BAGIAN SEMBILAN

1060 Words
            “Iya mas… aku pulang nya tepat waktu kok. Tenang aja lagi, gak usah berlebihan gitu deh.”  Ucap Alma sembari merapihkan dokumen-dokumen yang baru saja ia kerjakan. Hari ini mereka berdua harus mengunjungi gedung yang akan mereka pakai untuk resepsi nanti, harusnya siang tadi, tapi Alma tidak bisa karena harus ikut rapat dengan petinggi-petinggi di perusahaan tempatnya bekerja. Menjadi seorang asisten pengganti dari direktur perusahaan pencarian membuat Alma sedikit kewalahan dalam membagi waktunya sendiri. Bekerja, menjaga adik nya, serta mengurus pernikahannya sendiri.             “Iyaaaa, nanti langsung jemput aja.”  Ucap Alma lagi, setelahnya ia menutup telepon kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi, mengsuap wajah dengan kasar sembari membuang napas nya kasar. Hari yang cukup berat bagi Alma sendiri, hari ini ia sudah melewati tiga rapat yang berbeda, siang tadi ia harus mengorbankan makan siang nya dengan salah satu client perusahaan dan sekarang ia sedang merapihkan jadwal boss nya sendiri. TOK TOK TOK           Pintu ruang kerja Alma di ketuk berkali-kali, kemudian Alma dengan cepat berdiri, mempersiapkan dirinya siapa tahu sang Boss harus tiba-tiba pergi atau ada kegiatan lagi secara tiba-tiba. Dan tebakan Alma benar, Farhan, si tangan kanan boss nya itu tiba-tiba masuk, memberitahu Alma bahwa nanti malam, boss mereka akan ada perubahan jadwal, dan Alma sebaiknya ikut.             “Mba Al, Bu Elena malam nanti ada makan malam bareng buat kerjasama sama perusahaan sebelah. Gak tau sih jadwalnya gak bertabrakan atau engga, tapi coba di cek, kalau bisa tolong sempetin jadwalnya bu Elena ya, soalnya penting.”             “Oh iya, Mba Al juga harus ikut.” Sambung Farhan yang sukses membuat Alma semakin pusing, pekerjaannya hari ini bukannya berkurang malah semakin bertambah. Luarbiasa sekali.             “Han… gue gak bisa ikut nanti malem. Gimana ya? Soalnya gue ada janji sama calon suami buat ngurus gedung, harusnya sih tadi siang, tapi lo tau sendiri kan, gimana riweuh nya tadi? Gimana ya?” Tanya Alma, ia menggigit bibirnya panik. Kalau saja Bima tahu, pasti pria itu akan kembali murka.             “Gimana ya mba? Apa mau aku gantiin aja?” Pria yang berusia dua tahun lebih muda daripada Alma itu menawarkan tawaran yang seperti surga bagi Alma, mata Alma seketika berbinar mendengar tawaran dari Farhan. Senyumnya yang sejak pagi belum terlihat sama sekali kini sudah terlihat, berkat tawaran dari Farhan.             “Gapapa han? Lo lembur lagi?” Alma memastikan, takut-takut membuat Farhan kerepotan.             “Santai aja mba, gapapa kok. Sukses ya nikahannya.” Ucap Farhan yang kemudian di balas senyum tulus oleh Alma. setidaknya hari ini tidak terlalu buruk, Farhan menyelamatkannya dari pertemuan-pertemuan tanpa istirahat dengan client. *****             “How’s your day?” Tanya Alma, memecah keheningan di antara ia dan juga calon suaminya, sejak Insiden Apartement  beberapa hari yang lalu, hari ini adalah kali pertama mereka bertemu lagi, cukup canggung, di tambah pertengkaran ringan di antara mereka siang tadi semakin membuat kecanggungan terasa di antara keduanya.             “Good. Hari ini aku di kasih tau sama orang kantor tentang promosi jabatan kalau proyek yang lagi aku pegang, gol. Doain aja.” Jawab Bima tanpa menatap Alma, pria itu tetap fokus dengan jalanan di hadapannya. Alma justru malah heran, sejak kapan calon suaminya itu berbicara memakai aku-kamu? Padahal sebelum-sebelumnya, ia tetap memakai kata saya yang jauh terdengar begitu baku.             “Bagus deh kalau gitu.”             “Gimana kerjaan kamu? Jangan terlalu sibuk, nanti kecapean, badan kamu sakit nanti.” Ucap Bima, kali ini sesekali ia melirik calon istrinya itu yang masih nampak segar dengan balutan blazer dan rok selutut nya. Alma tampil cantik setiap hari, Bima jadi sedikit khawatir jika ada yang berusaha mendekati Alma di kantor.             “Engga mas, tenang aja, sakit-sakit mah b aja kali.” Ucap Alma sembari tersenyum jahil             “Kamu masokis ya?” Bima balas bercanda, kemudian keduanya terbahak-bahak. Obrolan dewasa sepasang calon pengantin yang entah sejak kapan jadi mengalir begitu saja.             “Nggak lah! Aku gak suka di tampar, di pecut, apalagi sampai di borgol.”             “Tapi aku suka, gimana dong?” Balas Bima, kini obrolan mereka semakin ngalur ngidul di tambah Alma yang juga semakin merespon calon suaminya itu.             “Yes Sir! Noted!” Jawab Alma dengan senyum sumringah di wajah nya.             “Al…”             “HAHAHAHA.” tawa Alma seketika lepas ketika ia melihat wajah calon suaminya itu malah memerah, Bima memalingkan wajah nya dari Alma, agar gadis itu tidak lebih jauh melihat rona kemerahan pada wajahnya. Seharusnya Alma yang malu, bukan Bima. Namun gadis itu justru malah semakin membalas ucapan demi ucapan dari Bima hingga membuat calon suaminya itu jadi salah tingkah sendiri.             “Awas kamu yaa…” Ucap Bima , sementara itu Alma hanya bisa tertawa. Terserahlah Alma sudah tidak peduli lagi sejak kejadian di apartement kemarin. Ketika sudah sampai di parkiran pihak managemen gedung yang akan mereka sewa untuk acara pernikahan mereka nanti, tiba-tiba ponsel Bima berdering, raut wajah pria itu tiba-tiba berubah, Alma tahu siapa yang menelepon calon suaminya itu saat ini.             Mereka berdua saling berpandangan, kemudian Alma mengangguk meminta Bima untuk mengangkat teleponnya.             “Ya kenapa?”  Ucap Bima dengan nada dingin, kedua alisnya saling bertaut, menandakan sesuatu yang tidak ia senangi baru saja ia dengar.             “Gak bisa. Sekarang udah di depan managemen gedung buat pelunasan. Kenapa baru bilang sekarang sih?” “Ibu? Ibu setuju? Jangan asal ngomong. Emang kalian ini kenapa sih? Kan semalam udah aku bilang mbak! Kalau gak bisa datang yasudah, gak usah maksain biar nikahan aku mundur. Kan aku sama Mba Vio juga udah bilang, kalau kalian bertiga sibuk, yaudah, aku gak maksa kalian buat datang. Kalau mau datang, yaudah kalau gak bisa yaudah gak apa-apa. toh saya ini yang mau ijab qobul, bukan kalian. Kenapa sekarang kalian jadi mempersulit gini sih? Kalian yang heboh sama urusan kalian kenapa sampai menghalangi urusan orang lain?. Yasudah terserah, aku gak bakal nunda. Terserah kalian mau datang atau tidak, capek.”  Bima memutuskan sambungan teleponnya, ia mengatur napasnya yang terdengar gusar. Alma tahu, apa yang sedang mengganggu pikiran calon suaminya saat ini. “Kita ke rumah ibu dulu ya. I need to talk with her.” Ucap Bima yang saat ini terdengar begitu frustasi, kemudian tanpa menunggu lama ia kembali memutar balik mobilnya menuju arah rumah sang ibu. Melihat apa yang sedang terjadi di hadpaannya saat ini, membuat Alma sedikit takut, apakah rencana pernikahan itu akan terlaksana? Atau gagal? Bagaimana jika gagal? Apa yang akan ia katakan kepada bude dan pakde nya nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD