Tiga tahun lalu.
Dapat bertemu dengannya adalah sebuah kebetulan yang paling membahagiakan bagi Amira. Setelah mengalami patah hati hebat dan mati rasa selama beberapa tahun. Tidak di sangka hatinya bisa kembali berbunga-bunga. Seorang pria bernama Farel Argantara seolah berhasil menyalakan api yang selama ini padam dalam dirinya.
Pertemuan tak sengaja itu, menjadi awal dari sebuah hubungan manis namun tak terikat.
Sudah kebiasaan Amira membeli sebuah n****+ tiap kali ia pergi ke swalayan. Membaca n****+ adalah hobinya sejak masa sekolah dulu. Hingga ia menikah dan memiliki anakpun tetap sama. Kebetulan hari ini ada launching n****+ romantis keluaran terbaru dari penulis favoritnya, Amira tidak ingin ketinggalan dan kehabisan. Seusai belanja kebutuhan pokok di lantai dasar swalayan. Ia segera naik ke lantai atas mendatangi toko buku langganannya.
Matanya dengan cermat menyisir setiap rak buku demi mencari n****+ incaran. "Semoga aja nggak kehabisan," gumamnya sambil terus mencari satu rak ke rak lainnya. Hingga tiba di rak paling ujung, matanya berbinar saat melihat n****+ incaran tersisa satu di barisan buku paling depan. Ia bergegas menghampiri dan hendak meraihnya, namun tangan seseorang lebih dulu memegangnya. Amira tak mau kalah, "aku duluan yang liat n****+ itu."Serunya. Pemuda yang ada di dekatnya celingukan mencari asal suara.
Amira mendekat ke arahnya dan berkata, "aku duluan yang liat n****+ itu, dan itu cuma sisa satu."
Pemuda di hadapannya sedikit bingung dengan pernyataan Amira. "Tapi kan aku duluan yang ambil, jadi ini punya aku dong." Jawabnya lugas.
"Plies buat aku aja boleh nggak? Soalnya aku males kalau harus nunggu keluaran ke-dua, pasti lama." Amira menginginkan buku itu, tapi nada bicaranya tidak seperti orang memohon sama sekali. Ia malah lebih mirip tukang palak.
"Ya... Tapi aku juga pingin baca n****+ ini juga, kenapa aku harus kasih ke kamu?" Wajah Amira berubah masam, ternyata pemuda di hadapannya ini keras kepala juga.
"Tapi kan kamu cowok, kenapa nggak mau ngalah sama cewek?"
Tak di sangka pemuda itu malah terkekeh, apa yang lucu? Pikir Amira. Tapi saat tersenyum seperti itu, pemuda itu terlihat lebih ... tampan.
"Jadi kamu beneran suka baca n****+ karya Mrs. M juga?" Tanyanya dengan tawa yang belum sepenuhnya mereda.
"Iya, aku selalu nungguin seri terbarunya, padahal baru launching hari ini, tapi nggak nyangka, baru juga beberapa jam langsung ludes aja."
"Bener banget, karena aku yakin para pembaca pada penasaran dan nggak sabar buat lanjutin baca kisah Anzel dan Liam. Soalnya ceritanya seru banget. Tentang perjuangan mencari cinta sejati." Jelas pemuda itu antusias.
"Iya, aku juga penasaran, sebenarnya Anzel masih hidup atau nggak? Kasihan Liam kalau harus nunggu lama-lama."
Gunung es dalam diri Amira seolah mencair. Biasanya dia sangat jarang bisa cocok dengan seseorang. Tapi kali ini, tanpa sadar ia mengeluarkan banyak kata dan bahkan tersenyum. Pemuda itu satu frekuensi dengannya.
"Oh...iya, nama kamu siapa?"
"Kenapa tiba-tiba nanya nama?"
"Ya pingin kenalan aja, emang nggak boleh?" Pemuda itu mengulurkan tangan padanya.
Amira menggigit bibir bawahnya ragu. Pemuda ini sangat menyenangkan, tapi Amira ingat dirinya sudah terikat dengan seseorang. Bahkan di rumah ada dua mahluk kecil yang sedang menunggunya. Dia juga heran, apa dirinya tidak terlihat seperti sudah menikah? Itu pasti karena badannya yang masih terlihat ramping meski sudah melahirkan sebanyak dua kali.
"Amira..." Jawabnya ragu-ragu sembari membalas jabatan tangan pemuda di hadapannya.
"Nama yang bagus, aku Farel. Salam kenal."
Entah kenapa tiba-tiba ada sesuatu yang aneh dalam diri Amira. Ia merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Yaudah ... Aku ngalah, n****+ ini buat kamu aja, biar aku nunggu keluaran ke-dua aja."
Amira tertegun, lidahnya kelu, ia tak bisa mengeluarkan satu patah pun. Ia terpesona. Pemuda ini tampan, ramah dan pengertian. Hatinya yang selama itu dingin dan beku, seolah tersentuh.
"Makasih."
"Sama-sama."
Amira terus menyunggingkan senyum di sepanjang perjalanan pulang. Sambil memeluk n****+ ia teringat kejadian beberapa waktu lalu. Seorang pemuda bernama Farel. Perlahan tapi pasti mulai meringsek masuk menembus pertahanan hatinya.
Tapi sayang, Amira dan Farel tak sempat bertukar nomer telepon tadi. Seseorang menelpon ke ponselnya, dan setelah itu Farel pergi dengan buru-buru.
Entahlah, mungkinkah dirinya mengharapkan pertemuan selanjutnya? Dan melupakan bahwa dirinya sudah berstatus istri orang? Dan ibu dari dua orang anak?
Bersambung