Awal Baru?

1255 Words
Keesokan harinya... Setelah pemakaman kedua orang tua Viola selesai dilakukan, Alex langsung mengajaknya pulang ke apartemen yang dulu ditempati oleh Arinda. Sampai di apartemen Alex langsung mengajak Viola masuk kedalam kamar untuk beristirahat. Viola mengangguk pelan dan menuruti permintaan Alex. Di dalam kamar Viola berbaring di atas ranjang, matanya menatap ke arah langit-langit dinding kamar apartemen tersebut. Ia masih belum percaya dengan apa yang terjadi. Kedua orang tuanya pergi untuk selamanya secara bersamaan tanpa pesan apapun. Viola menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan untuk mengurangi rasa sesak yang ada. Bayangan hidup tanpa orang tua membuatnya semakin terpuruk. Viola tidak memiliki keluarga selain kedua orang tuanya. Tidak ada lagi sosok ibu yang memeluk kala ia bersedih dan tidak ada lagi dekapan sang ayah saat semua orang menghinanya. Membayangkan itu semua air mata yang sempat mengering kembali mengalir dengan sangat deras tanpa mampu ia tahan. Viola menekuk tubuhnya dan menangis tanpa suara. Ia tidak ingin Alex mendengar suara tangisannya. Pria itu sudah terlalu banyak membantu Viola padahal Alex hanya dosen yang baru satu hari ia kenal. Saat matahari mulai tergelincir Alex masuk kedalam kamar untuk melihat keadaan Viola. Gadis itu belum keluar kamar dari tadi siang. Ia juga belum makan apapun dari kemarin siang. Alex melangkah pelan masuk kedalam kamar dan melihat Viola yang sudah tertidur di atas ranjang dengan menekuk tubuhnya. Alex langsung berlutut di samping ranjang dan mengusap bahu Viola, “Vio ... bangunlah kamu belum makan apapun dari kemarin siang! Saya tidak ingin kamu sakit.” Suara bariton Alex membangunkan Viola dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menetralkan pandanganya. Terlalu banyak menangis membuat matanya membengkak dan terasa berat saat dibuka. “Bapak ....” lirih Viola saat Alex menatap tepat di matanya. “Kamu bangun dulu ya .... Kamu mandi, setelah itu kamu makan.” Alex memeluk bahu Viola dan membantunya duduk, “Setelah mandi kamu langsung makan, ya.” Sambungnya. Viola tersenyum dan mengangguk pelan sambil menjawab, “Baik, Pak! Terimakasih.” Ia langsung berdiri, “Kamar mandinya di mana, Pak?” tanyanya. “Itu kamar mandinya.” Alex menunjuk pintu yang ada di samping lemari, “Saya tunggu kamu di luar ya. Begitu kamu selesai, kamu langsung temui saya di depan.” Alex mengusap bahu Viola dan meninggalkan gadis itu di kamar. Setengah jam berlalu, Viola masih juga belum keluar dari kamar mandi. Merasa khawatir Alex kembali masuk ke dalam kamar untuk memeriksa keadaanya. Di dalam kamar Alex tidak melihat keberadaan Viola. Ada sedikit rasa cemas pada diri Alex. Ia langsung menuju ke arah kamar mandi dan mengetuk pintu kamar mandi tersebut. “Vio ... Viola. Apa kamu baik-baik saja?” Alex tidak berhenti mengetuk pintu kamar mandi. “Sa-saya baik-baik saja, Pak!” sahut Viola pelan dari dalam kamar mandi. Sebenarnya ia sudah dari tadi selesai mandi tapi sayangnya tidak membawa pakaian ganti. Sehingga Viola tetap berdiam diri sambil mencari cara agar bisa keluar dari sana. “Kalau kamu baik-baik saja, ayo keluar! Terlalu lama di dalam kamar mandi bisa membuat kamu masuk angin.” Alex kembali mengetuk pintu kamar mandi karena Viola belum juga mau keluar dari sana. “Aku tidak bisa keluar dari sini, Pak!” Viola menutup kedua matanya, ia terlalu malu untuk mengakui keadaannya kepada Alex. “Kamu kenapa, Vio? Apa kamu sakit? Ayo buka pintunya, Vi!” Alex semakin panik dan menarik turunkan gagang pintu. “Aku tidak membawa pakaian ganti, Pak.” lirih Viola dari dalam kamar mandi. “Oo, baiklah. Kamu keluarlah! Saya akan membawa koper mu kesini.” Alex menggelengkan kepalanya, ia bisa membayangkan bagaimana bentuk wajah Viola di dalam sana. Segera ia kembali ke ruang tamu dan mengambil koper Viola yang ada di sana. Ia langsung mengantarkan koper tersebut kedalam kamar agar Viola bisa memakai pakaiannya. “Viola ... koper kamu sudah saya letakkan di depan pintu. kamu keluarlah!” Alex menutup pintu kamar dan menunggu Viola di ruang tamu. Sambil menunggu Viola selesai Alex berselancar di media sosial miliknya. Sebelum keluar dari kamar mandi Viola memeriksa keadaan diluar. Ia mengeluarkan kepalanya dari balik pintu, saat ia melihat tidak ada seorangpun di dalam kamar, ia langsung keluar dari kamar mandi. Senyumnya mengembang saat melihat koper miliknya yang terletak di dekat pintu. Langsung saja ia membuka isi koper tersebut dan mencari pakaiannya. Setelah selesai mengenakan pakaiannya Viola langsung keluar dari kamar dan menemui Alex di ruang tamu. Melihat Viola mendekat Alex mengukir senyum di bibirnya, “Duduklah!” Menepuk sofa yang ada di sebelahnya. Dengan langkah sedikit ragu Viola mengikuti perintah Alex dan duduk di atas sofa yang bersebelahan dengan Alex. Viola langsung menundukkan kepalanya saat Alex menatapnya dengan intens. “Vio ... apakah wajah saya terlalu jelek sehingga kamu lebih tertarik melihat lantai daripada wajah saya?” Alex mengangkat dagu Viola menggunakan jari telunjuknya. Nafas Viola langsung tersengal saat wajahnya dan Alex berdekatan. Ia juga merasakan detak jantungnya meningkat berkali kali lipat. “Vio ... kenapa kamu melamun?” Alex menjentikkan jarinya di hadapan Viola. Viola langsung tersadar dari lamunannya. Ia langsung menundukkan kepala untuk menghindar dari tatapan Alex. Viola tidak sanggup melihat wajah Alex dari dekat. Wajah tampan, dengan garis rahang yang sangat tegas, Alex juga memiliki hidung yang sangat mancung. Membuat siapapun tidak akan menyangka jika usia Alex sudah tiga puluh tiga tahun. Kesempurnaan yang dimiliki oleh Alex membuat Viola semakin rendah diri di hadapan Alex. “Vio ... kamu tidak apa-apa?” Alex menggenggam kedua tangan Viola, karena gadis itu kembali melamun dan mengabaikan Alex yang duduk di sebelahnya. Viola mengerjapkan matanya berkali-kali saat ia melihat tangannya sudah berada di dalam genggaman Alex. Ia langsung menarik tangannya dari genggaman Alex, “Saya tidak apa-apa, Pak. Tapi di hati saya memang ada sesuatu yang mengganjal.” Viola memberanikan diri untuk menatap Alex. “Katakanlah!” ucap Alex lembut. “Saya merasa tidak pantas untuk tinggal di sini, Pak! Saya juga tidak ingin menyusahkan, Bapak.” Viola mengusap air matanya, “Jadi... tolong izinkan saya kembali kerumah saya, Pak. Saya mampu hidup dan menjaga diri saya sendiri. Bapak memiliki kehidupan sendiri, jadi saya tidak mau menjadi beban di dalam kehidupan, Bapak.” Dengan berat hati Viola menyampaikan seluruh isi hatinya Ia tidak ingin menjadi beban di dalam kehidupan Alex. Walaupun Alex sudah resmi menjadi suaminya, tetap saja Viola harus tau batasan antara dia dan Alex. Alex tidak terkejut mendengar perkataan Viola, karena ia sudah bisa membaca apa yang ada di dalam pikirannya. Alex tersenyum dan mengusap pipi chubby Viola, “Kamu istriku, jadi kamu adalah tanggung jawabku. Jadi jangan pernah berkata seperti tadi! Kamu paham, Vio?” Alex menatap tepat di manik hitam Viola. “Tapi, Pak …” “Ssstttt!” Alex meletakkan jari telunjuknya di bibir Viola “Tidak ada kata tapi, kamu sekarang adalah Istri sahku.” Alex membawa Viola ke dalam pelukannya. Ada rasa asing yang menyusup ke dalam relung hati Alex. Ada rasa bahagia saat ia memeluk Viola. Viola menutup kedua matanya. Berada di dalam pelukan Alex membuat ia merasa sangat nyaman dan tenang. Sehingga rasa sedih kehilangan orang tuanya bisa sedikit terobati. “Pelukannya dilanjutkan nanti, ya. Sekarang kita makan dulu, aku tidak ingin kamu sakit.” Alex mencubit kedua pipi chubby Viola dan mengulurkan tangannya untuk mengajak Viola berdiri. Viola tersipu malu saat Alex tersenyum sangat tulus kepada nya. Viola masih tidak percaya dengan apa yang sedang ia alami. Tidak pernah terpikirkan sedikitpun olehnya bisa menikah dengan pria sebaik dan setampan Alex. Jangankan berharap menjadi kenyataan membayangkannya saja ia tidak berani. Jangan pernah merasa rendah diri, karena itu bisa menghambat langkahmu untuk maju. Percayalah, masih ada seseorang yang mampu menerima segala kekuranganmu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD