Satya memandang Minami yang masih tertidur di atas sofa. Kata Avalon, kondisinya baik-baik saja. Dia cuma kelelahan dan erlu istirahat serta makan yang banyak. Setelah Minami bangun, Avalon menyuruhnya memberi makan Minami dengan makanan yang bergizi dalam jumlah besar.
Namun sudah sepuluh jam dan Minami belum juga membuka mata, Satya jadi cemas. Sekarang dia sudah mau berangkat kerja dan Minami belum juga membuka mata. Semalaman dia sudah memasak untuk Minami. Di meja makan Jorgi, terseia aneka rupa lauk untuk Minami kalau-kalau dia bangun nanti.
“Avalon bagaimana ini, Minami belum bangun juga. aku sudah mau kerja. Gimana kalau dia bangun saat aku kerja?"
"Percayakan saja padaku, akan kujaga dia," kata Jorgi.
"Bagaimana mungkin aku bisa mempercayakan dia padamu kalau kamu selalu berusaha mencuri ciuman dari Minami. Seolah aku gak tau isi kepalamu saja Jorgi!"
"Kamu pikir Minami bakalan mau aku cium? Kalau iya pun aku cium, gak bikin dia jadi milikku kan? Minami cm numpang makan aja sama aku."
Satya terdiam. Apa yang dikatakan Jorgi benar. Tapi membayangkan bibir Minami menikmati bibir Jorgi membuat dia cemburu. Tetap saja Satya keberatan kalau sampai Jorgi mencium Minami.
"Terserah kamu. Kalau percsya padaku, kujaga dia. Kalau gak percaya, tetap di sini dan kamu bakal dipecat. Mana ada perusahaan mau menggaji karyawan yang sudah bolos kerja di waktu seminggu dia bekerja."
Jorgi benar, dia bakalan kehilangan pekerjaan kalau tetap di sini. Satya tak punya pilihan. Dia bangkit dari sisi Minami dan mendekati Jorgi. Menepuk bahunya beberapa kali.
"Baiklah. Aku titip dia dalam perawatanmu. Tapi awas kalau aku dengar kamu memaksanya," kata Satya mengancam.
Setelah itu dia meninggalkan apartemen Jorgi untuk pergi bekerja.
Selama di kantor, Satya gak bisa konsentrasi. Kapan pun diia punya waktu, pasti menghubungi Jorgi untuk menanyakan kondisi Minami. Tapi sampai istirahat siang, Minami belum sadar juga. Satya minta Jorgi menanyakan pada Avalon apakah itu wajar? Kata Avalon, luka yang di derita Minami pasti cukup parah kalau sampai dia tidur terus.
“Luka apa?” tanya Satya. Setaunya Minami gak ikut perseturan dengan Marylin. Dia cuma mencium Satya. Mengingat itu Satya jadi memegang bibirnya sendiri.
Ciuman dengan Minami adalah yang terbaik yang pernah dia lakukan. Dan sejujurnya dia inign mengulangi lagi.
“Kamu yang menyebabkan dia terluka,” kata Jorgi di telepon.
Satya terdiam. Jadi ciuman itu gak bikin Minami makin kuat malah makin lemah. Dan itu artinya dia gak bakal mengalami lagi ciuman yang mendebarkan itu lagi. Kalau pun Minami menciumnya lagi, dia akan berada dalam fase tak sadar dan tak tahu apa-apa.
“Kabari aku terus kalau ada perkembangan terbaru. Kalau Minami bngun, kasih tau aku cepat.”
Namun sampai jam kerja Satya berakhir, tidak ada kabar dari Jorgi. Sepulang kerja, Satya buru-buru ke apartemen Jorgi untuk menemui Minami.
“Tuan!” seru Minami begitu melihat Satya di ambang pintu. Tangannya terulur dengan mata berkaca-kaca.
“Minami! Kapan kamu sadar?’
“Kira- kira lima menit yang lalu.”
“Apa yang kamu rasakan? Kamu sakit? Mana yang sakit?” tanya Satya sambil meraba tubuh Minami.
“Minami tidak sakit Tuan. Minami lapar,” isaknya.
“Kenapa kamu menangis. Aku sudah memasak untukmu sejak semalam. Ayo kita makan.”
“Bukan itu. BUkan makan itu.”
Satya kikuk. Dia tau apa yang dimaksud Minami. Tapi dia gak mau melakukannya di hadapan orang - orang ini.
“Jorgi, ayo bantu aku membawan Sheeva ke bawah!” perintah Avalon.
“Kenapa? Mau di bawa ke mana Sheeva?”
“Dia perlu menghirup udara segar.”
“Di sini saja bisa kok. Aku bisa buka jendelanya.”
“Dasar lelaki gak peka! Kamu mau nonton adegn dewasa antara Satya dan Minami? Apa kamu gak pernah ciuman?”
Jorgi terkesiap. Dia baru sadar apa yang dimaksud Avalon. Tentu saja, Minami harus berciuman dengan Satya dan itu memalukn dilakukan di depan mereka semua.
“Ah, iya, baiklah. Ayo Sheeva. Ada taman yang bagus di roof top. Kita bisa menikmati pemandangan sore dari sana. Ada kafe juga. Kutraktir kalian kopi.”
Setelah mereka bertiga keluar dari ruangan, Satya menangkup kedua sisi wajah Minami.
“Kamu siap?” tanyanya.
MInami mengangguk dan terisak. “Maafkan MInami, tapi biarkan kali ini MInami mengambil alih. Tuan tau yang terjadi kalau Tuan mengambil alih.”
“Aku siap Minami. Aku cuma ingin kamu pulih.”
Minami mengangguk. Didekatkannya bibirnya ke bibir Satya. Manis. Dia akan menghisap banyak kenangan berharga milik Satya untuk memulihkan kekuatannya. Setelah ini, mungkin Satya yang akan linglung dan membutuhkan perawatannnya. Tapi kalau Minami tidak melakukan ini, luka dalamnya tak akan sembuh.
“Bersabarlah Tuan. Minami meminta kenangan Tuan sedikit.” Minami mulai mengecup bibir Satya.
Perlahan namun lama-lama memburu. Ini ciuman terdahsyat yang pernah dilakuan Minami seorang diri, sementara Satya terdiam. Namun rasa lapar MInami tak terkendali dan dia masih belum puas melahap ingata tepi milik Satya.
Tanpa diduga, Satya justru sadar ketika Minami menciumnya. Tangannya bergerak sepanjang tubuh Minami dan semakin liar.
Minami terkejut, tapi da membiarkannya. Dia mencintai Satya dan belum pernah melakukan hal seperti ini dengan lelaki itu. Semalam mereka hampir melakukannya dan Minami menyukai sensasinya.
Dia membuarkan Satya membuka kancing bajunya tanpa melepaskan ciuman mereka. Demikian pula Minami, membantu Satya melolosi pakaiannya. Mereka berdua sudah berada di atas sofa tanpa sehela benang pun.
Satya sudah gelap mata, dia tak peduli lagi dengan isi kepalanya yang berhamburan dibuat Minami. Dengan sekali hentak, dia memasukan anggota tubuhnya yang sudha tegak ke dalam tubuh Minami. Rasanya sungguh menggoda. Ini kali pertama Satya melakukannya dan membuat dia ingin merrasakan lebih.
Sungguh yang terjadi berikutnya bukan lagi makan bagi Minami. Lebih dari itu. Ketika tubuh mereka menyatu dan bergerak seirama, Minami merasakan kekuatannya semakin banyak terisi. Luka-luka disembuhkan bahkan lebih dari itu mInami seolah punya kekuatan baru.
Dan ketika inti sari Satya menyembur ke dalam tubuh Minami, tubuh Minami mengejang dan melengkung. Napasnya tertahan dan ciumannya terlepas. Dai mulutnya keluar cahaya keperakan yang memenuhi ruang apartemen Jorgi. Cahaya keperakan yang berputar dan beraroma harum.
Sesaat cahaya itu berpendar pendar lalu lama lama menghilang. Tepat ketika sensani itu mereda dan Satya menarik tubuhnya dari tubuh Minami. Dia merasa menjadi lelaki dewasa sekarang.
“Maafkan aku. Maafkan aku. Aku tak tau apa yang sudah aku lakukan,” katanya sambil terengah.
Minami bergerak dan mengusah bahu Satya yang berkeringat.
“jangan takut dan merasa cemas. Tak perlu meminta maaf. Minami menyukai apa yang baru saja terjadi di antara kita. Itu membuat MInami sembuh. Tuan Satya melakukannya dengan hebat sekali.”
Satya menoleh. “Apa itu diperbolehkan?”
“Maksudnya?”
“Melakukan itu lagi. Apa itu diperbolehkan dan tidak membahayakanmu?”