“Fitri, liat jawaban nomer dua dog!” pinta Hadi yang tiba-tiba sudah ada di hadapan Nadia.
Teman Nadia yang satu ini memang senang banget gonta-ganti namanya Nadia. Ada saja nama baru yang dipakai buat manggil Nadia sehingga membuatnya kesel namanya diganti-ganti seenaknya. Kemarin dipanggil Aisyah, nama cewek di film Ayat-Ayat Cinta itu, karena cowok yang jadi suaminya Aisyah itu kan namanya Fahri. Jadinya pas kan pasangannya Nadia itu Pian yang namanya juga Fahri. Baru-baru ini Nadia di panggil Marsyanda, Pian jadi Baim Wong nya, nah sekarang Nadia dipanggil Fitri, yang otomatis Farel nya si Pian itu. Resek banget kan?
“Di, coba ulang! Tadi kamu manggil aku apa?” tanya Nadia sembari menatap Hadi yang berdiri di hadapannya dengan tatapan sinis.
“Fitri!” ulang Hadi menyebut nama baru Nadia.
“Hah, Fitri. Gak benget deh!” pekik Nadia, seisi kelas langsung melihat ke arahnya. Tapi Nadia cuek tak peduli dengan tatapan teman-temannya.
“Iya Fitri, kan Farel nya Pian. Cocok udah itu, pasangan serasi. hehehe” kata Hadi cengengesan.
Pian yang lagi duduk di seberang Nadia hanya diam seakan tak mendengar apa-apa, dia tetap fokus sama buku yang ada dihadapannya.
“Ow, bagus ya. Sudah gonta-ganti nama orang seenaknya, terus minta contekan pula. Hebat! Mending kek namanya itu keren-keren kayak yang di komik-komik, nah ini Aisyah, Marshanda, sekarang Fitri lagi disebut-sebut. Gak ada bagus-bagusnya!” protes Nadia.
“Ya sudah ayo Hinata. Sekarang kasi aku nyontek jawaban dong!” pinta Hadi.
“Nah itu baru bagus, tapi lain kali gak usah ganti-ganti nama aku lagi! Mengerti kamu? Aku juga gak mau lagi dipanggil Hinata kalau yang jadi Naruto nya si Pian nyebelin itu. Ogah tau gak. Satu lagi tidak ada acara contek-contek jawaban kali ini!”
“Yah gak seru dong kalau kayak gitu.”
“Owh, kamu bilang nggak seru ya? Silang banget sih kamu. Kamu kira aku ini badut mu apa, seenaknya bisa jadi bahan lucu-lucuan kamu gitu? Oke, kalau kayak begitu mau mu jangan harap kamu bisa nyontek lagi seterusnya!” ancam Nadia.
Nadia kembali mengerjakan tugasnya, sementara Puput yang duduk di sampingnya hanya bisa tersenyum sambil sesekali melihat jawabannya Nadia lalu menyalin di kertas jawabannya.
“Ngapain kamu masih berdiri di situ, pergi sana! Aku gak akan kasi kamu contekan. Kerjain sana tugasmu sendiri! Dari pada kamu buang waktu aja berdiri di situ lebih baik kamu kerjain tugas kamu kan!” ucap Nadia kasar pada Hadi yang masih berdiri di sampingnya.
“Wih, galaknya. Ya sudah aku gak akan ganti nama kamu lagi, dan aku juga gak akan mengejek kamu sama Pian lagi. Tapi aku dikasi nyontek ya! Aku malas kalau ngerjain sendiri.” Pinta Hadi dengan wajah memohon.
Hadi, Hadi, kamu itu emang pinter buat alasan. Dasar playboy cap kadal, hehehe. Hadi ini emang cakep, cewek mana sih yang nggak mau sama dia. Sudah tinggi, putih, ganteng, cool, pinter sekali lagi merayu cewek, apa lagi kalo udah gaya sok imutnya dan sok polosnya itu keluar, huh bisa terpesona para cewek ketipu sama tampangnya itu. Sempurna sudah kalau di mata cewek-cewek, jadi nggak heran cowok satu ini pacarnya banyak. Ada mungkin sepuluhan pacarnya.
“Kalau masalah nyontek mah, gampang Di. Aku ajarin ntar kamu sekalian, sampai mulut aku berbusa juga nggak apa-apa buat ngajarin kamu. Tapi awas ya kalau kamu ganti nama aku lagi, dan yang paling penting, awas aja kalau kamu mengejek aku sama Pian lagi.” kata Nadia seraya mengacungkan kepalan tangannya.
“Iya, iya. Nyantai aja bro. Tapi kenapa sih kamu sama Pian berantem mulu, ntar benci jadi cinta lho??” kata Hadi lagi, ni anak baru aja dia bilang nggak akan mengejek Nadia sama Pian lagi, eh mulai lagi dia ngebahas Pian. Pian yang tadinya hanya diam dan pura-pura tak mendengar percakapan mereka kini menoleh ke arah Hadi.
“Hadi jangan mulai lagi deh!!” kata Nadia geram.
“Ya, iya. sorry, sorry, tadi kan aku cuma nanya. Ya udah aku nggak akan ngomongin Pian lagi.”
Puput hanya diam saja, tak mau ikut campur urusan sahabatnya itu. “Sebentar lagi pasti akan ada perang lagi nih, lebih baik diem aja,!” batin Puput.
“Eh cewek galak, siapa juga yang suka sama kamu,? Nggak ada tau.” Pian pun akhirnya bicara juga. Dia berdiri di tempat duduknya seraya memandang sinis ke arah Nadia. Seisi kelas pun mengalihkan pandangan ke arah mereka. Pemandangan yang tak pernah bosan mereka lihat. Nadia nggak mau kalah, dia juga berdiri di tempatnya seraya memandang sinis ke arah Pian. Sorot mata yang penuh dengan kebencian terpancar dari mata Nadia.
“Heh, cowok nyebelin, sok, angkuh, sombong lagi. Biasa aja kenapa sih,!” kata Nadia nggak mau kalah.
“Mulai lagi, mulai lagi berantemnya.” celetuk Hadi.
“Diem kamu Di,” seru Pian dan Nadia serempak. Kontan seisi kelas pada ikut teriak.
“Cie, cie, cie, kompak nih ceritanya.” seru mereka diselingi tawa.
“Udah, udah, nggak usah berantem terus! Bosen tau ngeliatnya. Sesekali kek kalian itu damai!” suara seorang cewek berambut sebahu yang dibiarkan terurai. Cewek ini terkenal tomboy, malahan dia nggak pernah dipanggil cewek tapi cowok.
“Yuuupz bener banget,” sahut cewek yang satunya lagi, kalau cewek yang ini mengenakan jilbab, cewek ini juga dikenal tomboy. Kedua cewek ini berjalan mendekat ke tempat duduk mereka yang ada di depan tempat duduk Nadia.
“Agri, Desi, kalian berdua abis dari mana sih? Pergi nggak bilang-bilang,” tanya Puput mengalihkan pembicaraan.
“Biasalah dari kantin, abis pergi makan. Maaf nggak ngajak-ngajak soalnya kan kalian kelihatan sibuk ngerjain tugas, jadinya kita pergi berdua aja.” Jawab Desi.
“Di, ngapain kamu di sini? Buat masalah lagi ya?” tanya Agri.
“Ya nggaklah, aku ke sini itu mau liat jawabannya Nadia.” kata Hadi membela diri, padahal memeng benar dia juga buat masalah.
“Kamu itu, nyontek aja kerjaannya. Kerja sendiri kek sesekali!” sahut Desi.
“Iya tuh Des, nyari contekan tapi buat masalah juga.” sambung Puput.
“Hadi, Hadi, kamu itu ya, nggak ada bosen-bosen nya buat Nadia sama Pian jadi berantem. Lagian kamu juga Pian, kalau emang suka itu bilang suka. Jangan pakai acara buat masalah terus sama Nadia. Jadi ribut kan, berantem udah terus endingnya!” Agri angkat bicara, semua terdiam dan melihat Agri dengan heran.
“Gri, kamu jangan asal ngomong ya, aku itu emang nggak suka sama Nadia.” bentak Pian dan mukanya jadi merah.
“Nggak suka, tapi mukanya merona.” kata Desi seraya diiringi tawa, temen-temen yang lain juga ikut tertawa.
“Tau ini anak, asal aja kalau ngomong.” tambah Nadia.
”Siapa juga yang ngasal, buktinya aja itu sudah banyak. Ya nggak temen-temen?” teriak Agri ke teman-temennya.
“Y.O.A” kata temen-temennya serempak mengiyakan. Nadia cuma bisa memasang wajah herannya. Sementara Pian cuma bisa diam.
“Udah, udah, nggak usah didengerin perkataannya Agri! Maklum dia lagi eror.” Desi mengalihkan pembicaraan,“sudah kalian semua lanjutin saja kerjain tugas kalian, dan kalian berdua juga nggak usah rebut-ribut lagi. Dan buat kamu Di, kembali sana ke tempat duduk mu!” lanjut Desi.
*****
Di tempat yang berbeda, seorang pria muda nan tampan tengah mondar mandir di ruangan besarnya. Dia adalah seorang pimpinan perusahan milik keluarganya. Hatinya tengah dalam kegelisahan, pasalnya sang adik yang ia utus untuk melakukan sebuah misi mengawasi dan mencari keberadaan kekasih hatinya sejak usianya 10 tahun malah tidak memberikan kabar sudah satu Minggu ini.
"Awas saja kalau sampai dia tidak mengangkat telpon kali ini!" Ancam pria berhidung mancung itu. Ia kembali mencoba menghubungi adiknya.
Tuut tuuut tuuut
Tepat di bunyi terakhir telpon pun tersambung.
"Kenapa baru sekarang angkat telponnya?" sentak pria itu.
"Ya ampun, salam dulu kek. Ini sudah marah-marah." Protes suara di seberang sana.
"Ya gimana nggak marah kamu di telpon sudah seperti orang nomor satu saja pakai acara nggak angkat."
"Maaf kakakku yang gagah, Pian sibuk. Tugas sekolah menumpuk." Ucap Pian di seberang sana memberikan alasan.
"Halah paling kamu sibuk deketin cewek. Gimana misimu? Apa kekasih kecilku sudah kamu temukan?" tanya sang kakak lagi.
"Sudah kakak Dhika ku sayang. Di sini namanya Ayuniarti. Dia sudah mengganti identitasnya." Pian kini memberikan laporan.
"Baguslah kalau dia ketemu. Selesaikan misi mu, sampai aku yang akan menggantikan kamu nanti untuk menjemputnya." Titah Dhika.
"Ish seenaknya saja memberikan misi pada remaja seperti ku." Gerutu Pian di sana.
"Jangan banyak protes. Lain kali kalau aku telpon angkat lebih cepat. Aku tidak suka menunggu." Ucap Dhika.
"Wow wow seenaknya bilang begitu giliran dia nyuruh orang nunggu boleh." Protes Pian lagi tak terima, namun telpon itu sudah terputus begitu saja.
"Tunggu aku gadis kecilku. Aku akan menjemputmu. Dan akan aku jadikan kamu milikku seorang." Gumam Dhika dengan senyum lebar di wajah tampannya.