BAGIAN SEPULUH

1300 Words
            “Ya kenapa?”  Ucap Bima dengan nada dingin, kedua alisnya saling bertaut, menandakan sesuatu yang tidak ia senangi baru saja ia dengar.             “Gak bisa. Sekarang udah di depan managemen gedung buat pelunasan. Kenapa baru bilang sekarang sih?”             “Ibu? Ibu setuju? Jangan asal ngomong. Emang kalian ini kenapa sih? Kan semalam udah aku bilang mbak! Kalau gak bisa datang yasudah, gak usah maksain biar nikahan aku mundur. Kan aku sama Mba Vio juga udah bilang, kalau kalian bertiga sibuk, yaudah, aku gak maksa kalian buat datang. Kalau mau datang, yaudah kalau gak bisa yaudah gak apa-apa. toh saya ini yang mau ijab qobul, bukan kalian. Kenapa sekarang kalian jadi mempersulit gini sih? Kalian yang heboh sama urusan kalian kenapa sampai menghalangi urusan orang lain?. Yasudah terserah, aku gak bakal nunda. Terserah kalian mau datang atau tidak, capek.”  Bima memutuskan sambungan teleponnya, ia mengatur napasnya yang terdengar gusar. Alma tahu, apa yang sedang mengganggu pikiran calon suaminya saat ini.             “Kita ke rumah ibu dulu ya. I need to talk with her.” Ucap Bima yang saat ini terdengar begitu frustasi, kemudian tanpa menunggu lama ia kembali memutar balik mobilnya menuju arah rumah sang ibu. Melihat apa yang sedang terjadi di hadpaannya saat ini, membuat Alma sedikit takut, apakah rencana pernikahan itu akan terlaksana? Atau gagal? Bagaimana jika gagal? Apa yang akan ia katakan kepada bude dan pakde nya nanti.   Dengan langkah cepat Bima segera memasuki rumah orang tuanya yang juga rumah yang masih ia tinggali saat ini. Emosinya sudah benar-benar tidak terkontrol ketika mendengar kabar dari kakak kedua nya bahwa, ibu mereka setuju dengan pernikahan Alma dan juga Bima yang akan di mundurkan, sesuai dengan jadwal Raline dan kedua adik mereka yang tinggal di jepang dan juga Jerman. “Eh… mas gimana ged-”         “Bu?! Bener apa yang mba Raline bilang?!” Tanpa basa basi Bima langsung menemui ibu nya. Tante Famy yang saat itu sedang duduk manis, menonton televisi seketika terkejut ketika melihat anak laki-laki nya pulang dengan keadaan yang begitu kacau.         “Maksudnya apa? ibu aja gak bicara sama mbak mu seharian ini, maksudnya apa mas?” Tanya tante Famy. Bima segera menarik napas panjang kemudian membuangnya kasar. Saat ini ia begitu emosi, terlebih ketika mengingat kelakuan kakak nya yang membuat urusannya menjadi terhambat gara-gara omong kosongnya yang konyol.         “Kata dia, ibu setuju kalau nikahan Mas sama Alma di mundurin? Tau gak? Gara-gara telfon itu, Mas jadi langsung kesini. Padahal orang gedungnya udah nunggu. Bener bu?” Tanya Bima. Wanita paruh baya itu nampak kebingungan mendengar pertanyaan anaknya sendiri.         “Mas… ibu aja pengen banget ngeliat kamu nikah, kok kamu bisa-bisa nya sih mikir ibu pengen nunda pernikahan kamu? Kan kita sudah sepakat, kalau mba sama adik mu nentang gak bisa datang, yasudah gak usah peduli. Mereka aja gak inget pulang, ibu udah capek sama mereka. Lama-lama kalau ibu makin capek, ibu berhenti biayain sekolah mereka di sana, biar tau rasa.” Tante Famy jadi ikut marah karena perlakuan anak nya, bisa-bisa nya mereka membuat kekacauan sementara saudara mereka sedang mempersiapkan pernikahan.             “Serius bu?” Nada bicara Bima sudah mulai menurun, tidak tergesa-gesa lagi seperti tadi. Tante Famy kemudian mengangguk, tersenyum sembari menepuk pundak putra sematawayang nya.            “Mas… ini namanya ujian sebelum menikah. Emang banyak ujiannya, dan emang ada-ada aja, kamu sama Alma sabar ya, selalu berdoa biar di mudahkan urusannya sama Allah.” Ucap tante Famy yang di balas anggukan oleh anak nya. *****             Malam itu, Bima dan Alma berhasil menyelesaikan urusan gedung pernikahan mereka, awalnya Alma pikir, semuanya akan kembali terhambat, namun ternyata pihak gedung nya mengerti dan memberi Bima dan Alma waktu lebih untuk tanda tangan. Setelah pulang dari mengurus gedung, Alma dan Bima kini sedang menuju ke salah satu tempat di mana mereka akan melakukan fitting baju untuk rangkaian acara mereka nanti. Tempat yang di rekomendasikan teman Alma ini cukup jauh sehingga mereka berdua membutuhkan waktu kurang lebih satu jam baru bisa sampai di tempat itu.             “Ini mah udah deket puncak.” Celetuk Bima. Tempatnya memang jauh, tetapi tidak se jauh ocehan Bima.             “Lebay. Tinggal nyetir aja sih mas.” Balas Alma, Bima pun menurut. Mereka berdua mencairkan suasana di dalam mobil sembari mengobrol, ya setidaknya agar mereka berdua bisa saling kenal satu sama lain. Benar apa yang Alma duga beberapa waktu yang lalu, Bima itu orangnya seru, hanya saja Bima selalu jaga image di depan Alma sehingga ia selalu terlihat kaku. Sekarang, di saat mereka sudah mulai akrab, satu per satu sikap dan sifat asli Bima sudah terlihat, dan tentunya tidak se-buruk apa yang Alma pikir.             “Thanks to apartement’s accident.”  Ucap Alma dalam hati sembari tersenyum menatap calon suaminya itu.             “Ngapain kamu senyum-senyum sambil liatin aku?” Tanya Bima, Alma jadi sadar bahwa ia belum boleh menatap calon suaminya secara terang-terangan seperti itu. nanti Bima risih, nanti Bima ilfeel.             “Dih kepedean.” Jawab Alma.             “Kamu ngantor gitu, kok suka banget pakai baju yang terbuka sih? Nggak. aku nggak larang kok, Cuma ya aneh aja kalau pakaian kamu kayak gitu. Nanti di liatin sama cowok gimana? Apa gak risih?” Tanya Bima, tidak, Bima sebenarnya gak suka kalau Alma pakai baju yang terbuka, rasanya ada yang aneh setiap kali melihat calon istrinya itu memakai baju yang menonjolkan bagian tubuh nya. Bima tidak suka, hanya saja ia malu mengatakannya.             “Emang yang aku pakai sekarang, too much ya mas?” Tanya Alma. ia memang tidak menganggap baju yang ia pakai sekarang adalah baju yang terbuka, biasa saja, seperti standar sekretaris yang bekerja di kebanyakan kantor.             “Iya… banget, rok kamu loh, kependekan, baju kamu kekecilan. Mana kamu suka banget ngiket rambut sampai leher kamu kelihatan. Sopan ga kayak gitu?”             “Kamu cemburu ya mas?”             “Gak lah.”             “Dih boong.”             “Alma…”             “Iya mas… ngga kok, nanti seksinya depan kamu aja.”             “Alma ya Allah!”             “HAHAHA. *****             Alma dan Bima mulai berjalan memasuki salah satu butik yang sangat di rekomendasikan oleh teman-teman Alma. butiknya bahkan tidak terletak di dekat kota, jalanannya sudah hampir menuju desa, ketika sudah sampai pun Alma dan Bima harus berjalan masuk melalui jalan setapak yang hanya bisa di lalui dua orang sekaligus.             “Kamu yakin mau di sini aja?” Tanya Bima. Sejak awal ia sudah risih dengan saran dari teman calon istrinya itu, hanya saja Alma terlihat sangat bersemangat sehingga ia tidak tega untuk menolak.             “Yakin! Udah yuk gak usah ngeluh, yuk masuk!” Ucap Alma yang saat ini sedang berjalan menaiki satu per satu anak tangga. Sesampainya di sana, Alma langsung mengetuk pintu butik yang terlihat seperti rumah itu. cukup lama sebelum seseorang bersuara dari dalam sana, Bima sudah mengajak Alma untuk pergi saja mencari tempat lain karena sang pemilik tak kunjung keluar, namun Alma tetap teguh pada pendiriannya, Alma percaya pada temannya itu dan ingin membuat baju pengantinnya di tempat ini.             “Iya silahkan masuk.” Bima tertegun ketika melihat pemilik suara itu. dunia nya seperti berhenti berputar ketika Bima, melihat Kirana sedang berdiri dengan seutas kain di pundak kiri nya. Kirana tersenyum kepada Alma, gadis itu masih terlihat sama seperti tahun di mana ia di nyatakan hilang. Lama Bima diam, sebelum Alma mengajak Bima untuk ikut masuk.             “Mana mungkin Kirana masih hidup? Saya lagi mimpi kan sekarang ini?”  Batin Bima sudah tidak se jalan dengan pikirannya sendiri, Kirana sudah meninggal, apa ia sedang bersembunyi? Tapi untuk apa semua itu?             “Mas! Ayo ih ya ampun segala gak masuk. Di luar dingin.” Ucap Alma yang membuat Bima sadar, ketika kakinya melangkah masuk ke dalam butik itu, Bima semakin yakin bahwa orang yang ia lihat barusan lihat adalah, Kirana, kekasih nya yang sudah lama hilang. Dia Kirana, Kirana yang selama ini ia cari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD