada rasa bergemuruh di dalam hatinya, kala melihat seorang gadis cantik yang kini bergelayut di lengan sang suami. "Vernon," lirihnya, baru kali ini ia merasakan sakit di dalam hatinya. Yang ia sendiri tak tau apa penyebab nya. Vernon tersentak kaget dan melepaskan pelukan gadis di sampingnya. Maura mematung dengan air mata yang sudah mengalir indah di kedua pelupuk matanya. Ia tak ingin menangis, tapi entah mengapa seolah air mata itu keluar dengan sendirinya tanpa di suruh. Vernon bergegas berdiri dan menghampiri sang istri. Sebelum gadis itu lari, meninggalkan ruangan tersebut. "Sayang.... dengarkan penjelasan ku dulu,"  teriak Vernon sambil mengejar Maura yang kini berlari memasuki lift. Vernon bergegas masuk sebelum pintu lift itu tertutup kembali. Ia meraih tubuh gadis itu dan memeluk nya erat. Meski sang gadis menolak sekuat tenaga. "Lepaskan aku,... kenapa kau mengikuti ku ha? Aku ingin pergi," tangisnya, berusaha melepaskan pelukan sang suami. Namun bukannya melepaskan, Vernon justru semakin erat memeluk tubuh sang istri. Hingga terlihat gadis itu melemas dan berhenti melawan. "Ku mohon dengar kan aku dulu sayang,.... Ini tidak seperti dengan apa yang kau lihat," lirih Vernon, tanpa ada rasa emosi sedikitpun. "Tidak ada yang perlu kau jelaskan lagi, aku tau posisiku. Aku tau siapa diriku," sahut Maura di sela isakanya. "Sstt.....jangan bicara seperti itu lagi, aku tak ingin mendengar apapun," sergah Vernon. "Aku tau kita menikah karena keterpaksaan, aku yang salah. Harusnya aku tak melarang mu bahagia dengan gadis pilihanmu," ucap Maura, ucapan ini benar-benar berasal dari lubuk hatinya yang terdalam. Ia kembali menyadari bahwa dirinya tak pantas bersanding dengan pemuda ini. Ia tak lebih hanya seorang gadis parasit, yang kapan saja bisa di singkirkan. Namun ia berjanji, akan menyingkirkan dirinya sendiri terlebih dulu sebelum orang lain membuangnya. Maura cukup tau diri, akan hal itu. Vernon semakin sakit, kala sang istri tak ingin mendengar semua ucapannya. Terpaksa ia harus membungkam mulut sang istri dengan bibirnya. "CUPPP.... Vernon mengecup bibir sang istri, meremas pinggang ramping gadis tersebut. Merengkuh nya erat agar semakin dekat dengan nya. Memberi lumatan kecil, sampai gadis itu terlihat lebih tenang. Vernon melepas pagutan nya, dan memegang kedua pundak sang istri. "Sekarang bisa dengarkan penjelasan ku hm?," Tanyanya, dan di balas anggukan lemah oleh sang istri. Vernon kembali tersenyum, dan memeluk mesra tubuh sintal wanita tersebut. Ia berencana ingin mengajak Maura pergi ke suatu tempat. Untuk menjelaskan semuanya, agar wanita itu tak salah paham lagi dengan nya. Mereka sampai di lantai bawah dan langsung menuju ke garasi mobil pribadi, tempat Vernon memarkir kan kendaraan nya. "Kau mau kemana? Bukankah pekerjaan mu masih banyak? Aku bisa pulang sendiri. Aku membawa mobil," tuturnya, sembari melenggang ingin menuju ke parkiran mobilnya berada. Vernon merengkuh kembali pinggang sang istri, menatap nya begitu intens. "Siapa yang ingin mengantar mu pulang hm? Aku ingin mengajak istriku tercinta pergi ke suatu tempat," ucapnya sembari tersenyum tipis. "Tapi...mobil ku?," "Biarkan anak buah ku yang mengantarkannya ke Mansion," ucap nya, terpaksa Maura hanya bisa menuruti permintaan pemuda menyebalkan tersebut yang sayang nya sangat tampan. Sesampainya di suatu tempat, tempat yang begitu indah. Maura membelalakkan matanya heran. "Kenapa kita ke sini?," "Aku hanya ingin mengajak mu jalan-jalan saja, kau pasti sangat bosan di Mansion terus," tuturnya sembari tersenyum. Maura terdiam ia masih marah pada pemuda di sampingnya ini. Ia sebal, kenapa suaminya ini gampangan sekali? Apa kelakuan nya memang seperti itu saat di kantor?. Hati Maura mendumal. "Kenapa kau diam saja hm? Kau masih marah padaku? Baiklah, ayo duduk sini," sang suami menuntun tubuh sang istri untuk duduk di salah satu kursi di pinggiran danau. Vernon mendudukkan tubuhnya di hadapan sang istri, berjongkok seraya memegang kedua tangan wanita tersebut. "Istriku yang cantik... dengar kan suami mu ini, kau lihat gadis tadi? Dia Caica sahabatku dan Daniel sejak kecil. Dia memang seperti itu suka sekali menggoda ku," "Bilang saja jika kau suka di goda seperti itu," sahut Maura, menarik kedua tangannya dan bersedekap d**a. Memalingkan wajahnya. Vernon tersenyum dan mendudukkan tubuhnya di samping sang istri, memeluk pinggang ramping nya. Dan menopang kan dagunya di pundak wanita tersebut. "Kau cemburu hm?," "Tidak...." "Iya kau cemburu," "Sudah ku bilang tidak, ya... tidak," marah Maura. "Maksud mu tidak rela jika melihat ku dengan gadis lain begitu? Itu sama saja namanya cemburu sayang," goda Vernon. Maura memicingkan matanya ke arah pemuda di sampingnya. "Kenapa kau menyebalkan sekali ha?," "Karena aku suka jika kau cemburu pada ku sayang,....itu artinya kau benar-benar mencintaiku," Maura terdiam, ia kembali berfikir. 'Benarkah aku cemburu pada Vernon? Benarkah aku mencintai nya? Ini tidak boleh terjadi.' "Sayang..... kenapa kau diam saja hm? Apa kau masih marah pada ku? Pukul aku, marahi aku sesuka mu. Asal kau tidak marah padaku lagi," ucap Vernon lembut. Maura hanya menggeleng kan kepalanya, ia percaya bahwa suaminya ini tidak pernah berbohong pada nya. "Aku percaya pada mu," lirih Maura. Vernon tersenyum dan kembali memeluk tubuh sang istri. "Terima kasih sayang.... sudah mempercayai ku," "Tapi kau harus janji pada ku, jangan mau jika gadis itu mendekatimu seperti tadi," cemberut wanita cantik itu. "Iya...sayang, iya....kalau perlu aku akan memecatnya," ucap Vernon sembari mencubit sayang, pucuk hidung sang istri. "Kenapa harus memecatnya? Kau jahat sekali," "Karena aku akan melakukan segala nya untuk kesayangan ku," tuturnya, yang mana membuat sang istri tersenyum malu.. "Tidak perlu melakukan itu Ver, aku percaya pada mu," ucap Maura dengan senyum manis nya. Vernon ikut tersenyum dan mengecup sekilas bibir sang istri. "Sayang... lihatlah! Ukiran nama di pohon ini, apa kau percaya dengan ucapan orang-orang bahwa siapapun yang menulis kan nama mereka dan pasangannya di pohon ini. Maka cinta mereka akan abadi," ucap pemuda itu. Maura hanya tersenyum. "Aku tidak percaya akan hal seperti itu Ver," kekeh nya, jujur hatinya terasa nyeri mendengar ucapan sang suami. 'Percuma saja Ver,... sekalipun kita mengukir jutaan nama kita berdua disini. Cinta kita tidak akan pernah abadi, kita tidak mungkin bisa bersatu. Karena aku yang akan pergi dari hidupmu.' "Tidak ada salahnya kan kita mencobanya," seru Vernon seraya mengambil belati kecil yang memang tersedia di sana. Mengukir huruf M & V, di kulit pohon tersebut, membatasi ukiran nama itu dengan garis hati. "Tempat ini akan menjadi saksi dimana Vernon telah mengunci hatinya untuk Maura seorang," ucap Vernon seraya meletakkan telapak tangan lembut sang istri di dadanya. "Sekalipun aku meninggalkanmu? Apa kau akan tetap mengunci diriku di dalam hatimu?," Tanya Maura, pertanyaan serius yang terpendam dalam hatinya. "Aku tidak akan pernah melepaskan diri mu sayang, dan aku berjanji akan tetap mengunci namamu di dalam hatiku. Sekalipun ada jutaan wanita cantik yang datang menggoda ku, tak akan ada yang mampu menggantikan posisi mu di sini," ucapnya yakin. Maura tersenyum manis, entah mengapa. Mendengar jawaban sang suami, hatinya terasa tenang. Ia hanya tak yakin pemuda itu akan menepati janji nya setelah tau siapa sebenarnya dirinya, yang tak lebih hanya seorang penipu. "Em...aku percaya pada mu," sahut Maura kemudian. "Karena kau wajib percaya pada ku sayang, seorang Vernon Fernando pantang mengingkari janjinya," "Aku harap juga begitu,"  Setelah beberapa menit berlalu, mereka memutuskan untuk kembali pulang. Kebetulan tiba-tiba sekali cuaca menjadi mendung. Seolah tak ingin menyaksikan kemesraan mereka berdua. Di tengah perjalanan menuju Mansion, tiba-tiba saja mobil yang mereka kendarai mogok. Terpaksa Vernon harus menghubungi montir untuk memperbaiki mobilnya, sedikit lama menunggu jemputan dari sopir pribadinya. Mereka memutuskan untuk pergi ke kafe terdekat. Saat menuju kafe tesebut mereka tidak sengaja, melihat anak kecil beserta ibunya. Anak itu terlihat menangis meminta es krim, namun sepertinya sang ibu tidak memiliki uang untuk membelikan anak nya es krim. Vernon mendekati anak tersebut, berjongkok di hadapan nya. "Hei jagoan, kenapa menangis hm?," Tanyanya. "Aku ingin eskrim itu," tunjuknya pada salah satu kedai es krim di dekat kafe. "Baiklah...ayo kita beli," ajak Vernon. Namun ibu dari anak tersebut merasa tak enak hati dan menolak. "Tidak usah Tuan, jangan hiraukan anakku," lirihnya. "Tak apa Nyonya, sungguh. Aku hanya menyukai anak-anak," ujar Vernon dengan senyum tampannya. Dan akhirnya wanita itu mengiyakan keinginan pemuda itu. Maura tanpa sadar ikut merasa terketuk hatinya, ia tak menyangka jika akan bertemu dengan pemuda se sempurna Vernon. Ia teringat tentang kehamilan palsu nya tempo hari. Berlahan ia mengelus perut datar nya. 'Bagaimana seandainya aku benar-benar mengandung anakmu Ver.., kenapa aku menginginkan nya?.' Wanita yang berada di dekat Maura tersenyum simpul dan mendekatinya. "Apa dia suami mu nak?," Maura tersentak dan tersenyum. "Iya Nyonya.... dia suamiku," "Kelihatan nya dia sangat menginginkan seorang anak, aku doakan... semoga kalian berdua segera di karuniai seorang momongan," harap wanita itu. "Iya Nyonya, terima kasih," sahut Maura, entah mengapa ia ikut senang mendengar doa dari wanita tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD