JOSHUA SMITH
Kelly Anderson benar-benar sangat cantik. Beberapa menit yang lalu, aku sudah melihatnya di ruang tunggu pengantin, karena aku tak dapat menahan rasa penasaranku. Sekarang aku melihatnya lagi dan entah mengapa debaran jantungku kembali bergejolak, seperti saat pertama kali aku memintanya untuk menjadi istriku.
Oh, astaga. Sejujurnya aku sangat tidak menyukai hal-hal yang seperti ini. Saat menikah dan hidup hampir lima belas tahun dengan mendiang Barbara, pun aku sama sekali tak pernah bertingkah seromantis sekarang di depan orang banyak.
Seingatku, hal yang selalu terlihat mencolok dariku adalah saat aku selalu menggendong paksa mendiang Barbara menuju ke mobil atau ke kursi roda. Namun itu kulakukan karena ia terlalu menyepelekan penyakitnya.
Kami menikah karena ayah yang memintaku demikian. Jadi aku pun menerimanya, karena saat itu tak ada kandidat lain yang lebih baik di atas mendiang Barbara.
Hubungan rumah tangga kami berjalan normal seperti kebanyakan orang lainnya. Kami sama-sama berusaha menytabilkan perusahaan milik ayah yang akan sekarat, kami make out ke tempat-tempat indah dan melakukan hubungan seks seperti biasa agar dapat cepat-cepat memiliki bayi, namun yang kulakukan sangat berbeda jauh dengan sekarang. Terlalu kekanakan, bahkan cenderung gila.
Ya, itulah yang kurasakan. Menurutku semua ini karena Kelly Anderson. Dia bahkan berhasil membuatku menjadi bahan tertawaan banyak orang yang datang ke acara pemberkatan nikah kami, "Psttt...! Apa yang kau lamunkan, Bodoh! Cepat ambil telapak tangan Kelly dan bawa dia mengikat janji bersamamu! Astagaaa..." Saat paman sialannya itu dengan tidak tahu malu mengatai aku bodoh, ketika aku berdiri tak bergeming selama lebih dari sepuluh detik di depan altar.
"Egh, apa?" jawabku, semakin membuat suara tawa semakin riuh.
Saat Kelly bertanya, di situlah akhirnya aku membenarkan, jika aku adalah orang bodoh, "Are you okay, Jo? Kita jadi menikah atau tidak, hem?"
Beruntung aku memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Kujawab pertanyaan Kelly lengkap dengan kerlingan mataku, "Oh, Tuhan! I'm sorry, Baby. Hehe, ayo."
"Ekhemmm... Bisa kita mulai, Sir?" Lalu acara pun dimulai, saat aku mengangguk patuh seperti anak anjing di depan Pastur yang berada di balik meja altar.
Akan tetapi kepatuhan itu tak berlangsung lama untukku, "Ini yang kedua untukmu, Jo. Ada apa dengan kakimu yang terus bergerak?" Karena selanjutnya aku berhasil membuat Kelly tidak nyaman, dengan tingkah konyol yang kubuat.
Dia bahkan dengan cepat menginjak sepatu baruku dan menimbulkan sedikit rasa nyeri, "Ssttt... Jangan berbisik lagi, Baby. Pastur itu terlihat memiliki sifat temperamental." Lalu aku pun balas melakukan hal yang sama seperti Kelly, apalagi jika bukan berbisik dan menoleh sekilas ke arahnya.
Demi Tuhan! Kami sungguh terlihat kekanakan saat Pastur itu sibuk bersuara di balik meja altar.
Terlebih saat suara berbisik Kelly kembali terdengar, "I love you, Joshua Smith.
Sejujurnya aku sangat ingin menangkup kedua pipinya dan melumat bibir penuhnya hingga berakhir dengan ia meneriakkan namaku, "What wrong with you? I love you too, Mrs. Smith. Lihat saja ke depan. Jangan memandang ke arahku lagi, jika kau tidak mau mendapat masalah dengannya." Namun yang kulakukan adalah sebaliknya.
Semua itu tentu saja demi kebaikan Kelly, walau sebenarnya aku pun sangat menikmati hal konyol yang dia perbuat. Telapak kakiku yang sejak tadi bergerak naik turun akibat rasa gelisah berlebihanku, bahkan sudah tidak melakukannya lagi, dan aku berencana akan memberi Kelly sebuah kejutan nanti.
"Kau sudah siap? Mereka menyuruh kita membacakan ayat dari dalam alkitab, seperti kemarin," bisik Kelly sembari mengeratkan lengannya yang mengapit di lenganku.
Ya, begitulah. Kemarin malam saat aku selesai mengerjakan semua urusanku di kantor dan juga sudah mengajukan permohonan cuti, kami bersama-sama melakukan latihan pranikah di mansionku.
Beberapa orang yang bekerja di gereja datang memberikan kami latihan kilat untuk menghadapi acara pemberkatan nikah ini, dan aku bersyukur dapat mengikutinya.
Kemarin malam, sisi lain Kelly benar-benar nampak jelas di depan mataku hingga membuat aku sedikit takjub, terutama tentang potongan-potongan ayat yang begitu lancar ia ucapkan tanpa harus membacanya lagi dari kitab suci.
"Kau siap tidak? Aku akan membisikkan kalimatnya untukmu jika kau bingung dengan ini."
"Tidak, Baby. Aku bisa melakukannya." See? Benar, bukan? Aku memang tidak salah memilih.
Walaupun seandainya takdir mengatakan jika Kelly bukanlah ibu biologis Jose, aku tetap akan meminta dan terus berusaha agar ia mau menggenggam sebelah telapak tanganku seperti sekarang, "Dihadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi, aku Joshua Smith, dengan niat suci dan ikhlas hati memilihmu Kelly Anderson menjadi istriku. Aku berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Aku akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Aku bersedia menjadi ayah yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepadaku dan mendidik mereka. Demikian janjiku demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolongku."
"Dihadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi, aku Kelly Anderson, dengan niat suci dan ikhlas hati memilihmu Joshua Smith menjadi suamiku. Aku berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Aku akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Aku bersedia menjadi ibu yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepadaku dan mendidik mereka. Demikian janjiku demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolongku." Lalu sama-sama saling mengucapkan janji suci, yang entah kenapa dapat membuatku mengeluarkan air mata seperti seorang anak kecil.
Sekali lagi kukatakan, ini memang bukan pertama kalinya untukku. Kelly mendapat bagian kedua. Akan tetapi suara hatiku dengan lantang berteriak agar bahwa pernikahan ini harus menjadi yang terakhir dan tanpa dipaksa aku pun menyanggupinya, walaupun hanya hatiku sendiri yang dapat mendengarkan kesanggupanku.
Aku begitu menikmati peranku tanpa sempat memikirkan hal lain saat bersama dengan Kelly, "Hemphhh... Cukup! Jo, aku—"
"Ssttt... I love you so much, Baby."
"Oh, my God! You rock, Mr. Smith! Aku akan mengirimkan foto ini ke semua keluarga besarku di Arizona. Lihatlah, Clara. Apa kau tidak ingin kita mengikat janji seperti yang mereka lakukan itu?"
"Oh, s**t! Ini masih di depan altar."
"Kau menyebalkan, Jo! Kau tahu, ini memalukan!" Bahkan aku terus saja berbuat hal konyol yang sebelumnya tak pernah kulakukan, apalagi jika bukan mencium bibir penuh Kelly dengan begitu b*******h.
Sebenarnya aku sama sekali tidak ingin disalahkan oleh Kelly atau siapa pun. Pastur dengan aura membunuh itulah yang menyuruh aku untuk mencium kening datar Kelly saat kami sudah bertukar cincin, tapi aku membuat kesalahan ketika kepalaku sudah berada tepat di lehernya.
Sial!
Kau tahu, aku memang tak bisa menahan gelenyar aneh yang bergejolak di dalam diriku, dan kurasa itu wajar karena kami sudah resmi sebagai sepasang suami istri.
Sayangnya wajah Kelly terlihat sangat merah seperti buah stroberi masak, "Aku tidak akan memberikan apa pun padamu nanti malam! Ini hukuman karena kau terlalu bertingkah kekanakan!" Dan tawaku hampir saja meledak saat mendengar bisikan Kelly barusan.
Untung saja saat itu kelompok paduan suara tengah menyanyikan sebuah kidung tentang pernikahan di sana. Jika tidak, tentu saja Pastur itu akan kembali menghadiahi sebuah pelototan tajam, karena ulah kami yang sungguh terlihat begitu konyol.