FL 06

1721 Words
"Siapa dia? Seperti nya tidak asing," sahut Sera. "Dia Daniel, Sekretaris Vernon. Jelas kau merasa tidak asing, karena memang dia sering datang ke club milik mu," jelas Maura, Sera hanya manggut-manggut tak penting. "Ayo ku antar pulang, seperti nya sudah tidak aman lagi," gerutu Sera. "Iya...hah! Padahal aku masih ingin bersenang-senang," cemberut Maura, sambil mengekor tak semangat di belakang Sera. Sesampainya Maura di Mansion nya, ia berjalan lunglai hingga tak menyadari bahwa sang Mama sudah berada di ruang tamu, menatap nya heran. "Sayang.... kau sudah pulang, tadi Vernon bilang jika kau sedang periksa kandungan, tadi Mama menjemput mu ke rumah sakit tapi tidak ada," titah wanita paruh baya itu. Maura sedikit tersentak, namun ia segera menetralkan kegugupan nya. "Ah, tadi aku ke super market sebentar Ma, dan tanpa sengaja aku bertemu dengan sahabat ku," elaknya, tak sepenuhnya bohong. Karena memang ia bertemu dengan sahabat nya, namun di bedanya di sengaja. "Oh begitu,...oiya, bagaimana keadaan calon cucuku hm? Apa dia sehat?," Tanya sang mertua semangat. "Tentu saja Ma,....baby sangat kuat," dustanya, terlalu sering berbohong membuat nya semakin terbiasa memainkan lidahnya. "Ah, benarkah? Mama turut bahagia sayang, oiya... pasti kau dan baby sudah sangat lapar. Ayo cepat makan! Mama sudah memasakkan makanan spesial untuk mu," seru wanita itu menggebu-gebu. Maura hanya tersenyum, tak enak hati. 'Astaga.... bagaimana aku bisa lapar? Jika baru saja aku menghabiskan berporsi-porsi makanan di kafe.' Gumamnya dalam hati. "Ma.....aku masih kenyang sungguh," tolaknya. Nyonya Jungnara hanya menghela nafas, ia tidak mungkin memaksa menantunya ini. "Baiklah....biar Mama simpan untuk kamu makan nanti saja ok, sekarang tidurlah," pinta sang mertua penuh kelembutan. Maura hanya mengangguk dan pergi menuju ke kamar nya, sangat lelah rasanya hampir seharian berjalan-jalan. Jangan lupakan belanjaan yang masih sengaja ia titipkan pada Sera. Maura merebahkan tubuhnya, ingin hati ia memejamkan kedua matanya, namun suara berisik deringan phonselnya tiba-tiba mengganggunya. Gadis itu berdecih malas setelah melihat siapa yang telah menghubungi nya, yang tak lain adalah Rehan, Pamannya. 'Sial.... dasar pak tua mata duitan.' Gerutunya dalam hati. Maura malas mengangkat panggilan tersebut, tanpa berbicara pun ia sudah bisa menebak bahwa pria itu akan meminta uang kepada nya lagi. Tanpa berfikir dua kali, Maura segera mentransfer sejumlah uang untuk pria tersebut. Terlampau malas berdebat dengan nya, andai ada jalan keluar lain, ia ingin sekali terbebas dari tekanan pria itu, namun semua hanya mustahil. Karena, sebelum Maura mendapatkan aset berharga milik keluarga ini, sang Paman tidak akan pernah melepaskan nya begitu saja. Hari pun semakin larut malam, Vernon belum juga kembali dari kantornya. Maura sedikit merasa cemas. Sebenarnya tidak terlalu memikirkan keadaan pemuda itu, hanya saja jika ia bersikap terlalu biasa, kesannya akan berbeda di mata sang mertua, seakan ia tak peduli pada suaminya. Walau memang benar kenyataan begitu. "Ma... Vernon kenapa belum kembali? Aku jadi khawatir," tuturnya, bersedih sebisa mungkin. "Tenanglah sayang, Vernon pasti baik-baik saja. Mungkin dia sedang dalam perjalanan, sudah lah jangan banyak berfikir.... tidak baik untuk kesehatan kandungan mu nak," nasihat sang mertua, ikut merasa bersedih melihat menantunya gelisah. 'Hah.... sebenarnya aku tidak peduli, mau dia pulang atau tidak. Tidak ada bedanya untuk ku. ' Gumam Maura dalam hati, terlalu muak dengan hal seperti ini. Maura lelah ia ingin segera tidur, namun ia harus menunjukkan rasa simpati nya pada sang suami dengan cara menunggu nya pulang. Dan syukurlah, tak berapa lama terdengar suara deru mobil berhenti di luar Mansion, akhirnya Maura bisa segera tidur. Batinya bersorak senang. Terlihat Vernon memasuki gedung tersebut dengan wajah kacau khas orang kelelahan. "Nak... kau sudah pulang, kenapa larut sekali hm? Kau bahkan tidak menghubungi Maura, lihatlah dia menunggu mu hingga kelelahan," tutur sang Mama lembut. Vernon tersenyum menatap wajah cantik sang istri yang terlihat tengah menguap kecil. "Baby... kenapa kau tidak istirahat saja hm? Kasihan anak kita," ucapnya seraya mengecup mesra kening istri kesayangan nya. Maura cemberut dan memeluk tubuh berkeringat suaminya. "Bagaimana aku bisa tidur, jika kau saja belum pulang," titahnya manja. membuat sang suami gemas di buatnya. Mereka pun akhirnya menaiki tangga menuju kamar mereka berdua, Maura terlalu lelah karena seharian berjalan-jalan. Dan ia memutuskan untuk tidur terlebih dahulu tanpa menunggu sang suami yang masih terdengar melakukan aktivitas nya di dalam kamar mandi. Selesai mandi Vernon mengeringkan rambut nya sendiri menggunakan hair dryer, ia tersenyum miris. Ia ingin merasakan perhatian dari sang istri, namun semua hanyalah andaian semata. Karena nyatanya Maura tidak pernah melakukan itu semua. Ia mengeringkan rambut nya sendiri, menyiapkan bajunya sendiri tanpa bantuan sang istri. Tapi tak apa, baginya selama Maura ada di sisinya itu sudah lebih dari cukup. Walau terkadang ia juga merasa ingin sekali bermesraan dengan istrinya. Hah!. Mungkin nanti, seiring berjalannya waktu, wanita itu bisa mencintai nya sepenuh hati, batinya berdoa dalam hati. "Sayang....aku mencintai mu," entah sudah berapa ratus kali pemuda itu menyatakan kalimat cinta pada sang istri yang sampai sekarang tak kunjung mendapat jawaban pasti. Maura terdiam menahan nafasnya sejenak, sebenarnya ia tak sepenuhnya tidur. Ia mendengar ucapan suaminya, yang membuat nya sangat muak. 'Ya....aku juga mencintai, hartamu Vernon.' Sahutnya dalam hati. Vernon memutuskan untuk turun ke bawah, ia sangat lapar ngomong-ngomong. Semenjak tadi siang ia sengaja tidak makan hanya untuk bisa makan di temani sang istri di rumah, namun ternyata tak sesuai dengan angan-angan nya. Istri yang ia harapkan sudah tertidur pulas. Vernon tak menyalahkan istrinya, atau pun marah pada wanita tersebut. Ia memaklumi, mungkin saja sang istri tengah kelelahan karena sedang mengandung. Sepergian Vernon, Maura terbangun dan duduk bersedekap d**a.  "Heh....sial gara-gara pemuda itu, ngantuk ku jadi hilang," gumamnya sebal. Ia memutuskan untuk turun ke bawah, menemani Vernon. Siapa tau, dapat jatah bulanan lebih, fikirnya. Vernon terlihat tengah terduduk di kursi ruang makan. Memakan makanan yang baru saja ia hangatkan, menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya begitu tidak nafsu. Tiba-tiba atensinya tertuju pada suara langkah kaki menuruni tangga. Dan itu berasal dari sosok kesayangannya. Seutas senyum tertera di bibir sang pemuda tersebut. "Sayang... kenapa kau bangun hm? Kau butuh sesuatu?," Tanya Vernon beranjak berdiri ingin mengambil kan sesuatu yang istrinya inginkan. "Ah, tidak....tidak, aku tidak butuh sesuatu. Aku hanya ingin menemanimu," ujar Maura menghentikan sang suami. Vernon mendudukkan tubuhnya kembali, ia tersenyum hatinya terasa menghangat mendengar penuturan sang istri, makanan yang tadinya terasa hambar kini mendadak menjadi sangat enak, membuat Vernon melahap nya begitu bernafsu. Sungguh luar biasa pengaruh Maura bagi Vernon, mampu mengubah semua yang ada di dekatnya. "Hei... pelan-pelan makannya sayang, nanti kau tersedak, 'jikapun kau tersedak dan mati, aku juga tidak peduli,'" gumam Maura di akhir kalimat nya. Maura reflek mengusap ujung bibir sang suami yang sedikit belepotan saus. Vernon terdiam, dadanya berdetak kencang hanya dengan sentuhan Maura. Ini kali pertama gadis itu memperlakukan dirinya begitu manis. Maura menatap lekat wajah Vernon yang juga menatap nya tanpa berkedip. 'Aku baru tau jika kau sangat tampan jika di pandang dari dekat, ah! Tidak...tidak, apa yang aku fikirkan.' Maura menepis pemikiran di dalam otaknya, yang menurutnya sangat konyol. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Aku malu tau," kekeh Maura. Vernon tersenyum dan kembali memakan makanannya, hingga tandas. Vernon beranjak berdiri ingin mengambil minuman, karena memang tadi tak sempat mengambil nya. Tapi Maura menghentikan langkahnya. "Kau ingin mengambil minum? Duduklah, biar aku yang ambilkan," seru Maura dan beranjak pergi menuju lemari es, mengambil sebotol air putih dan menuangkan nya ke dalam gelas lalu kembali ke tempat dimana Vernon berada. Vernon sangat bahagia hanya dengan perlakuan kecil yang istrinya berikan untuk nya, menurutnya itu sangat spesial. "Ini... minumlah, atau perlu aku buatkan kopi?," Tanya nya lagi. "Tidak perlu sayang, ini saja sudah cukup," tutur nya sembari meneguk segelas air putih itu hingga habis. 'Baguslah jika air putih saja sudah cukup, aku juga malas membuat kopi.' Gumamnya. "Kau mau langsung tidur atau menonton TV?," Tanya Maura lagi, sekedar basa-basi. "Tidak sayang, aku ingin istirahat bersamamu, rasanya aku sudah sangat lelah," sahut Vernon, dan tiba-tiba membopong tubuh Maura. "Astaga....kau mengagetkan ku Ver," kejut Maura, reflek melingkarkan tangannya di leher sang suami. "Aku tidak ingin kau kelelahan sayang," bisik Vernon sembari menaiki tangga menuju kamar. 'Ck... menjijikan, entah mengapa ucapan yang keluar dari mulut mu rasanya membuat ku ingin muntah hanya sekedar mendengar nya.' Gerutu Maura dalam hati. Mereka pun sampai di kamar tersebut, Vernon merebahkan tubuh istrinya pelan dan menyelimuti sebatas d**a, kemudian ia menyusul merebahkan tubuh nya di samping gadis itu, melingkarkan tangan besarnya di area perut sang istri. "Apa baby sudah tidur?," Tanyanya di samping perut datar Maura. Ia benar-benar mengira bahwa ada kehidupan lain di dalam nya. Maura hanya terdiam tanpa ingin membalas ucapan pemuda itu, hati nya kembali lemah jika melihat raut wajah bahagia yang terpancar dari wajah Vernon. "Ver.... sudah malam, cepat tidur! Besok kau bisa terlambat kerja," ucap Maura, bermaksud menghentikan aktivitas pemuda itu karena ia merasa risih. Namun tidak bagi Vernon, ia menanggapi ucapan Maura sebagai bentuk perhatian untuk nya. Hah! Rasanya malam ini ia akan mimpi indah berkat perlakuan manis yang di berikan oleh sang istri. "Iya sayang.....aku hanya tak sabar ingin segera bertemu baby," hayal Vernon, sembari mensejajarkan tubuhnya di samping Maura. "Jangan mengada-ada Ver.... kandungan ku masih menginjak tiga bulan jika kau lupa," sergah Maura, sedikit acuh. Ia muak mendengar ucapan pemuda itu mengenai bayi, bayi, dan bayi di setiap waktu nya. Yang bahkan keberadaan sosok itu pun tidak ada. "Iya, aku sudah tidak sabar ingin menggendong nya, pasti dia sangat tampan seperti ku jika dia laki-laki dan akan sangat cantik seperti mu jika dia perempuan," Vernon kembali berangan-angan. Maura yang tak ingin mendengar, memilih memejamkan kedua matanya untuk tidur. Mengabaikan cicitan sang suami. Merasa tak ada respon dari lawan bicaranya, Vernon menoleh ke samping dan tersenyum, kala melihat sang istri sudah terlelap begitu damai. "Selamat tidur sayang," bisiknya, tak lupa mengecup singkat kening mulus wanita tersebut. Dan kemudian ikut menyusul ke alam mimpi. Keesokan paginya, Vernon terbangun dari tidurnya. Menoleh ke arah Maura yang masih tertidur pulas. Pelan-pelan ia menuruni kasur agar tak mengganggu tidur sang istri. Kemudian menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri, karena ini sudah jam enam lebih, ia harus bersiap-siap untuk kembali bekerja. Setelah selesai bersiap-siap, Vernon menuju ke ruang bawah. Mengambilkan dua lembar sandwich dan segelas s**u untuk ia bawa kembali ke kamar nya. Meletakkan pelan piring dan gelas itu di atas meja nakas, berharap jika sang istri bangun akan segera memakan sarapannya. Tak lupa ia menyelipkan sepucuk note book di samping piring dan gelas tersebut. Yang tertuliskan. 'Sayang....jangan lupa makan sarapan mu, aku berangkat kerja. Love you baby......aku menyayangi kalian berdua....'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD