FL 07

1419 Words
Maura merasa terusik oleh cahaya sinar matahari yang menerobos masuk dari celah-celah korden jendela kaca besar, ruang kamar mewahnya. Tubuhnya menggeliat kecil, meraba area samping kasur besarnya dan tak merasakan adanya sosok seseorang di sana. Wanita itu membuka kedua matanya lebar-lebar, dan baru menyadari bahwa sang suami sudah tak ada di sampingnya. Kemudian meraih jam weker di atas meja nakas samping kamar tidur tersebut. Seketika kedua matanya melotot syok, melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.00. "Sial..... kenapa aku kesiangan," gerutunya, menuruni kasur king size nya cepat. Dan segera berlari menuruni tangga, namun tak mendapatkan atensi siapa pun di sana kecuali para maid yang berlalu lalang. "Hei....kau, di mana semua orang?," Tanya wanita itu ketus, terdengar begitu sombong. Salah satu maid wanita berhenti dan membungkuk hormat, seraya berkata. "Maaf Nyonya muda.....Tuan dan Nyonya besar sudah pergi, ada meeting mendadak di luar kota. Sedang Tuan muda sudah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali," jelas wanita itu, takut-takut. Maura menyunggingkan sebelah bibirnya. Ia bahagia, akhirnya bisa bebas melakukan apapun keinginannya. Terutama berfoya-foya bersama para sahabat nya hari ini. Tanpa menyahut ucapan dari sosok maid itu, yang masih berdiri di lantai bawah, Maura bersenandung, kembali menuju ke kamar nya. Sedang di bawah, para maid sudah bergunjing. Membicarakan sosok Nyonya muda yang ternyata tak lebih dari sesosok iblis berwajah malaikat. '"Kasihan sekali Tuan muda,... karena harus menikah dengan gadis sombong seperti dia..." ' ' "Iya kau benar,...aku berharap Tuan muda segera mengetahui sifat asli istrinya," ' Begitulah kira-kira suara cicitan para pekerja di Mansion besar tersebut. Maura cepat-cepat menghubungi teman-teman nya. Mengajak nya untuk bertemu, tentu saja dengan iming-iming traktiran sepuas mereka. Dengan segera, Maura menyambar kunci mobilnya. Memakai pakaian sexy, yang mungkin bisa  mengundang atensi para lelaki hidung belang di luaran sana. Tanpa mengetahui, jika Vernon sudah menyiapkan beberapa bodyguard untuk mengawasi gerak-gerik wanita tersebut. "Hei... kau, buang semua makanan dan s**u di kamar ku. Dan jangan sampai berani macam-macam dengan harta benda ku, apa lagi berani menyentuhnya," peringat Maura, sembari menatap tajam ke arah salah satu maid yang baru saja ia panggil. "Ba...baik Nyonya muda," sahut maid tersebut dengan wajah menunduk. Maura segera melesat, memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Namun tiba-tiba, phonsel nya berdering dan terpaksa ia harus berhenti. Mengecek siapa gerangan yang menghubungi nya di tengah kebahagiaan nya saat ini. Sontak ia terkejut, membaca nama yang tertera di layar phonesel tersebut. "Ve... Vernon," lirihnya, sambil mengangkat panggilan telphone nya resah. Beberapa menit kemudian, wajah gadis itu sudah berubah pucat pasi. Bagaimana tidak, jika Vernon saja sudah mencium tindakan nya. Di tambah pemuda itu berbicara dengan nada datar, sudah pasti bahwa pemuda itu tengah marah besar saat ini. "Sial..... bagaimana ini," Maura memukul kemudi mobilnya keras, kemudian menyenderkan kepalanya di kursi mobil yang ia duduki. Memijit pelipisnya, sungguh ia tak pernah merasa segelisah ini. "Astaga..... bagaimana ini, aku takut," rintihnya dalam hati. Hanya satu cara agar Vernon tidak marah padanya, dan sekaligus kesempatan emas baginya untuk mengakhiri perihal kehamilan palsunya. Wanita itu terlihat tengah bersemirk. Mungkin ada rencana yang sedang ia fikirkan. "Aku memang pintar," pujinya pada diri sendiri. Dengan cepat ia melajukan mobil nya dan sengaja membanting setir agar menyerempet pengendara mobil di sampingnya. Untungnya mobil yang ia kendarai hanya tergelincir dan menabrak pembatas jalan, namun tak terlalu parah. Ia hanya merasa sedikit pusing karena kepala nya terbentur kemudi mobil yang ia kendarai. Begitu pun dengan mobil yang ia serempet, hanya mendapat goresan sedikit pada body mobil nya. Tak terlalu jadi masalah. Jujur Maura masih sangat lah sadar, inilah yang ia inginkan. Demi melancarkan aksinya ia pura-pura pingsan. Semua orang panik, begitu juga dengan dua sosok bodyguard yang mengawasi mobilnya. Maura tersenyum dalam hati. ' "Oh,...jadi Vernon mengirim kan anak buahnya untuk mengawasi ku," ' batinya tertawa. Tanpa menunggu lama dua bodyguard tadi segera mengalihkan tubuh Maura ke dalam mobilnya. Dan membawakan ke rumah sakit. Tak lupa ia menghubungi sang Tuan muda terlebih dahulu. Sesampainya di rumah sakit, Maura segera di tangani oleh Dokter kepercayaan keluarga Vernon. "Tidak ada luka serius yang terjadi pada diri anda Nyonya, semua baik-baik saja," tutur Dokter yang biasa di panggil Dokter Im, tersebut. Sambil menempelkan selembar plester di kening Maura yang terdapat sedikit luka. "Dokter...aku butuh bantuan mu," ucap Maura serius, seraya menggenggam erat pergelangan tangan kanan Dokter tersebut. "A... apa yang bisa saya bantu Nyonya?," Gagab sang Dokter. "Bantu aku,..... bilang pada keluarga ku jika aku keguguran," pinta nya, menatap tajam ke arah sang Dokter wanita, yang kini sudah keringat dingin dengan kedua bola mata membola lebar. "Ta....tapi, bukankah anda tidak hamil?," Tanyanya takut-takut. "Turuti saja semua permintaan ku, apa susahnya ha?," Bentak Maura emosi. "Ti....tidak Nyonya, aku tidak bisa....aku harus bilang pada Tuan Vernon tentang apa yang sebenarnya terjadi pada diri Nyonya," tolak Dokter Im, sembari membalikkan tubuhnya ingin berlalu pergi. Sebelum Maura berucap. "Kau berani melangkahkan kaki mu satu langkah, maka hidup mu dan keluarga mu akan hancur," ucapan Maura mampu membekukan tubuh Dokter Im. Merasa menang, Maura berlahan menuruni ranjang pesakitan yang ia duduki. Melangkah pelan, seraya bersedekap d**a, dengan seringaian di bibir manisnya. "Kenapa hm? Lanjutkan jika kau mau reputasi mu hancur. Tapi.... jika kau menuruti kemauan ku, maka aku tak akan mengusik kehidupan mu dan aku akan menambahkan gajimu 10x lipat," tawar Maura, menatap tajam tepat di depan wajah Dokter Im. "Ta...tapi, aku takut Nyonya," gelisah sang Dokter. "Tidak ada yang perlu kau takutkan, selagi kau bisa menutup mulut mu, maka semua nya akan aman," sahut Maura meyakinkan. Dokter Im, menelan ludah nya susah payah. Memejamkan kedua matanya sejenak, meyakinkan diri nya sendiri bahwa pilihan nya ini adalah yang terbaik. Dokter Im, menghembuskan nafas nya panjang dan kemudian mengangguk dua kali. Tentunya Maura sudah bersorak girang dalam hati, karena dengan kekuasaan, semua yang ia inginkan akan terwujud. Di tambah lagi dengan adanya seorang CEO, terkaya di negara ini juga ada di genggaman tangannya. "Bagus..... persiapkan semua apa yang nanti bisa meyakinkan suamiku, bilang pada nya jika aku sering cek up ke sini. Jangan sampai keluarga ku curiga! Kau mengerti?," Tutur Maura, tajam. "I..iya, Nyonya.... saya mengerti," wanita yang berpakaian jas berwarna putih itu membungkuk hormat dan kemudian pergi dari ruangan VIP, tempat Maura di rawat. Dengan langkah memburu. Maura merebahkan tubuhnya kembali dan tersenyum jahat, 'akhirnya...aku terbebas dari masalah kehamilan. Dan sekarang misiku hanya lah tinggal mencari tahu, dimana Vernon menyimpan aset-aset berharga nya'.  Batin Maura, sembari menerawang langit-langit ruangan tersebut. Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan sepatu berlari menuju ruangan itu. Maura yang menyadari bahwa suara langkah kaki itu semakin mendekat kearah nya, cepat-cepat ia segera berakting dengan terbaring lemah. Dan benar saja apa yang gadis itu perkirakan. Tak lama kemudian terdengar suara deritan pintu terbuka pelan. Di iringi suara isakan lirih dari seorang pemuda yang tak lain adalah Vernon. Maura masih setia menutup kedua matanya, walau ia tau jika sang suami sudah terduduk di kursi samping ranjangnya, seraya menggenggam erat jemari mungilnya. "Sayang..... bangunlah," lirihnya, sambil mengelus lembut, pipi gadis yang tengah terbaring di hadapannya. Beberapa saat kemudian, Maura berlahan membuka kedua matanya. Menoleh ke samping dengan tatapan terluka. Yang tentunya hanya lah akting belaka. "Ver..... maafkan aku," lirih gadis itu, terdengar begitu menyayat hati. "Kenapa kau minta maaf, sayang? Aku yang harus nya minta maaf kepada mu," ucap Vernon begitu lembut, seolah takut jika menyakiti perasaan istri kesayangan nya ini. Maura menutup mulutnya menahan isakan sambil menoleh kan kepalanya ke samping, menghindari tatapan sayu dari sang suami. "Sayang... kenapa kau menangis hm? Apa kau marah padaku?," Tuturnya lagi sedikit bingung. Maura hanya menggeleng kan kepalanya tanpa menoleh ke arah sang suami. 'Dokter sialan....di mana kau, cepat datang. ' Gerutu Maura dalam hati, merutuki keleletan sang Dokter yang tak kunjung datang dan menyelesaikan tugasnya. "Aku tak sanggup mengatakan nya," Isak Maura begitu lirih, lebih terdengar seperti bisikan. "Sebenarnya apa yang terjadi sayang? Katakan padaku, jangan membuatku khawatir," gelisah Vernon, akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Dokter pribadi nya tersebut. Tak butuh waktu lama wanita yang menyandang gelar sebagai Dokter itu datang ke ruangan tersebut. "Dok....katakan, sebenarnya apa yang sedang terjadi pada istri ku?," Tanya Vernon tak sabaran. Dokter Im, menunduk resah ia takut. Selama menjadi seorang Dokter, ia belum pernah membohongi keluarga pasien, dan sekarang ia terpaksa harus melakukannya untuk menyelamatkan keluarganya. "Maafkan saya Tuan,.... janin dalam kandungan istri anda tidak dapat di selamat kan," tuturnya, berusaha senetral mungkin. Walau lidahnya terasa kelu karena berucap kata-kata dusta. Bagai di sambar petir di siang bolong. Tubuh Vernon lemas seketika, mimpi apa ia semalam? Hingga hari ini ia mendapatkan kabar buruk, kabar yang bisa menjungkir balikkan dunia nya, anak yang ia nanti-nanti kan sudah pergi. Dan tak mungkin bisa kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD