bc

Rasa Yang Tepat Di Waktu Yang salah

book_age16+
7
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
manipulative
CEO
drama
comedy
sweet
bxg
office/work place
affair
friends
like
intro-logo
Blurb

Mencintai, lalu melepaskan. Kadang cinta itu menyakiti, namun membawa kebahagiaan lain di satu sisi. Takdir membawa Amira Sadiqah  melalui semuanya. Merelakan, kemudian meninggalkan.

Amira terpaksa, meninggalkan kebahagiaanya sendiri, demi kebahagiaan lainnya.

Demi kebahagiaan kedua anaknya, ia menerima tawaran rujuk dari suaminya-Gerald.

Ia terpaksa meninggalkan Farel, pria yang lebih muda 5 tahun darinya, pria yang juga telah menggenggam hatinya saat ini.

Ketika kedua orang menurunkan ego dan meninggikan kesadaran. Mampukah takdir memilih kembali dan menyatukan apa yang telah terpisah?

chap-preview
Free preview
Prolog
Rasanya tidak ingin usai. Begitulah yang sebenarnya hati Amira inginkan. Namun kondisi, situasi, bahkan takdir seolah tak berpihak padanya. Terbangun keras seperti berlian lagi. Memikirkan Farel. Hal yang aneh memikirkan seorang teman adalah kamu masih memimpikan mereka. Bahkan sejak mereka berpisah jarak dan waktu. Teman? Entahlah. Memikirkannya saja d**a Amira terasa nyeri. Seperti biasa, Amira bangun lebih awal di bandingkan anggota keluarga lainnya. Ia lekas pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan seperti biasanya. Dua tahun lamanya, sejak ia memutuskan untuk kembali rujuk dengan suaminya. Tinggal seatap dan menjalani hidup layaknya rumah tangga bahagia tanpa cela. Seorang suami yang tampan, sepasang anak laki-laki dan perempuan. Pekerjaan yang mapan serta gaji yang lumayan. Bukankah itu terlihat sempurna? Tidak? Itu tidak seperti kelihatannya. Ada luka menganga yang diam-diam Amira sembunyikan. Sekalipun luka itu berangsur pulih, tapi bekasnya mungkin tidak akan pernah hilang selamanya. Tapi bukan luka yang itu lagi yang membuatnya risau. Amira tahu luka yang di sebabkan suaminya telah mengering. Untuk itu ia mau mencoba kembali menerima sang suami-Gerald yang sempat meremukkan hatinya dengan sebuah penghianatan. Tapi bagaimana ia memutuskan untuk menerima pria itu kembali, pastilah penuh pertimbangan. Ya... Benar, ini selalu tentang anak-anak. Amira tidak ingin tumbuh kembang anak-anaknya terganggu karena tidak di asuh oleh keluarga yang utuh. Betapapun hancurnya hatinya saat itu, ia berusaha untuk membuat dirinya tetap waras. Menilik waktu beberapa tahun ke belakang, hal tak terduga itu terjadi. Seperti letusan gunung berapi dan dirinya tak punya persiapan untuk menyelamatkan diri. Menemukan sebuah pesan singkat di ponsel suaminya yang akhirnya mengubah hidupnya selamanya dan tak kan pernah lagi sama. Amira tidak bisa menerima kala itu. Bahkan ia tak berniat untuk hidup lebih lama lagi. Namun mengingat buah hatinya yang masih sangat membutuhkannya, ia mencoba bertahan meski dengan hati dan pikiran yang kacau. Melalui hari-hari dengan perasaan sakit yang tak tahu harus bagaimana menyembuhkannya. Situasi yang tak memihak, dan harap yang kian hari kian terkikis. Namun Seiring berjalannya waktu, luka itupun berangsur pulih meski tak sepenuhnya. "Pagi, sayang." Melingkarkan tangan di pinggang Amira yang sedang memasak sesuatu. Gerald juga tak lupa mendaratkan ciuman bertubi di pipi wanita itu. Menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam, menjadi kebiasaanya setiap pagi. "Aku liat kamu lagi ngelamun, mikirin apa?" Amira tak menyangka jika Gerald memperhatikannya. Sudah dua tahun, tapi bayangan Farel tak pernah hilang sedikitpun dari benaknya. Tanpa sadar Amira terus memikirkannya setiap hari. Sudah selama itu pula ia tak berkomunikasi dengan Farel. Dan tiba-tiba saja saat terbangun di pagi hari tadi, ia begitu merindukan pria itu. Ia tahu mungkin ini salah. Namun sekuat apapun ia menahan rasa itu, tidak ada yang bisa membohongi hati bukan? Amira tahu ia merindukan pria itu. Pria yang tidak pernah memberitahunya tentang perasaanya yang sebenarnya, begitu juga dengan dirinya. "Mana ada aku melamun, aku fokus masak dari tadi." Kilahnya. Lalu dengan cekatan memindahkan omelet yang telah matang ke dalam piring. "Sudah ... Siap, ayo sarapan." Ia mencoba melepaskan pelukan Gerald dan beralih melangkah ke meja makan. Gerald tahu Amira sedang berbohong, terlihat jelas wanita itu berupaya menghindari tatapannya. "Kalau lagi ada masalah ngomong aja?" Desak Gerald yang kini ikut duduk di meja makan. "Aku liat akhir-ahir ini kamu agak beda, kenapa? Kamu keinget dia lagi, ya?" Amira menghela napas sejenak, ia memilih diam dan tak ingin menggubris perkataan suaminya. Ia tidak ingin memancing keributan yang sama seperti sebelum-sebelumnya. "Bilang aja belum bisa lupa, iya kan?" Amira terpaksa menghentikan aktifitasnya menata meja makan, mengangkat kepala dan menatap suaminya jengah. "Kenapa harus bahas dia lagi? Bukannya aku udah di sini? Sama kamu?" "Tapi hati sama pikiran kamu bukan di sini. Jangan pikir aku nggak tahu." Perkataan suaminya jelas membuat Amira serba salah. Mata pria itu terlihat sedih dan tersakiti. Sama seperti sebelumnya. Gerald tidak berselera makan lagi. Ia meraih tas dan kunci mobilnya di atas meja makan. "Nggak jadi sarapan?" "Aku sarapan di luar aja," ucapnya dingin, setelahnya buru-buru menuju carport. Amira berlari kecil mengejar suaminya. Menahannya sebelum pria itu masuk ke dalam mobil. "Aku minta maaf," Entah sudah berapa kali Amira melakukan kesalahan yang sama, dan Gerald selalu memberinya maaf. "Yang penting aku ngga usaha hubungi dia lagi kan?" Kilahnya. Gerald mengangguk pasrah. "Jangan coba-coba." Ancamnya. "Aku juga udah tepatin janji aku kan? Aku juga udah nggak macem-macem lagi, aku juga udah berusaha jadi suami yang baik. Aku beneran sayang sama kamu Amira. Tapi kalau kamu pilih dia, yaudah aku akan berusaha untuk ihklasin ka--" Kalimat Gerald terhenti karena telunjuk Amira yang menempel di bibirnya. "Udah aku bilang jangan ngomong gitu lagi. Aku udah di sini, yaudah... Jangan bahas tentang dia lagi bisa kan?" Pasti sangat menyakitkan membohongi diri sendiri demi melindungi hati lainnya. Tapi Amira tidak memiliki pilihan lain. Mencintai, lalu melepaskan. Kadang cinta itu menyakiti, namun membawa kebahagiaan lain di satu sisi. Takdir membawa Amira Sadiqah melalui semuanya. Merelakan, kemudian meninggalkan. Amira terpaksa, meninggalkan kebahagiaanya sendiri, demi kebahagiaan lainnya. Demi kebahagiaan kedua anaknya, ia menerima tawaran rujuk dari suaminya-Gerald. Ia terpaksa meninggalkan Farel, pria yang lebih muda 5 tahun darinya, pria yang juga telah menggenggam hatinya saat ini. Ketika kedua orang menurunkan ego dan meninggikan kesadaran. Mampukah takdir memilih kembali dan menyatukan apa yang telah terpisah? Bersambung.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
115.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
201.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
218.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook