FL 05

1357 Words
Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Maura semakin gelisah, ia bingung harus berbuat apa untuk menyembunyikan perihal kehamilan palsunya. Ia takut jika sang suami mencurigai nya suatu hari nanti. Sudah tiga bulan berlalu, namun tidak ada perubahan fisik di diri Maura, membuat Vernon khawatir akan kesehatan janin di dalam kandungan sang istri. Apa lagi wanita itu selalu saja menolak jika ia ingin mengantarkan nya ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Seperti saat ini! "Sayang.... apa kau yakin baby baik-baik saja hm? Aku takut jika terjadi apa-apa pada kalian berdua," ucap sang pemuda begitu lembut, seraya mengelus sayang perut datar sang istri, yang tak ada tanda-tanda kehidupan di dalam nya. "Tenanglah.... kau terlalu berlebihan. Nanti aku akan periksa lagi ke Dokter. Kau jangan khawatir, fokuslah dengan pekerjaan mu sayang," Maura mengecup singkat rahang sang suami. Berusaha bersikap baik-baik saja, walau pada nyata nya ia gelisah. Takut jika sang suami bersikeras untuk mengantarkannya periksa ke Dokter. Vernon hanya tersenyum sembari mengangguk pelan, ia sangat khawatir dengan keadaan istrinya. Jika sampai terjadi sesuatu pada kesayangan nya itu, maka ia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. Ia akan merasa gagal sebagai suami. Siang ini tiba-tiba saja Vernon mendapat telphone dari kantor nya, Daniel memberitahu kan bahwa ada meeting mendadak. padahal hari ini merupakan akhir pekan, ia jadi merasa bersalah karena tidak bisa menghabiskan waktu luang nya bersama sang istri. Ini kesempatan Maura untuk meminta ijin periksa kandungan sendirian, agar tak ada waktu lain untuk Vernon menemaninya periksa. "Ver... kebetulan sekali, bagaimana kalau aku ikut dengan mu, sekalian cek ke Dokter, nanti aku bisa pulang naik taksi," pintanya. "Sayang...aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu, tidak! Besok saja biar aku antar kan, jika sekarang aku tidak akan bisa menemanimu di rumah sakit," tolak sang suami. "Tidak apa-apa Ver,... sungguh, aku hanya tak ingin membebani mu. Aku tahu kau sangat sibuk sayang," rayunya. Dan akhirnya Vernon mengiyakan permintaan sang istri. Mereka pun akhirnya berangkat bersama Beberapa menit kemudian mereka berhenti di depan rumah sakit. Vernon turun terlebih dahulu dan membukakan pintu mobil untuk istrinya, bak seorang tuan putri. "Jaga dirimu baik-baik, nanti aku akan mengirimkan sopir pribadi kita untuk menjemput mu," ucap Vernon sembari mengecup sayang kening sang istri. "Em...tidak usah, aku bisa memesan taksi. Lagi pula aku juga ingin ke super market sebentar, kasihan nanti sopir kita harus menunggu lama," ujarnya. Lagi-lagi Vernon menuruti kemauan wanita tersebut.  "Baiklah jika itu maumu sayang,...aku pergi dulu. Pasti Daniel sudah menunggu ku," pamitnya. "Iya.... hati-hati di jalan, jangan ngebut mengemudinya," ucap Maura dengan senyum manis nya. Vernon mengangguk paham dan kembali memasuki mobil nya, menurunkan sedikit kaca mobil tersebut dan melambaikan tangan ke arah sang istri. Maura tersenyum manis dan membalas lambaian tangan dari sang suami. Selepas kepergian Vernon, Maura merogoh tas kecilnya. Mengambil sebuah benda pipih di dalam nya dan menghubungi sahabatnya, Sera. Untuk menjemput dirinya, sudah lama rasanya ia tak bermain ke tempat sahabat nya itu. Satu jam berlalu, Maura berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota itu sembari menunggu kedatangan sahabat nya. Beberapa saat kemudian, phonsel nya berdering. Tertera nomor Sera di layar benda tersebut, dengan sedikit kerepotan Maura mengangkat panggilan telphone nya. Kedua tangannya penuh dengan paper bag, karena terlalu banyak membeli barang-barang mahal kesukaan nya. Maura pun keluar dari pusat perbelanjaan itu dan menemui Sera, tak jauh dari tempat tersebut. "Ah,...aku sangat lelah membawa barang-barang ini," keluh Maura seraya melempar beberapa paper bag di kursi belakang, seolah barang-barang itu tidak ada harganya. "Astaga kau ini,... selalu saja menghamburkan uang suami mu untuk barang-barang tak penting seperti itu," sindir Sera, di selingi kekehan malas. "Aku tidak peduli, lagian dia sendiri yang menyuruh ku untuk berbelanja sepuasku," sahutnya acuh, sembari mendudukkan b****g nya di kursi depan samping Sera. Sera Hanya menggeleng sambil tersenyum dan melajukan mobilnya. "Ra.... apa kau tetap tidak ada perasaan terhadap Vernon?," Tanya Sera penasaran. Maura berfikir sejenak kemudian menjawab. "Emm.... sampai detik ini belum, aku hanya mencintai uangnya saja," tawanya hambar. "Hati-hati Ra,...jangan sampai suatu hari nanti kau berbalik mencintai Vernon, dia pemuda yang baik. Jaman sekarang sangat langka mencari suami seorang bos besar dan juga perhatian seperti dia. Kau sangat beruntung tau," tutur Sera panjang. Maura hanya merolling bola matanya malas mendengar perkataan sahabat nya. "Hah! Sayang sekali....aku tidak mencintai nya," lagi-lagi gadis itu tertawa, seakan ada sesuatu yang sangat lucu baginya. "Terserah mu saja,...kau ingin ke tempat ku atau kemana?," Tanya Sera. "Bagaimana kalau kita makan di kafe termahal di sini, tenang saja aku yang traktir," ucap Maura sedikit sombong. "Sejak kapan kau jadi sombong begini Ra?," "Hehe....aku sombong hanya saat berada bersamamu saja... Kakak," manjanya, sambil menyandarkan kepalanya di bahu gadis sebelahnya. Beberapa menit kemudian mereka sampai di kafe yang mereka tuju. Mereka masuk dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk sekedar melepas rindu. Sambil menunggu pesanan, Maura ingin sedikit bercerita pada sahabat nya. "Kak.....boleh ku bercerita padamu," tuturnya sendu. "Apa? Kenapa kau terlihat sedih? Apa kau ada masalah?," Tanya Sera sabar. "Aku sebenarnya sedang bingung, aku berbohong pada Vernon, jika aku sedang hamil," lirihnya, yang mana membuat Sera syok. "Apa? Kau benar-benar sudah gila Ra,.. kenapa kau nekat sekali," pusing Sera. "Aku terpaksa melakukan itu, jika tidak begitu mana mungkin Vernon menikahi ku," curhatnya. Sera menghela nafas panjang. "Aku tak pernah berfikir kau akan melakukan hal sejauh ini, ku fikir dia menikahi mu karena jebakan laknat mu itu," "Ra... jangan bilang jika Vernon belum pernah menyentuhmu," tanya Sera mengintimidasi. Maura menunduk lesu seraya menjawab. "Belum Kak....aku tidak ingin dia menyentuh ku," "Tapi kau sudah sah menjadi istrinya Ra, dia punya hak atas dirimu," "Aku tidak siap Kak," sahutnya begitu lirih, jujur ia sendiri juga sangat merasa bersalah. Tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin ia melakukan semua itu tanpa di dasari landasan cinta. Setelah puas menikmati hari nya bersama Sera, Maura memutuskan untuk kembali ke Mansion. Namun ia masih menunggu Sera memesan makanan, sambil terus berfikir bagaimana cara nya untuk mengakhiri sandiwara tentang kehamilannya ini. Hingga tiba-tiba ia mendapat sebuah ide untuk pura-pura keguguran. Hanya itu satu-satunya cara agar ia terbebas dari ketakutan. *** Vernon, pemuda itu sedari tadi tidak fokus dengan pekerjaan nya, fikiran nya terpenuhi oleh bayang-bayang istrinya. Hingga ia memutuskan untuk menghubungi gadis tersebut. "Niel....aku akan menghubungi istri ku dulu, aku khawatir pada nya. Tadi dia periksa kandungan sendirian di rumah sakit. Aku jadi merasa bersalah karena tak bisa menemaninya," gumam nya seraya menggeser layar phonesel yang ia pegang di telapak tangan nya. Daniel hanya tersenyum singkat, tak habis fikir dengan atasan sekaligus sahabatnya ini. Padahal ia dan istrinya menikah karena kecelakaan bukan atas dasar cinta. Tapi pemuda itu begitu mengagumi sosok wanita tersebut. Daniel berharap, semoga saja bisa menemukan cintanya seperti Vernon, tapi apa daya bahkan ia sendiri anti dengan yang namanya cinta. Baginya cinta hanya akan menyesatkan. Jika tidak di sakiti ya tersakiti. Hanya itu keyakinan dalam hati nya. "Ver...aku keluar sebentar, ada klien yang mengajak ku ketemuan mendadak," ijinnya, yang mana hanya di angguki oleh yang bersangkutan. Vernon sudah selesai menghubungi sang istri, ia akhirnya bisa bernafas lega. Setidaknya istrinya sudah mengabarkan bahwa wanita itu sudah kembali ke rumah. Namun tidak! Nyata nya gadis tersebut tengah asik bersenang-senang dengan sahabat nya. *** Daniel mengadakan pertemuan dengan partner kerja nya di sebuah kafe, di tengah percakapan nya dengan klien nya itu, tak sengaja ia melihat seklebatan gadis mirip dengan Maura, gadis itu terlihat tengah bercanda dengan seorang gadis lain dan berjalan keluar dari kafe tersebut. Belum selesai ia memastikan benar atau salah dugaannya, sang klien mengalihkan atensi nya. Setelah selesai dengan pekerjaan nya, Daniel segera berlari ke luar kafe, mencari sosok gadis yang mirip dengan Maura tadi. Namun nihil! Tak ada lagi jejak gadis tersebut. Daniel hanya menghedikan bahunya acuh. "Mungkin hanya mirip saja, tidak mungkin juga Maura di sini. Vernon kan bilang jika istri nya berada di rumah sakit, mana mungkin dia di sini... Lagi pula jarak dari rumah sakit ke sini sangat jauh,..hah! Konyol sekali," gumamnya, sambil menggelengkan kepala. Lalu pergi kembali menuju kantor Vernon. Sedang di balik tembok pembatas antara kafe dengan parkiran, terlihat dua sosok gadis yang tengah bersembunyi. "Huft.... akhirnya dia pergi juga, hampir saja aku ketahuan," ucap salah satu gadis yang tak lain dan tak bukan adalah Maura, sembari mengelus d**a.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD