Satu tahun kemudian
Seorang gadis bertubuh sedikit berisi, berlari memasuki area sebuah universitas. Ia berlari sekuat tenaga yang dimiliki, agar tidak terlambat masuk ke kelas.
Kedua orang tuanya pergi keluar kota untuk membuat taman, sehingga di rumah tidak ada orang yang akan membangunkannya. Ditambah lagi semalam ia begadang untuk mengerjakan tugas. Alhasil Viola bangun kesiangan dan terlambat menuju kampus.
"Semoga masih ada tempat," gumam gadis yang bernama lengkap Viola Wijaya. Berharap tempat duduk paling belakang belum ada yang menempati, karena ia sangat anti duduk di depan yang akan menjadi pusat perhatian dari mahasiswa lain.
Terlebih lagi ia harus satu kelas dengan gadis bernama Nuri Marsya, yang selalu saja menertawakan kekurangannya. Bahkan Nuri menghasut mahasiswa lainnya agar tidak ada yang mau berteman dengan Viola.
"Sudah kuduga," keluh Viola saat langkahnya sampai di depan pintu kelas. Ia melihat tidak ada lagi kursi kosong di bagian belakang karena sudah diisi oleh teman-temannya. Satu hari ini bisa dipastikan ia tidak akan bisa fokus belajar, karena bisikkan demi bisikkan dari teman-temannya nanti.
Baru saja satu langkah kaki Viola masuk ke dalam kelas, seluruh tatapan sudah tertuju padanya. Diiringi dengan bisikin dan senyuman tipis yang mengejek dirinya. Viola hanya bisa tersenyum dan menganggap mereka semua tidak ada. Dan berharap dosen yang mengajar masih sakit agar ia bisa segera pulang ke rumah.
"Berhubung hari ini kamu duduk di depan, bisalah, ya, sedikit sadar diri untuk sedikit ke pojok biar pandangan yang lain tidak ketutupan," ucap seorang mahasiswi cantik, yang tidak lain adalah Nuri. Ia sengaja mengganggu Viola agar takut padanya.
Selalu begitu. Karena Nuri merasa Viola tidak layak menuntut ilmu di universitas swasta tersebut. Tapi, sayangnya Viola diterima dan bisa kuliah secara gratis karena mendapatkan beasiswa.
Mendapatkan perundungan dan cacian dari Nuri, tidak pernah dibalas ataupun dihiraukan oleh Viola. Selain tidak ingin mencari masalah dan akan merembet pada beasiswanya, Nuri juga putri bungsu dari seorang rektor disana. Tentu saja akan sangat bahaya jika ia melawan Nuri.
Sehingga Viola hanya diam dan duduk. Menatap kursi dosen yang ada di hadapannya. Berharap sang dosen yang akan masuk masih izin sehingga ia bisa pulang.
“Selamat pagi …,” sapa seorang pria berkacamata, seraya masuk ke kelas. Pria bertubuh tinggi dengan otot yang terbentuk dengan sempurna itu, langsung membuat seluruh mahasiswi tertegun. Tidak menyangka dosen muda yang terkenal dengan ketampanannya itu bisa masuk ke kelas mereka.
Tentu saja merupakan sebuah anugerah bisa bertatapan langsung dengannya. Karena selama ini mereka hanya bisa mengagumi dari kejauhan dan menyapa sekilas ketika berpapasan. Dosen tampan itu juga keras dan pendiam, sehingga tidak banyak mahasiswa yang bisa berbicara banyak dengannya. Kecuali mahasiswa yang ada di dalam naungannya. Sekarang?
“Pagi, Pak....”
Seluruh mahasiswa menyahut. Mulai duduk dengan baik di tempat masing-masing.
“Baik. Perkenalkan nama saya, Alex Rudiart. Kalian bisa panggil saya bapak Alex. Dan saya adalah dosen pengganti untuk sementara waktu, karena dosen yang biasa mengajar kalian masih dirawat di rumah sakit. Mohon kerjasama dan saya harap kalian tidak keberatan saya menjadi pengganti disini," terang Alex singkat sebelum memulai proses ajar mengajar.
"Bapak tenang saja. Mana mungkin kami tidak ingin dibimbing oleh dosen setampan Bapak," celetuk Nuri untuk mencari perhatian. Sudah lama ia mengincar Alex, baru kali ini bisa berbicara dengannya. Tentu saja itu adalah sebuah keberuntungan yang tidak boleh disia-siakan.
Alex menarik satu sudut bibirnya. "Saya sudah kenyang dengan kata-kata manis seperti itu. Lebih baik kita mulai proses mengajar daripada membuang waktu saja. Dan sebelum memulai ada baiknya kita berkenalan terlebih dahulu," ucapnya sambil duduk di kursi yang ada di sudut ruangan.
Dari tempatnya duduk Alex bisa melihat secara keseluruhan mahasiswa yang akan ia beri materi untuk beberapa waktu yang akan datang. Sampai tujuannya tercapai meskipun dosen yang sesungguhnya sudah bisa kembali ke kampus.
"Kamu." Alex menunjuk Viola yang duduk tepat di depannya. "Ayo perkenalkan diri kamu! Dan yang lain teruskan hingga selesai!" pinta Alex.
Viola mengangguk dan berdiri dari tempat duduknya.
"Perkenalkan nama saya Viola Wijaya, Pak," ucapnya seraya sedikit membungkuk memberi hormat kepada Alex.
"Viola Wijaya si Cupu," sambung Nuri tanpa diduga oleh siapa pun. Membuat isi kelas menjadi riuh karena ucapan mahasiswi cantik itu.
"Jaga ucapanmu dan tolong bersikap layaknya seorang mahasiswa!" sergah Alex, dengan tatapan yang begitu tajam. Ia tidak suka dengan orang yang memiliki sikap sombong karena memiliki kelebihan.
"Iya, Pak, iya. Jangan marah-marah begitu. Biasakan ini semua dibicarakan baik-baik? Saya ini anak seorang rektor disini. Seharusnya Bapak harus bersikap lebih baik kepada saya," keluh Nuri. Cukup terkejut dengan respon Alex karena ucapannya.
"Kebetulan kalau begitu. Saya tunggu kamu di ruangan ayahmu setelah kelas ini selesai."
Alex menantang. Ingin melihat sampai di mana kesombongan yang dimiliki mahasiswi yang merasa di awang-awang karena kesempurnaan yang dimilikinya.
"Oke, saya tunggu Bapak disana," sahut Nuri. Menerima tantangan Alex, karena ia menganggap ini adalah sebuah anugerah dari Tuhan bisa berdekatan dengannya.
Alex menghela nafas berat. Tidak habis pikir gadis seusia Nuri bisa bersikap seperti itu. Layaknya orang yang tidak memiliki pendidikan saja.
Namun, dari sana Alex merasa memiliki sebuah tantangan untuk mengurus Viola yang katanya cupu dan selalu diganggu Nuri. Demi beasiswa agar tidak lepas dari genggamannya, Alex mendengar Viola tidak pernah sekalipun membantah apalagi melawan. Oleh karena itu, ia tertarik untuk menggantikan dosen yang sedang sakit. Sekaligus mengisi waktu luangnya, saat tidak ada jadwal penting di kantor.
Ya, semenjak putus dari Arinda satu tahun yang lalu Alex menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan yang tiada henti. Ia juga memilih menjadi seorang dosen agar dunianya tidak sebatas tumpukan kertas dan komputer saja. Dengan menjadi dosen, ia bisa bertemu dengan banyak orang yang memiliki karakter berbeda. Seperti Viola dan Nuri contohnya. Berharap dengan begitu hidupnya bisa berjalan dengan penuh kesibukan dan pikiran yang tertuju pada urusan lain.
Dengan begitu, Alex bisa melupakan Arinda seutuhnya. Syukur-syukur bisa mendapatkan pengganti, meskipun itu mustahil terjadi. Alex yang telah menjalin cinta dengan Arinda dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Menyerahkan segala yang wanita itu inginkan tanpa pertimbangan apa-apa. Menyerahkan seluruh cinta yang ia miliki. Tapi dikhianati dan dipatahkan begitu saja dengan seorang pria yang tidak bertanggungjawab, sedangkan selama ini Alex mati-matian menjaganya, tentu saja menumbuhkan luka yang tak bisa digambarkan seperti apa besarnya.