Seberapa Bencikah?

1048 Words
Rhea melihat waktu yang ada di dalam komputer, yang terus menyala di depannya dari tadi. Sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Artinya, komputer kerja Rhea sudah menyala tiga belas jam. Sedangkan Nicko dan Diana, juga belum kembali dari pengawasan proyek pagi tadi. Rhea menghela nafas beratnya. Pasti, sangat menyenangkan kalau dia juga ikut melihat jalannya proyek secara langsung. Paling tidak lebih menarik jika dibanding membaca buku tebal ini. Apa lagi, di ruangan yang lumayan besar dan sunyi itu, ia sendirian dari pagi. Tidak ada yang diajak berbicara atau sekedar menemani. Benar-benar membosankan. Tiba-tiba, ponsel Rhea berdering. Ada panggilan masuk. Rhea melihat layar ponselnya, ada nama ibunya. Rhea mengambil ponsel untuk mengangkat panggilan ibunya. "Halo, Ma?" Rhea yang sedang menerima panggilan dari ibunya. "Iya. Aku lembur malam ini," katanya lagi. Ia kemudian diam untuk mendengar kalimat ibunya. "Ya sudah. Aku bisa menyelesaikannya besok. Aku akan pulang sekarang," ujar Rhea lagi. Rhea kemudian menutup panggilan teleponnya. Ia membereskan semua berkas-berkas di atas meja, serta mematikan komputernya. Mamanya segera menyuruhnya untuk pulang. Rhea yang sudah selesai, berdiri dari tempat duduknya. Ia lalu berjalan menjauhi meja kerjanya, akan keluar ruangan kantor itu. Saat Rhea sudah berada di ambang pintu, ia terhenti. Ia melihat kembali ruangan di kantor yang sunyi itu. Sepertinya, tidak mungkin kalau Nicko akan kembali lagi ke kantor. Pikirnya. Rhea lalu mematikan lampu kantor, barulah ia keluar. Setelah itu, ia langsung menuju lift untuk turun ke lantai satu. Rhea terus berjalan dengan tidak semangat. Setelah keluar dari lift, Rhea segera keluar kantor. Di kantor memang sudah sangat sepi karena sudah malam. Hanya ada security yang sedang berjaga di pintu utama. Rhea yang sudah di luar gedung PT. Baeda, berjalan melewati halaman parkir. Tiba-tiba, mobil Nicko berhenti di sampingnya. Nicko membunyikan klakson pada Rhea untuk membuat Rhea menoleh ke arahnya. "Kamu baru pulang?" tanya Nicko melalui jendela kaca mobilnya. "Ini sudah malam. Aku akan menyelesaikannya lagi besok. Baru saja, mama menelpon untuk segera pulang karena sudah sangat malam," jelas Rhea dengan nada datar. "Aku hanya bertanya singkat? Kenapa kamu menjelaskan panjang lebar begitu?" ujar Nicko dengan menaikkan kedua bahunya. "Oh! Maaf! Aku pikir kamu sedang menagihku ringkasan yang harus dikirim ke emailmu!" kata Rhea lagi. Kali ini dengan nada dingin. "Aku tidak ...." "Aku harus cepat pulang. Tidak bisa lagi berbicara lama-lama di sini!" potong Rhea dingin. Ia kemudian kembali melangkahkan kakinya. Nicko tercekat dengan sikap Rhea. Ia lalu melajukan mobilnya dengan menekan gas pelan, untuk menyusul Rhea dan berjalan beriring di sampingnya. "Aku akan mengantarmu!" kata Nicko dengan terus mensejajarkan mobilnya dengan Rhea. "Tidak perlu. Aku bisa naik angkutan umum. Masih ada jam segini," jawab Rhea yang juga terus berjalan cepat. "Lihat! Tidak ada lagi angkutan umum jam segini," kata Nicko. "Aku bisa naik taksi!" "Malam-malam begini, naik taksi. Kamu pikir bisa selamat sampai tujuan? Apa lagi, kemarin ada berita gadis yang naik taksi dilecehkan oleh sopir taksi, kan?" kata Nicko lagi. Rhea pun terhenti. Sehingga mobil Nicko juga berhenti di sampingnya. Rhea mendadak menjadi takut dan bingung. Memang benar. Berita itu juga tidak bohong. Rhea masih berpikir-pikir dan menimbang-nimbang, nampak ragu-ragu. "Kalau kamu tidak mau, aku akan pulang sendirian," ujar Nicko. Rhea pun akhirnya segera berjalan mendekat ke arah mobil Nicko. Ia membuka pintu mobil samping kemudi dan masuk ke dalam mobil Nicko begitu saja. Nicko akhirnya bisa tersenyum senang. Tapi, ia tidak menunjukkannya di depan Rhea. "Seharusnya kamu dengarkan aku sejak tadi. Kenapa harus berpikir lama hanya untuk pulang?" ujar Nicko dengan santai. "Memangnya siapa yang membuatku pulang malam?!" tukas Rhea sembari mendengkus kesal. Nicko hanya kembali menahan senyumnya. Ia pun melajukan mobilnya dan pergi mengantarkan Rhea pulang ke rumahnya. Mereka kembali dalam satu mobil. "Aku tidak melihat Diana malam ini?" tanya Rhea. "Dia sudah pulang sejak jam kerja selesai tadi." "Oh! Pasti sangat menyenangkan melihat langsung jalannya proyek di lapang. Aku iri dengan Diana." "Kamu iri atau cemburu? Dua istilah itu, berbeda makna," goda Nicko. "Apa yang kamu katakan?! Kenapa aku harus cemburu?! Diana dan aku sama-sama datang untuk diperbantukan di PT. Baeda, tapi kami memiliki tugas yang berbeda. Apa itu hal yang lucu bagimu?!" "Apanya yang lucu? Semua sudah ada porsinya masing-masing. Kamu pikir, kamu dan Diana harus terus berdua melakukan tugas yang sama?" "Bukan begitu maksudku. Aku juga ingin ...." "Kita tidak perlu membahas masalah pekerjaan di luar!" potong Nicko ganti memutus kalimat Rhea. Membuat Rhea otomatis menghentikan kalimatnya dan tidak habis pikir. "Terserah!" gerutu Rhea yang memalingkan wajah dari Nicko dengan nampak kesal. "Oh iya!" ujar Nicko lagi. "Ngomong-ngomong, tadi pagi kamu memanggilku, Pak. Sekarang, kenapa kamu berbicara tidak sopan padaku?" tanya Nicko pada Rhea. "Kamu tidak perlu jawaban atas pertanyaanmu itu! Kita tidak sedang bekerja!" jawab Rhea masih ketus dengan tidak menoleh ke arah Nicko. "Ya ... Ya ... Aku memang tahu. Tapi yang menarik adalah, kamu seperti bisa menjadi dua orang yang berbeda. Saat di kantor, kamu menjadi tunduk. Dan di luar kamu menjadi pembangkang. Seperti memiliki kepribadian ganda saja?" "Maaf. Bisakah kamu hanya fokus menyetir? Aku benar-benar bosan seharian di kantor. Sekarang masih harus mendengarmu mengoceh hal yang tidak perlu. Kamu pikir, ini tidak berat untukku?" ujar Rhea. Nicko pun tidak dapat membalasnya lagi. Ia akhirnya diam dan melihat ke arah Rhea yang masih memalingkan wajah menatap ke arah jendela. Nicko memperhatikan Rhea yang kesal. Nicko kemudian tersenyum kecil melihat mantan istrinya. Rasanya, baru kali ini Nicko melihat Rhea yang sangat kesal sampai terlihat marah seperti ini. Ia pun memilih untuk fokus menyetir. Sekian menit berlalu, mobil Nicko sudah sampai di depan rumah Rhea. Rhea segera melepaskan sabuk pengamannya. Nicko memperhatikannya sebentar. "Tolong, sampaikan salamku pada papa dan mama," ujar Nicko sebelum Rhea membuka pintu mobil. Membuat Rhea menoleh ke arah Nicko. "Kenapa aku harus melakukannya?" tanya Rhea menautkan kedua alisnya. "Rhe, kamu kerja lembur, dan pulang malam di hari awal kamu bekerja. Apa kamu pikir, aku tidak merasa bersalah pada papa dan mama nantinya? "Tidak perlu merasa seperti itu sama sekali. Lagi pula, mereka sudah bukan mertuamu lagi," jawab Rhea masih dengan nada dingin. Mendengar ungkapan Rhea itu, membuat Nicko setengah terhenyak kaget. Jujur saja, kalimat Rhea memang tidak salah. Tapi, caranya berbicara membuat Nicko seolah menjadi orang asing yang sedang tersesat. Rhea membuka pintu mobil dan keluar dari mobil Nicko. Nicko masih susah untuk langsung pergi dari sana. Sikap Rhea padanya, membuat Nicko bertanya-tanya. Seberapa bencikah Rhea padanya saat ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD