BAGIAN EMPAT

1069 Words
            “Menikah dengan saya Al.” Ucap Bima kepada Alma tepat ketika mereka berdua sedang duduk manis di atas mobil. Seketika Alma jadi mematung, Bagaimana mungkin ia menikahi pria yang tidak memiliki perasaan kepadanya?             “Gak bisa.” Jawab Alma dengan tegas. Walaupun di iming-imingi uang mengenai biaya pengobatan adiknya, Alma tidak akan menyerahkan seluruh hidup nya begitu saja kepada Bima, Alma ingin bahagia dengan pilihannya sendiri. Lagipula Alma juga yakin kepada dirinya sendiri bahwa ia bisa membiayai adiknya hingga sembuh tanpa bantuan Bima dan keluarganya sekalipun.         “Kenapa?” Tanya Bima, matanya masih menatap tajam jalanan di hadapan mereka.         “Aku mau hidup bahagia”         “I’ll make you happy.”     “    Dengan orang yang aku suka, jadi aku gak bisa menikah dengan kamu mas, biaya pengobatan adik aku bukan alasan untuk menyerahkan seluruh hidup aku, lagipula kamu bisa milih puluhan perempuan di luar sana yang jauh lebih cantik dan pintar di bandingkan aku, pasti mereka gak akan menolak.” Sambung Alma.         “Saya pilih kamu, bukan mereka” Ucap Bima lagi, suasana di dalam mobil tiba-tiba terasa dingin, bagi Alma, bahkan bernapas saja terasa berat saat ini.         “Kenapa… ?”         “My Parents… likes you, you know it right? Mereka suka sama kamu sejak kali pertama kamu datang ke rumah. They always talk about you every day.”         “Orang tua kamu yang suka, bukan kamu. Aku nanti menikah sama kamu, bukan sama orang tua kamu. Beritahu mereka, kalau kita putus.” *****             Selama satu tahun penuh menjadi Pacar  pura-pura Bima membuat Alma memang sudah merasa nyaman dengan pria itu, namun ketika Bima memintanya untuk menjadi istrinya semalam, membuat Alma tiba-tiba menjadi tidak nyaman. Alasannya cukup sederhana, yaitu karena Bima meminta Alma untuk menjadi istrinya karena alasan orang tua Bima menyukai Alma.         “Cih… mana mungkin aku bisa satu ranjang dengan laki-laki yang tidak mencintaiku?”  Pikir Alma dalam hati sembari melempar Heels nya ke sembarang arah untuk meluapkan emosinya. Satu per satu pakaiannya ia tanggalkan kemudian berjalan menuju kamar mandi yang juga terletak di kamarnya.         Tiga puluh delapan menit Alma habiskan di kamar mandi untuk sekedar membasuh tubuhnya dan juga sekaligus untuk membersihkan bekas-bekas keringat di tubuhnya. Setelahnya Alma keluar lalu berganti baju kemudian berjalan santai menuju tempat tidurnya. Baru saja ia menjatuhkan bokongnya pada benda empuk itu, tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan sebuah notifikasi email yang sengaja Alma set agar bunyi nya berbeda.         “GOSH! GUE KETERIMA!” Mood yang sejak tadi memburuk tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat hanya karena menerima email dari perusahaan tempatnya melamar pekerjaan beberapa minggu yang lalu. Alma berteriak kegirangan karena mimpinya satu persatu terwujud, kali ini dia di terima di salah satu perusahaan start up dengan jabatan yang cukup menarik bagi Alma. Malam itu menjadi malam yang menyenangkan untuk Alma, bahkan ia sama sekali tidak bisa tidur karena tidak sabar menunggu hari esok dimana ia akan pergi berbelanja seharian, berbelanja untuk kebutuhan kantor nya.         Keesokan harinya Alma bangun lebih awal dari biasanya, ia dengan cepat mandi kemudian bersiap-siap menuju rumah sakit untuk menjenguk adiknya. Setelah itu ia pun berangkat menuju salah satu toko baju langganannya untuk berbelanja sedikit, agar penampilannya bisa sedikit lebih rapih saat hari pertamanya bekerja nanti. Seharian penuh Alma habiskan sendiri tentu saja tanpa menjawab satu telepon pun dari Bima, beratus-ratus pesan singkat, ataupun Chat Bima kirimkan kepada Alma namun tak satupun yang gadis itu balas, begitupun juga dengan teleponnya. Entah sudah berapa puluh kali Bima menelepon Alma namun tak satupun panggilannya yang di jawab oleh gadis itu. Sengaja, Alma sengaja mengabaikan Bima karena Alma tidak mau jatuh lebih dalam lagi kepada pria itu, apalagi ketika pria itu mengajaknya untuk menikah.         Alma pulang ke rumahnya tepat pada jam menunjukan pukul sepuluh malam, sedikit lebih terlambat di bandingkan biasanya. Seperti biasa, Alma menaruh barang-barang belanjaannya di sebuah kursi yang terletak di sudut kamarnya, kemudian dengan cepat ia berlari menuju kamar mandi untuk menghilangkan penatnya sesaat. Sama seperti malam sebelumnya, Alma mandi sembari mendengarkan beberapa lagu dari penyanyi favorite nya, tentu saja tidak se-lama kemarin karena Alma sudah lelah, dan ingin buru-buru mendaratkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Setelah Alma selesai, ia buru-buru keluar dari kamar mandi, namun satu hal yang mengejutkannya adalah, ketika Alma melihat Bima sedang duduk manis di atas kasurnya sembari melipat tangan di d**a, menatap Alma dengan tatapan tajam yang seakan-akan ingin menerkam gadis itu.         “He-eh! Mas? Ngapain kamu di sini?!” Alma panik, seketika ia kembali lagi masuk ke dalam kamar mandi untuk bersembunyi di balik pintu nya.         “Kamu kenapa gak ngangkat telepon saya? Atau minimal balas chat? Kamu sengaja ngehindar?” Tanya Bima sembari berdiri, melangkah menuju kamar mandi kemudian berdiri di depan pintu, ia sengaja menunduk, agar tidak terlalu banyak melihat sesuatu yang belum boleh ia lihat.             “Ya sibuk.” Jawab Alma asal, kaki nya sudah mulai dingin, karena baru saja selesai mandi sekaligus dinginnya pendingin ruangan membuat Alma menjadi kedinginan.             “Balas chat gak perlu waktu ber jam-jam.” Ucap Bima lagi. Alma jadi heran sendiri, melihat perubahan sikap Bima yang seolah-olah berubah seratus delapan puluh derajat, Bima yang awal nya cuek, sekarang tiba-tiba banyak bicara, bahkan seakan-akan posesif kepada Alma.             “Mas, bisa keluar dulu gak bentar? Dingin nih. Pakai baju dulu.” Ucap Alma, kemudian Bima mengangguk mengalah, ia pun keluar dari kamar Alma menunggu gadis itu memakai baju. Kemudian tidak lama kemudian, Alma keluar dari kamarnya menemui Bima yang sedang duduk manis, menonton televisi sembari memakan kue yang entah darimana asalnya.             “Kok tiba-tiba kesini sih?” Tanya Alma, ia menjatuhkan b****g nya di samping Bima sembari menyandarkan tubuh nya pada kursi. Bima tidak menjawab, mata nya masih fokus ke depan, menatap layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun anak-anak.             “Mas!”             “Karena kamu gak jawab telepon, gak balas chat saya juga. Saya kira kamu kenapa-kenapa.”             “Kamu khawatir mas?” Tanya Alma dengan senyum jahil di wajah nya. Bima tak menjawab serta ia juga buru-buru membuang muka.             Keduanya sama-sama kembali diam, tidak ada percakapan di antara mereka berdua bahkan hingga setengah jam lama nya. Alma sudah mulai mengantuk, namun Bima belum juga beranjak dari tempatnya. Alma ingin meminta Bima untuk pulang, namun di saat yang sama ia juga merasa segan terhadap pria itu.             “Kamu nikah ya sama saya.” Ucap Bima lagi. Alma menggeleng dengan cepat.             “Gak bisa mas, kamu gak cinta sama aku, aku gak mau.” Jawab Alma dengan tegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD