Naya merasa persahabatannya dengan Atan semakin merenggang, atau cowok itu sengaja menjauhinya.
Naya duduk diatas ranjangnya dengan gelisah, menatap ke ujung balkon kamarnya. Kamar Atan menyala terang menandakan cowok itu masih terjaga. Tapi kenapa Atan gak juga kesini.
Katanya dia ngerasa bersalah tapi kenapa gak minta maap. Iya sih waktu itu di kelas udah tapi itu aja gak cukup. Karena hubungan mereka malah merenggang seperti ini.
Dibanding bolos dengan Aryo dan Bagas ke warnet, Atan malah lebih memilih menemani Fray di perpustakaan seharian.
Atan bukan orang yang betah buat diem di perpus. Yang ada dia pecicilan dan ngancurin perpus mungkin sampe diusir sama Bu Ani yang terkenal galak sama murid-murid yang rusuh di perpus.
Jadi apakah Atan bener-bener udah berubah? Naya harusnya bersyukur kalo cowok itu jadi rajin ke perpus. Kalo Atan pinter kan gampang nyonteknya kalo ulangan nanti.
Naya gak juga bisa tidur sampe kamar Atan berubah gelap. Cowok itu pasti udah tidur.
Hingga pagi pun Naya gak bisa tidur, meninggalkan lingkaran hitam dikantung matanya.
" Lo yakin mau sekolah dengan muka bengep gitu?" Tanya Kak Aldo begitu Naya turun keruang makan dan mengambil sepotong roti kemudian menggigitnya. Adiknya itu udah siap dengan seragam lengkap sekolahnya. Ia beralasan wajahnya bengep karena abis latihan buat turnamen bulan depan.
Aldo percaya. Karena setiap latihan untuk turnamen sudah wajar kalo wajah mulus adiknya itu akan ada noda kebiruannya.
Kalo Naya jujur soal dipukul Atan, yang ada Atan bakal kena bogem mentah Aldo yang pemegang sabuk hitam taekwondo ini.
Naya gak mau ambil resiko.
" Anterin tapi ya."
" Lah gak bareng Atan?" Tanya Aldo sembari mengikat tali sepatunya dan siap berangkat.
" Pengen dateng lebih pagi aja." Jawab Naya asal. Semoga aja Aldo gak curiga.
" Lah tumben. Ini bukan pertanda gue harus ngadep guru BK lo lagi kan?" Aldo menaikkan sebelah alisnya . Naya memutar bola matanya dengan malas bikin kakaknya itu cengengesan.
Lima belas menit cukup cepat Naya sampe disekolah dengan motor ninja Aldo dan kemampuan kakaknya itu nyelip-nyelip di jalan.
Naya langsung turun dari jok motor Aldo dan kakaknya itu langsung menggas motornya pergi, menyadari ada cewek yang menghampirinya.
" Rissa." Ucap Naya, memahami kenapa Kakanya pergi udah kayak abis liat hantu gitu. Ternyata beneran tante kunti dateng. Hehehe
" Tadi kak Aldo ya?" Tanya Rissa yang hari ini keliatan gak terlalu berkilau seperti biasanya. Cewek ini terkesan lebih kalem. Tanpa lipstik menyala di bibirnya ataupun softlens yang biasa dia pake. Naya baru tau warna mata Rissa yang coklat terang seperti miliknya.
Naya mengangguk.
" Waktu itu... Sorry banget ya Nay. " Rupanya Rissa masih gak enak soal pertengkaran hebat di kelasnya tempo hari.
" Gapapa. Atan juga kelewatan."
" Tapi jujur gue gak suka Atan sama Fray." Ucap Rissa dengan sangat cepat, kemudian membekap mulutnya sendiri. Takut salah satu orang dari yang ia sebut muncul atau ada orang yang mengadu. Jujur ia takut kalo Atan akan lepas kontrol seperti tempo hari.
Naya menatap bingung ke Rissa." kenapa?"
Rissa menggeleng. " Gue ngerasa gak enak aja. Gak tau kenapa . Tapi ngeliat lo jadi jauh sama Atan, gue jadi mikir tuh cewek sengaja. Gue lebih suka liat Atan deket sama lo. Karena udah biasa dari SMP kali ya." Ia mengusap tengkuknya.
Naya tersenyum mengerti, karena ia juga merasakan yang Rissa rasakan sekarang. " Yaudah gue ke kelas duluan ya. Lo jangan cari masalah sama Atan. Gue takut gak bisa jadi tameng lagi. Gue harus selesain dulu masalah ini."
Rissa mengangguk mengerti. Ia tersenyum menatap kepergian Naya, cewek itu gak seburuk yang ia pikirkan.
" Nanay!!"
Naya menoleh ke orang yang memanggilnya, tepatnya satu-satunya orang yang memanggilnya Nanay sejak hampir seminggu ini. Naya sepertinya mulai terbiasa walaupun kadang ia berimajinasi kalo yang memanggilnya itu barusan Mario atau Anggara.
" Nih buat Nanay ." Bara menyodorkan kotak coklat berbentuk love dengan pita ungu.
Naya tidak asing dengan kotak ini, pita ungu. Walaupun kelihatannya sama aja kayak kotak coklat yang lain tapi ini persis kayak yang Mario ataupun Anggara kasih. " Emangnya valentine sekarang ya? Kok ngasih coklat?" Naya tersenyum tapi tetap ia terima kotaknya.
" Kan gak harus valentine buat ngasih Nanay coklat. Nanay harus makan coklat terus biar tambah manis."
Naya menatap gak percaya dengan orang didepannya ini.
Dia Bara.
Bukan Mario ataupun Anggara.
Tapi kenapa kata-katanya Bara sama persis dengan yang dikatakan Mario dan Anggara dulu.
Gak sengaja Naya menjatuhkan kotak coklatnya , bikin Bara refleks memungutnya. " Kenapa, Nay?" Tanyanya khawatir.
" Gapapa. Sorry ya malah ngejatohin coklatnya. Gue cuma keinget aja sama seseorang." Ucap Naya sambil tersenyum dipaksakan, walaupun sebenernya hatinya khawatir dan agak takut.
Bara tersenyum mengerti lalu menyerahkan kembali kotak coklatnya ke Naya ." Dimakan ya Nay. Gue balik ke kelas dulu. Dadah Nanay!" Lagi-lagi Bara mengusap kepalanya sebelum pergi.
Bahkan cara cowok itu berlari persis seperti Anggara. Rada tengil. Kalo Mario lebih ke agak kalem dikit walaupun sama idiotnya.
......
Naya menahan tubuh Atan yang sudah siap berdiri saat bel istirahat pertama berbunyi. " Kita perlu bicara, Tan." Ucapnya tak terbantahkan.
Atan mengangguk setuju sementara Bagas dan Aryo hanya mengikuti. Mereka sebenernya juga telah jengah dengan kerenggangan persahabatan ini. Atan yang selalu kabur ke perpus ataupun Naya yang selalu menyendiri di taman.
Bagas dan Aryo udah kayak anak ayam kehilangan induknya.
" Ngomong apa, Nay?" Tanya Atan sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. Berusaha serileks mungkin. Walau perasaannya masih tak enak sejak perang dingin dengan gadis ini.
Saat ini keadaan kelas udah sepi. Tinggal mereka berempat.
" Lo ngerasa kan kita kayak ngejauh. " Ucap Naya lebih ke pernyataan bukan pertanyaan.
Atan mengangguk.
" Kenapa? Karena lo lagi deket sama Fray? Oke kalo karena itu alesannya gue ngerti. "
Atan menatap Naya dengan bingung, bingung mau jawab apa. " Gue cuma masih gak enak aja. Soal Fray. Sorry gue lebih sering nemenin dia. Karena gue nyaman aja sama dia."
" Kayak Kanya dulu ya, Tan?" Tanya Naya lagi, kali ini dengan tatapan sendu. Tapi Naya mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
Atan mengangguk. " Tapi gue janji bakal tetep main sama kalian. Cuma waktunya aja yang berkurang. Gapapa kan?" Ia mengusap rambut Naya dengan lembut.
Naya tersenyum. " Oke."
Atan langsung bangkit dari kursinya dengan perasaan sedikit lega. Tadinya ia pikir pembicaraan ini akan panjang tapi kenyataannya hanya butuh beberapa kalimat untuk menyelesaikan kesalahpahaman ini. " Gue mau makan bareng Fray dulu ya. Nanti balik bareng. " ucapnya sambil berjalan keluar kelas.
" Nay. Lo gapapa?" Bagas menatap Naya dengan prihatin. Cewek itu balik menatapnya sambil tersenyum.
" Kantin yuk!" Ajak Naya sambil berdiri dari kursinya dan berjalan keluar kelas.
Aryo dan Bagas mengikuti dibelakang Naya.
" Kok gue kangen Naya bilang gue bakal bunuh lo nanti ke Atan ya." Ucap Bagas yang kali ini hanya dihadiahi tepukan dipundaknya. Karena Aryo merasakan hal yang sama.