PART 1 - Mata Elang

1374 Words
"Kau yakin gaun ini cocok untukku?" tanya Ariadna. "Sangat cocok, Nona Ari. Anda harus terbiasa menggunakan gaun dan rok untuk bekerja di klub malam itu. Saya sudah memasukkan gaun-gaun lain ke koper Anda. Anda yakin saya tak perlu tinggal di rumah itu dan mengawasi semuanya?" tanya Shane - pengawal pribadi Ariadna. Ariadna menggeleng, menyentuh pistol kesayangannya untuk terakhir kalinya. Karena beberapa hari ini - mungkin Ariadna tak akan menggunakannya lagi. Setidaknya, sebelum ia menangkap pemimpin Salvatore itu dan memenggal kepalanya. "Tapi jika sesuatu terjadi pada Anda -" "Apa yang bisa terjadi padaku? Apa kau pikir aku tak bisa menangani geng kecil itu seorang diri? Aku hanya perlu bekerja di sana beberapa hari dan mendekati mereka satu persatu. Tak sulit untuk mendekati pemimpin Salvatore itu. Semua pemimpin sama saja, mereka suka bermain wanita dan terlalu mabuk hingga tak akan menyadari saat aku mengiris kepalanya di pertemuan pertama nanti," kata Ariadna. "Tapi yang saya dengar, Kinn ini sangat misterius, Nona." "Semua orang akan misterius jika kau tak mengenalnya, Shane. Jangan khawatirkan aku dan awasi saja Lauren. Dia pasti akan segera tahu tentang misiku ini dan menghancurkan semuanya," kata Ariadna. "Baik, Nona. Kalau Anda butuh bantuan. Saya akan datang bersama dua ratus -" "Kau akan menyerang mereka dengan dua ratus orang bawahanmu itu? Tidak! Terima kasih." Ariadna memasukkan pistolnya itu ke tasnya. "Kakek akan langsung tahu jika aku mendapat bantuanmu. Dia akan meremehkanku lagi nanti," ucapnya. "Baik, Nona," kata Shane. "Berhenti saja di sini," kata Ariadna. "Tapi, Nona. Darkside masih jauh. Saya akan menurunkan Nona di sana." "Tidak. Lebih baik kau turunkan aku di sini. Seseorang bisa saja mengenali mobilmu dan merunyamkan segalanya." Shane menghentikan mobilnya. Ariadna pun turun dari mobil. Shane membantu mengeluarkan koper Ariadna dari bagasi. Laki-laki itu membungkukkan tubuhnya pada Ariadna. "Semoga sukses, Nona," kata Shane. Ariadna mengangguk kecil. Sebelum Shane masuk ke mobil, perempuan itu mengambil pisau yang terselip di celana belakang Shane. Membuat Shane terkejut karena Ariadna mengambilnya begitu cepat, bahkan Shane tak bisa menghentikannya. "Aku pinjam pisaumu sebentar," kata Ariadna. "Baik, Nona," ucap Shane lalu masuk ke mobil dan meninggalkan Ariadna. Ariadna membuka pisau lipat kesayangan Shane itu, lalu menyimpannya di balik sarung tangan hitam yang ia pakai. Perempuan itu memasang topi hitamnya. Sedikit tak cocok dengan gaun hijaunya yang tampak feminim. Tapi Ariadna tak peduli. Dia sudah terlalu kesal dengan sepatu hak tinggi yang ia pakai, jika ia tak memakai topi hitam kesukaannya, Ariadna akan sepenuhnya menjadi orang lain. Dari semua misi yang pernah ia lakukan, penyamaran menjadi perempuan lemah seperti sekarang adalah yang paling Ariadna benci. Ariadna lebih suka langsung menemui musuhnya dan bertarung satu lawan satu dengan mereka. Mungkin sambil memakai topi hitam dan jaket kulitnya. Berpenampilan seperti seorang pria, agar musuhnya tak terlalu malu karena dikalahkan oleh wanita bertubuh kecil sepertinya. Setelah memberitahu tentang Salvatore pada Ariadna, Sabas Killian langsung mengirim perempuan itu ke kota Torino. Kakeknya itu memiliki jaringan yang luas dan tanpa kesulitan, kakeknya bisa menyusupkan Ariadna bekerja di Darkside Club sebagai pelayan. Benar. Pelayan. Perempuan yang melayani ratusan orang dengan nampan dan piring-piring kotor di kedua tangannya. Membayangkannya saja membuat Ariadna mual. Tapi, memangnya apalagi yang diharapkan Ariadna? Itu lebih baik daripada misinya dua tahun lalu, ketika Lauren meminta bantuan Ariadna dan memaksanya menyamar menjadi penari telanjang di salah satu klub malam. Itu adalah hari yang paling memalukan bagi Ariadna seumur hidup. "Hai, Cantik!" Lamunan Ariadna terpotong ketika sebuah suara berat merayap di belakang telinganya. Perempuan itu melihat dari bayangan di depannya, bahwa di belakangnya kini ada dua orang besar yang mengurungnya. Dilihat dari perbandingan bayangan tubuh mereka dan tubuh Ariadna, mungkin orang-orang ini memiliki tinggi 190 cm lebih. Sama seperti Shane - tapi tubuh mereka lebih besar. Dan mencium dari bau alkohol yang menyengat, Ariadna yakin mereka hanya preman yang suka menganggu wanita di tengah jalan. "Darimana kau, Cantik? Ingin kami antar ke tujuanmu? Biar kami yang menjagamu," kata salah satu mereka dengan suara yang memuakkan, tangan salah satu dari mereka sudah menyentuh pinggang Ariadna dan menekan tubuhnya erat ke perut mereka. Ariadna diam. Memperhatikan sekitarnya dan melihat CCTV di tiang listrik tak jauh darinya. Ariadna bisa saja menjatuhkan dua pria di belakangnya - dengan bantuan pisau yang terselip di sarung tangannya. Tapi CCTV itu membuat Ariadna mengurungkan niatnya. Tak ada perempuan biasa yang bisa mengalahkan dua preman berbadan raksasa seperti di belakang Ariadna ini, apalagi perempuan itu membawa pisau lipat berharga jutaan dollar yang bahkan tak dimiliki pengedar narkoba kelas atas. Itu sungguh mencurigakan dan penyamaran Ariadna akan langsung terungkap. Bahkan sebelum ia memasuki Darkside sialan itu. Ariadna berbalik, memasang wajah ketakutan, yang sama sekali tak pernah ia miliki selama ini. "Tolong... tolong jangan sakiti aku," kata Ariadna dengan penuh permohonan. "Hei, Cantik. Jangan takut, kami tak akan menyakitimu," kata salah satu preman itu sambil membuka topi Ariadna. Beraninya mereka membuka topinya! Bahkan kakek dan Lauren tak berani melakukan itu pada Ariadna. Perempuan itu tak suka siapapun menyentuh bagian kepalanya - bahkan jika itu hanya ujung topinya sekali pun. "Nah, begini kau lebih cantik. Kenapa kau memakai topi malam-malam?" tanya preman itu. Ariadna mundur perlahan. Dalam situasi sekarang - Lari adalah pilihan yang tepat. Ariadna berlari lebih cepat dari kebanyakan pengawal di keluarga Killian dan melawan dua preman gendut itu - Ariadna sudah pasti akan menang. Meskipun ia kini mengenakan sepatu hak setinggi tujuh sentimeter sekali pun. Lari tak akan menimbulkan masalah. Kecuali, Ariadna harus meninggalkan kopernya di jalan ini dan ia beresiko kehilangan berbagai senjatanya yang ada di koper. Tapi itu bukan masalah. Ariadna selalu bisa menghubungi Shane untuk membawakannya senjata baru. Tapi bagaimana jika preman itu melihat senjata-senjatanya dan melapor pada geng Salvatore itu? Itu jelas sekali bunuh diri. "Tolong lepaskan aku. Aku takut..." kata Ariadna dengan nada selemah mungkin. Preman itu membuang topi berharga puluhan juta milik Ariadna ke tanah. Lalu mendekati perempuan itu dengan langkah besarnya. Ariadna mundur ke belakang, menggenggam erat kopernya. Bersiap akan berlari sambil mengangkat koper itu. Tapi sebelum Ariadna melakukan itu, dua preman besar itu berhenti mendekatinya. Dengan cepat mundur seperti dua anak domba yang takut karena melihat seekor harimau tengah memburu mereka. "Selamat malam, Bos!" teriak mereka sambil membungkukkan tubuh sembilan puluh derajat. Bos? Siapa bos mereka? Siapa b******n kecil yang menjadi bos dua preman gendut tak bertenaga di depannya ini? Ariadna menoleh ke belakang dan saat itulah mata setajam elang meliriknya - dengan wajah sedingin es. Ariadna terkesiap - membeku karena aura gelap orang di belakangnya itu. Dan itu pertama kalinya Ariadna terdiam di hadapan orang lain. Bahkan jika orang di belakangnya itu menusuk perut Ariadna dengan pisau, Ariadna tak akan sempat menghindar. Laki-laki berjaket hitam benar-benar membuat Ariadna terpaku. Padahal Ariadna hanya melihat sedikit bagian wajahnya. Laki-laki itu hanya melirik Ariadna - mungkin setengah detik. Lalu melewati perempuan itu dan berjalan lurus seperti tak terjadi apapun. Bahkan tak menatap dua preman di depan Ariadna. Siapa sebenarnya b******n yang berlagak sok keren di depannya itu? "Ayo pergi, Bodoh. Bos akan mengulitimu jika tahu kau mengganggu perempuan malam-malam," ucap salah satu preman. Lalu tanpa memedulikan Ariadna, mereka berdua menyusul laki-laki berjaket hitam itu. Mengikutinya di belakang dengan kepala menunduk seperti seorang pelayan. Bahkan tubuh pria berjaket hitam itu tak ada apa-apanya dibanding tubuh besar dua preman itu. Kenapa dua preman itu takut? Apa yang mereka takuti? Konyol sekali. Ariadna pun mengambil topi kesayangannya yang jatuh, menarik kopernya, lalu kembali berjalan menyusuri jalanan kota Torino yang gelap itu. Hingga ia sampai di sebuah gedung tiga tingkat dengan dinding yang dipenuhi gambar mural aneh. Lampu warna-warni terlihat, bahkan dari pintu depan. Seperti yang dikatakan Shane, Darkside adalah klub malam paling ramai di kota Torino. Dan semua laki-laki yang ada di klub malam itu, mengenakan jaket yang sama dengan laki-laki bermata elang di jalanan tadi. Jaket hitam dengan gambar ular bermata merah dengan kata-kata yang membuat Ariadna mengerutkan kening. Kata-kata itu tertulis di bagian belakang jaket itu. Tadi Ariadna tak menyadarinya, tapi sekarang ia bisa membacanya dengan jelas. Jangan ganggu aku atau kuseret kau ke neraka! Ariadna tersenyum ketika membacanya. Oke. Ariadna mengakui, itu terlihat sedikit keren. Mungkin ia akan menyarankan kakeknya membuat jaket seperti itu untuk semua anggota Killian. Daripada kemeja putih dan jas hitam kaku membosankan yang membuat Ariadna muak setiap pagi, jaket itu terlihat sedikit lebih menarik. Rupanya, Ariadna benar-benar sudah masuk ke sarang Salvatore - geng besar yang menguasai kota Torino itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD