Naya kembali ke kelasnya setelah selesai makan, diikuti oleh Bagas, Atan dan Aryo. Mereka berempat memang satu kelas. Biang kerok kelas juga.
Bukan gak sengaja disatukan tapi emang suruhan kepala sekolah katanya biar gampang diaturnya.
Satu kelas aja masih susah diatur apalagi beda kelas.
Bahkan wali kelasnya pun dipilihkan yang paling killer walaupun tetep gak bisa nanganin kebandelan mereka. Yang ada wali kelasnya kelimpungan lantaran mereka selalu menggodanya. Cuma Bagas yang kadang nurut, tapi karena di provokatori Atan dkk, ia lebih memilih ikut mereka.
Katanya solidaritas.
Solidaritas gundulmu.
Seperti hari ini disaat Bu Alma sedang menjelaskan reaksi kimia dengan suaranya yang sangat pelan, Atan dkk malah nyemil keripik singkong yang bunyinya jelas sangat mengganggu.
Cuma Naya yang diem karena emang dia gak doyan keripik singkong, ia hanya mengulum permen kaki di mulutnya sambil menatap malas kearah papan tulis.
Bu Alma jelas sangat terganggu dengan bunyi yang ditimbulkan murid-muridnya itu. Ia langsung membalik badan dan menatap kearah Atan dkk yang duduk di pojok belakang. Rasanya ia mau banget mengundurkan diri dari guru kimia kelas 11 ini.
Murid yang lain hanya menelan ludah, siap menghadapi amukan bu Alma yang terkenal suaranya paling nyaring kalo ngomelin murid. Tapi giliran menjelaskan suaranya kayak orang lagi bisikin papan tulis.
" Kalian kenapa makan di kelas saya!"
Bener aja suara bu Alma mulai melengking se penjuru ruangan kelas yang gak terlalu besar ini.
" Kita lagi taruhan bu!" Sahut Atan tanpa takut sedikit pun. Naya menepuk jidatnya menyadari bahwa akan ada perang dunia kedua di kelas ini kalo Atan mulai bicara.
" Beraninya kalian taruhan di kelas saya!!"
" Gak kok bu! Kita cuma ngebandingin kencengan suara kita makan kripik apa suara ibu yang lagi ngejelasin!" Sahut Bagas yang malah ngasih tau soal taruhan mereka. Bikin Atan dan Arto melotot.
" Terus?!" Bu Alma makin melotot seakan dua bola matanya siap keluar.
" Ternyata kencengan suara bu Alma kalo lagi marah." Bagas malah cengengesan. Kemudian menatap takut-takut ke Atan dan Aryo secara bergantian.
" Keluar dari kelas saya! Berdiri di koridor sampe kelas saya selesai!" Perintah Bu Alma yang tak terbantahkan sambil mengarahkan penggaris besinya kearah pintu kelas.
Atan dengan senang hati berdiri. Diikuti Naya dan Aryo.
" Naya! Gak ada yang nyuruh kamu keluar!" Sahut bu Alma lagi yang merasa gak menyuruh Naya ikut keluar dari kelasnya." Bagas kamu keluar sekarang!"
" Solidaritas bu." Ucap Naya dengan nada santai. Lalu tetap keluar kelas bersama Atan dan Aryo.
Sementara Bagas masih kekeh duduk di tempatnya." Saya mau belajar bu. Saya kan oon kalo disuruh keluar mulu kapan pinternya." Ucapnya dengan wajah memelas. Lagi-lagi sifat rajin Bagas keluar.
Atan berdecak sebal dan menyuruh Aryo menarik manusia i***t itu.
" Elah lu! Bikin lama aja!" Aryo menarik kerah seragam Bagas agar cowok itu cepat berdiri dan mengikutinya keluar kelas.
Bu Alma memijit pelipisnya, lelah menghadapi keempat anak itu sejak kelas sepuluh.
......
" Dasar si bego." Aryo mengusap wajahnya dengan kesal saat melihat Bagas malah berdiri disamping jendela kelasnya sambil tetap memperhatikan bu Alma yang sedang mengajar di dalam. Persis kayak anak putus sekolah tapi masih mau tetep belajar.
" Noh kayak Bagas. Rajin." Ucap Naya yang tepatnya menyindir ke Atan.
" Ogah. Lemot." Ucap Atan berusaha gak peduli. Ingin rasanya ia menarik Bagas untuk menjauh dari sana karena tingkahnya bener-bener kayak anak putus sekolah tapi mau tetep belajar. Mana tampangnya melas gitu.
" Udah tau lemot tapi ikutan badung. Giliran diusir malah melas. Untung temen!" Ucap Aryo dengan suara cukup keras biar Bagas denger.
Yang diomongin pun nengok ke belakang sambil cengengesan." Lucu ya reaksi disatu-satuin gitu udah kayak mak comblang. Kalo udah jodoh juga pasti nyatu sendiri." Ucapnya setelah mendengar penjelas bu Alma.
" Si bego kumat." Ucap Naya, Aryo dan Atan berbarengan.
" Dihukum lagi? Kompak ya." Ucap Dirga yang melewati mereka sambil memegang tumpukan buku. Ia baru aja dari perpustakaan untuk mengambil beberapa buku yang diminta guru dikelasnya. Ia berbeda kelas dengan Atan dkk. Tepatnya kelas mereka sebelahan.
Berbeda dengan Atan dkk, Dirga tipe cowok rajin dan rada dingin. Tapi untuk ke empat orang didepannya, ia jauh lebih keliatan kejam. Melihat mereka dihukum seperti ini jelas membuatnya senang." Lo juga. Belom bayaran Spp apa sampe belajar dari jendela?" Ucapnya ke Bagas.
" Bacot! Mending balik sono lo sebelum dipanggil guru! Lagi males ribut gue nyet!" Ucap Atan yang jelas paling terpancing emosinya. Karena diantara mereka berempat, hanya Atan lah yang merasa punya masalah langsung dengan Dirga.
Dirga hanya tersenyum sinis kemudian masuk ke kelasnya.
" Gue udah bayar SPP kan Yo bulan ini?" Bagas jadi kepikiran soal kata-kata Dirga barusan yang menyangkut soal SPP.
Aryo menjambak rambutnya sendiri ke belakang." Udah bego! Kan barengan sama gue!" Bagas hanya mengangguk dan kembali mengintip ke kelasnya lewat jendela.
Tapi seseorang menutupi jendelanya dengan gorden sehingga yang dilihat Bagas sekarang hanya gorden hitam. Cowok itu pun kembali ke temen-temennya dengan wajah frustasi.
" Mampus lu!" Ucap Aryo sambil menoyor jidat Bagas dengan telunjuknya. Bagas cuma menghela napas.
" Bisa-bisanya ya gue satu geng sama kalian." Naya menutupi wajahnya dengan frustasi.
…..
Naya kembali kerumahnya setelah diantar Atan, Aryo dan Bagas. Rumah mereka memang satu komplek bahkan rumah Atan tepat disebelah rumahnya dan Balkon rumah mereka yang saling menempel. Membuat Atan kapan saja bisa main kerumahnya.
Naya menatap sendu kerumahnya yang selalu sepi ini. Sejak kematian kedua orang tuanya waktu ia baru lulus SD karena kecelakaan pesawat, tante Mirna, adik almarhum Ibunya tinggal disini untuk menemani ia dan kakaknya. Rifaldo Bastian.
Biasa dipanggil Aldo. Kakak satu-satunya yang sekarang sudah kuliah semester tiga. Tapi udah setahun terakhir ini tante mirna dipindah kerja di Singapore jadi terpaksa membiarkan Aldo dan Naya tinggal hanya berdua dirumah sebesar ini.
Untuk biaya sekolah dan kuliah mereka tidak perlu khawatir karena orangtua mereka telah mempersiapkan semuanya. Bahkan perusahaan yang sekarang dipegang tante Mirna pun sepenuhnya adalah milik mereka. Hanya tante Mirna bantu untuk mengurusnya.
Terdengar suara tivi waktu Naya masuk kedalam." Kak Aldo udah balik? Tumben." Ucapnya menyadari kehadiran kakaknya itu diruang keluarga.
Aldo sedang selonjoran di sofa sambil menonton tivi. Biasanya kakaknya itu akan pulang agak malam karena tugas kuliah yang menumpuk. Ia melirik sebentar ke Naya sambil nyengir." Bikinin mi dong. Laper gue."
" Tante Mirna bilang jangan kebanyakan makan mi instan." Naya meletakkan sepatunya di rak kemudian masuk ke dapur." Gimana kalo kita makan samyang?" Ia menunjukan sebungkus samyang di tangannya.
Aldo memutar bola matanya." Sejak kapan samyang bukan mie instan?"
Naya terkekeh." Seenggaknya tante mirna gak tau."
" Serah lo dah dek!"
Gak lama kemudian Naya kembali dengan dua piring samyang di tangannya. Ia memberikan satu piring ke Aldo dan mulai melahap samyang miliknya.
" Naya!!! Naya!!!" Suara Atan dari atas. Gak lama cowok itu turun dari kamar Naya dan nyamperin ke ruang keluarga. Ia merebut samyang milik Naya dan langsung melahapnya satu lilitan garpu penuh." Bagi!"
" Itu......"
Belum sempet Naya mencegah Atan melahap samyang miliknya , wajah cowok itu udah berubah merah dan langsung mengambil minum didapur setelah mengembalikan piring milik Naya." Dasar bego! Ini samyang kocak! Kepedesan mampus lo!"
" Naya jahatt!! Gue kan gak doyan pedes!!" Teriak Atan dari arah dapur.
Naya cekikikan.
" Nyelonong lagi dia dari balkon?" Aldo menatap adiknya dengan satu alis terangkat. Naya hanya mengangkat bahunya, gak peduli.
Sebuah kebiasaan Atan. Kalo main kerumah Naya pasti lewat balkon kamar Naya dan langsung masuk ke dalem. Mentang-mentang balkonnya nempel. Untung aja mereka tetanggaan dari orok. Jadi gak terlalu dipermasalahkan.
Atan kembali dengan satu gelas air putih penuh ditangannya. Takut-takut rasa panas dan pedas di lidahnya kembali lagi." Jahat lo!"
" Makanya jangan asal makan! " Ucap Naya sambil senyum penuh kemenangan.
" Nanti malem makan ditempat gue ya. Nyokap masak makanan kesukaan lo." Ucap Atan kemudian duduk diantara Aldo dan Naya. Dengan sangat terpaksa Aldo minggir ke tepi sofa karena Atan bener-bener makan tempat.
" Nyempil mulu lo kayak upil! " Sungut Aldo yang merasa acara makan samyangnya terganggu. Untung aja Atan udah dianggep sebagai adik sendiri seperti Naya.
Atan malah cengengesan. Pengen banget Aldo cekokin samyang satu sendok aja.
" Okedeh." Naya setuju. Orangtua Atan emang paling deket dengan keluarganya dulu. Waktu orangtua Naya masih hidup, mereka pernah barbequean bareng di halaman belakang rumah. Jadi setelah orangtua Naya meninggal, orangtua Atan kadang berperan sebagai orangtua Naya dan Aldo.
Lagipula Atan anak satu-satunya jadi orangtuanya gak keberatan dengan kehadiran dua orang lagi.