Naya merebahkan dirinya dikasur kemudian menutup kedua matanya. Untung aja ia diantar pulang sama Dirga karena ternyata kak Aldo akan mengerjakan tugas sampe malam dirumah temennya.
Cewek itu melirik kearah kamar Atan yang keliatan masih gelap. Sepertinya cowok itu belum kembali.
Semudah itu ya lo Tan buka hati buat cewek yang baru lo kenal. Sementara buat gue, bahkan lo sama sekali gak ngeliat gue sepertinya. Naya membatin sedih.
.....
Sementara ditempat lain Atan sedang duduk bersama Fray di sebuah coffe shop di salah satu mall. Setelah selesai mencari semua keperluan Fray selama sekolah nanti, cewek itu memutuskan untuk menraktir Atan kopi di tempat favoritnya.
Atan jelas menolak karena dia cowok. Masa cowok yang ditraktir cewek.
Fray tetap memaksa dan akhirnya Atan menyerah. Ia gak bisa liat cewek didepannya ini pasang wajah melas.
" Lo di Prancis tinggal sama siapa?" Tanya Atan, memulai pembicaraan. Ia penasaran dengan kehidupan cewek yang belum lama ini berhasil mencuri sedikit perhatiannya.
" Sama Tante. " jawab Fray sekenanya. Ia menyedot frapelatte miliknya sementara Atan mengaduk-aduk capuchino miliknya.
" Terus tinggal di Indonesia sama siapa?"
" Sendiri."
" Orangtua lo?"
" Meninggal."
Atan menghentikan pertanyaannya, menyadari raut wajah Fray yang sedikit berubah. " Maap banget. Pertanyaan gue lancang ya."
" Gak apa- apa kok." Fray tersenyum manis seperti biasa. " Gue malah seneng ada yang bisa dicurhatin. Gue udah lama tinggal sendirian."
Atan mengangguk, prihatin dengan keadaan Fray. Cewek ini kelihatan kesepian.
Atan jadi inget sama Naya. Tapi walaupun cewek itu kehilangan kedua orangtuanya, dia masih punya Aldo yang siap selalu menemani cewek itu.
" Boleh minta sesuatu kak?" Fray membalas tatapan Atan yang sedari tadi menatapnya.
" Apa?"
" Temenin gue terus ya. Gue butuh elo." Ucap Fray dengan tatapan sendunya. Membuat Atan gak sanggup untuk menolak permintaan cewek ini.
.....
Naya terbangun dari tidurnya. Ia seperti mimpi buruk.
Atan menjauhinya.
Satu-satunya mimpi yang paling buruk. Setelah mimpi kehilangan kedua orangtuanya.
Atan adalah orang terpenting dihidupnya sekarang setelah kak Aldo tentunya.
Naya melirik lagi ke balkon kamar Atan, masih gelap. Ia gak tau cowok itu udah pulang atau belum. Akhirnya ia berjalan keluar balkon kamarnya dan duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan balkon kamar Atan. Menatap lurus kedepan berharap orang itu akan keluar dari sana, mengagetkannya seperti biasa.
Sayangnya itu hanya harapan kosong. Karena Naya melihat bayang-bayang tubuh Atan dalam kegelapan diatas ranjang cowok itu, tubuh itu tengah bernafas teratur.
Atan udah pulang.
Biasanya cowok itu akan menyapanya seperti biasa atau nyelonong masuk kekamarnya untuk sekedar mengganggu tidur nyenyak Naya.
" Baru sehari anak baru itu berhasil ngerubah lo Tan. Gue gak ngerti harus seneng karena lo udah move on atau sedih kalo harus kehilangan lo lagi." Ucap Naya, kemudian masuk ke kamarnya lagi.
......
" Cabut yok!!" Atan udah bersiap dengan tas di pundaknya. Aryo dan Bagas mengikuti sementara Naya tetap ditempatnya. " Lo gak ikut?" Atan menatap kearah Naya yang sama sekali gak bergeming.
" Gak mood. Lagian lo pada juga paling cabut ke warnet. Ogah dah gue nontonin cowok maen game online." Ucap Naya yang mengetahui kemana tujuan mereka cabut. Ia gak mau ketemu sama cowok-cowok aneh di warnet yang kerjaannya mantengin komputer. Sampe lupa mandi, lupa makan, lupa hidup juga mungkin.
" Jadi Naya lebih mentingin belajar bahasa Indonesia sama bu Sabar yang pikun itu?" Ucap Bagas hampir gak percaya. Ia sih bosen liat bu Sabar yang selama ngajar pasti sibuk mengingat nama-nama muridnya yang akan dipanggil untuk membacakan paragraf di buku cetak.
Percaya deh itu ngebosenin.
Bagas aja yang kerajinan sampe bosen.
" Sebagai warga negara yang baik." Ucap Naya, acuh.
" Duh ! Gue merinding. Itu bukan kata-kata terakhir lo kan Nay?" Tanya Atan memastikan kalo hidup sahabatnya gak hanya tersisa hari ini.
Naya mendelik, cukup meyakinkan Atan bahwa cewek itu seenggaknya masih akan ke sekolah besok. Bagas dan Aryo cekikikan.
" Yaudah nanti istirahat gue balik kesini kok. Tunggu di taman aja ya. Siapin sesajen." Ucap Atan sebelum pergi. Aryo dan Bagas mengikuti dibelakang layaknya anak ayam mengikuti induknya.
Naya berdecih. Mereka pikir ia betah dengerin bu Sabar ngajar. Ia pun bangkit dari kursinya dan memilih bersembunyi di halaman belakang sekolah sambil dengerin musik.
Saat lagi asik dengerin musik di pojokan, Naya denger suara jeritan tertahan seseorang. Ia mengintip dari balik tembok kayu yang telah rapuh.
Rissa dkk dan korban baru mereka.
Fray.
Rissa menarik rambut Fray dan mendorong cewek itu ke tumpukan kardus dekat pohon cerri.
Di sekolah Naya memang banyak pohon cerri.
" Lo gak usah centil sama Atan!"
Bener dugaan Naya. Pasti soal Atan. Rissa gak mungkin bertindak seperti ini lagi kecuali soal Atan, cowok yang juga Naya suka.
" Centil apa sih kak? Kita kan cuma temenan." Ucap Fray takut-takut.
Sementara Milli tengak tengok melihat situasi disekitarnya dan Gladys yang siap dengan sebotol air got ditangannya.
" Temenan apaan? Lo pikir gue gak tau lo jalan sama dia ke kafe. Pake minta dijagain lagi sama Atan! Gak tau malu lo!"
Deg!!
Mau gak mau hati Naya mencelos juga mendengar penuturan Fray soal permintaan cewek itu ke Atan.
Apa Atan menyetujuinya?
Melihat Rissa semarag ini, Naya tau jawabannya. Bikin hati dia makin mencelos seutuhnya.
Gak bisa.
Naya gak bisa liat seseorang dibully dihadapannya. Dulu soal cewek-cewek yang mencoba deketin Atan, Naya bisa diem aja karena mereka gak dibully dihadapannya. Tapi soal Fray, cewek itu di bully didepan matanya sendiri.
Naya langsung keluar dari persembunyiannya sebelum Rissa berhasil menuangkan air got yang dibotol itu ke tubuh Fray.
" Atan gak bakal suka liat lo begitu. Abang gue juga." Ucap Naya yang tau banget kelemagan Rissa, cewek itu tampaknya terkejut sehingga membuatnya melepaskan botol ditangannya dan mengenai sepatunya.
" Sia !" Rissa mengumpat dan balik menatap Naya dengan tatapan gak suka." Jangan ikut campur Nay!"
Naya tersenyum tanpa mundur sedikitpun. Ia melipat lengan seragamnya, siap jika Rissa akan menyerangnya bersama kedua jongosnya. " Lo mau ngajak gue sparing? Dengan senang hati Rissa."
Rissa dkk kelihatan gelisah karena mereka sadar walaupun mereka bertiga, mereka gak akan bisa menghadapi Naya yang jago bela diri itu.
" Jangan pernah ganggu Fray lagi. Atau lo tau akibatnya." Ucap Naya menyadari gak akan ada perlawanan dari kubu Rissa.
Rissa menghentakan kakinya kemudian pergi diikuti Milli dan Gladys. " Sial! Sepatu gue kotor! Cuciin pokoknya!" Ia melepaskan dengan asal sepatunya.
Bodohnya lagi si Milli dan Gladys malah memungut sepatu Rissa itu.
Mereka sahabatan apa jadi pembantu sih? Naya membatin.
Naya balik menatap Fray yang daritadi diam aja ditempatnya. Sepertinya cewek ini shock. " Lo gak apa- apa?"
Fray menatap Naya kemudian tersenyum. " Makasih ya kak."
Naya mengangguk. Ia penasaran apa yang bakal Atan lakukan kalo tau ia baru aja menyelamatkan Fray dari ancaman Rissa dkk. Membayangkan Atan bakal berterimakasih banget padanya pun malah menbuat hatinya nyeri.
" Kak Naya sahabatan sama Kak Atan?" Tanya Fray saat mereka lagi dijalan kembali menuju kelas. Naya sengaja mengantar Fray ke kelasnya untuk memastikan agar cewek ini selamat tanpa gangguan Rissa lagi.
Lagi-lagi Naya mengangguk. " Sahabat dari orok malah. Kenapa emang?"
" Aku suka sama kak Atan. Dia suka gak ya sama aku?"
Seharusnya Naya gak bertanya kenapa. Seharusnya ia tau kalo Fray akan menjawab seperti ini. Jawaban yang jelas melukai hatinya. Menggores luka baru yang Naya tau gak akan pernah sembuh.
Karena sang pemberi luka pun gak akan pernah sadar bahwa dia telah melukai.
Naya hanya menjawab pertanyaan Fray dengan senyum yang dipaksakan. Setelah sampai didepan kelas cewek itu, Naya pamit pergi. Ia masih harus bolos karena jam bu Sabar belum habis.
" Makasih kak!!" Teriak Fray sekali lagi. Naya hanya mengangkat satu tangannya tanpa membalikkan badannya.