CHAPTER 7: Mendapat Kesempatan

1014 Words
"Tuan Wijaya?" Wijaya mendekati Rania yang masih mematung ditempat, langkah kaki Rania bergerak mundur ketika Wijaya yang semakin mendekat padanya. "Rania, mengapa kau seperti ketakutan. Apa kau takut padaku?" "Tidak Tuan. Maaf, saya harus segera bekerja. Saya permisi dulu Tuan." Dengan seribu langkah Rania langsung berlari meninggalkan tempat dimana ia telah mengetahui apa yang Wijaya perbuat. Rania melihat kebelakang , Wijaya masih menatapnya keheranan. Sesudah sampai di taman belakang, Rania berjalan pelan menuju sebuah pot besar yang terdapat banyak tanaman didalamnya. Menghembuskan nafas, Rania tidak menyangka dia akan seharian mengurus tanaman-tanaman itu. Tak banyak mengeluh lagi, agar pekerjaannya cepat selesai Rania mulai mengerjakan. Hal pertama yang Rania lakukan adalah memilah tanaman sesuai jenisnya biar, biar hanya seorang pelayan namun Rania sangat berbakat tentang bercocok tanam, apalagi profesinya pelayan hanyalah penyamaran saja. Sebenarnya Rania lebih dari seorang pelayan, bahkan Laura masih berada jauh dibawahnya. Perempuan itu hanya tertolong wajah cantiknya dan mulut buayanya itu. Setelah memindahkan beberapa tanaman, Rania kemudian mengambil sekop kecil, menanamnya kembali pada tanah di dalam area taman. Sedang asik dengan pekerjaannya, Rania tiba-tiba dikejutkan oleh suara langkah kaki yang sepertinya hendak menunju kearahnya. Segera berpaling Rania bersiap melemparkan tanah ditangannya, tapi setelah mendengar suara dari seseorang tersebut, Rania langsung menaruh tangannya ke belakang. "Apa yang kau lakukan disini?" "Tuan Sato. Saya ini seorang pelayan, tentu saja melakukan pekerjaan saya." ucap Rania menatap pada Sato. "Benar. Kalau begitu aku bisa membantumu." "Tidak usah, Tuan Sato kesini pasti ingin menemui Tuan Wijaya." "Jadi kau tidak mau aku bantu?" Rania menggelengkan kepalanya. Tersenyum, mengangguk sebentar dan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda tadi. "Rania.. Apa kau punya marga?" "Tidak ada." Sato tidak beranjak dari tempat tersebut, laki-laki yang mengenakan mantel abu-abu itu sekarang malah duduk di kursi dan melihat ke arah Rania. "Semoga nasibmu tidak sama seperti nasib Rania Marwan." Rania yang mendengar ucapan Sato seketika melepaskan sekop ditangannya, kedua matanya menatap lurus ke depan dan merasa kesal. "Sepertinya keluarga Tuan Sato punya banyak cerita di masa lalu." Rania berbalik badan, tersenyum kecil kepada Sato yang juga tersenyum. "Aku tidak tahu pasti, hanya mendengar dari beberapa pelayan disini dan sedikit mencari informasi." "Kenapa Tuan Sato menyebut nama Rania Marwan? apa hubungannya dengan saya?" "Aku suka caramu bertanya, penasaran tapi juga tidak mau tahu." "Mungkin Tuan Sato sedang kesepian, jadi tidak ada kerjaan hanya menganggu saya bekerja." kekeh Rania dan kembali melanjutkan memindahkan tanaman. Sato ikut tertawa kecil, berdiri dari duduknya lalu berjalan menghampiri Rania. "Rania Marwan, nama perempuan itu hingga sekarang tidak pernah aku lupakan. Bagiamana dia sangat dicintai oleh semua orang, kedua orangtuanya dan juga kakakku, Wijaya." Sato mengambil pot dari tangan Rania dan menarik lengan bajunya, memasukkan tanaman didalam tanah, setelah itu dengan perlahan merapikannya. "Tidak ada hubungannya denganmu, tapi kau harus tahu nama kalian sangat mirip. Karena itu aku bertanya marga keluargamu, kalau benar nama belakangmu adalah Marwan, kau akan sangat dinantikan." Sato menolehkan wajahnya menatap Rania yang terdiam. "Apa Tuan Sato menganggap saya ini Rania?" "Tidak. Aku kan hanya bertanya. Kau sangat gugup sekali, apa ada masalah. Aku sangat menganggu ya." "Tuan Sato, apa tidak sebaiknya Tuan jangan disini. Nanti jika dilihat oleh yang lain, mereka akan berpikir yang bukan-bukan." "Kau takut?" "Tentu saja. Saya masih membutuhkan pekerjaan ini, jadi saya mohon. Tuan Sato silakan pergi." "Oke-oke. Aku akan pergi, sampai jumpa lagi." Sato tersenyum lalu seketika mengecup singkat pipi Rania, membuat wanita itu terkejut atas perbuatan Sato. "Kurang asem, Sato. Berani sekali dia mencium aku." usap Rania pada pipi kanannya itu. "Kenapa Sato mengatakan tentang aku. Apa dia mengetahui sesuatu?" "Kepalaku sangat pusing memikirkannya, sebaiknya aku cepat selesaikan ini dan pergi istirahat." Tidak ingin membuang lebih banyak waktu, Rania bergerak sedikit cepat untuk memindahkan semua tanaman. Hingga senja tiba, Rania baru selesai dengan pekerjaannya. Meregangkan semua otot-otot tangannya dan bagian pinggang. Rania melangkah keluar dari area taman, berjalan menuju ke depan rumah untuk menghampiri Dara dan pelayan lainnya yang sedang berkumpul. "Hei, Rania. Disini." Dara langsung melambaikan tangannya pada Rania yang terlihat berjalan menuju padanya itu. "Ada apa, kenapa semua berkumpul?" tanya Rania setelah sampai di depan Dara. "Tuan Wijaya akan mengumumkan sesuatu, kita dengar saja nanti. Kata pelayan yang sudah senior kalau Tuan dan Nyonya mengumpulkan semua pelayan itu tandanya akan ada pesta di rumah ini, semoga saja benar." "Pesta?" "Iya, kau tidak pernah pergi ke pesta. Seperti menari, berkenalan dengan laki-laki, memiliki teman baru, makanan enak, dan bisa saja dikenalkan kepada petinggi negara." ujar Dara dengan antusiasnya. "Iya, aku jarang mengikuti pesta, hanya beberapa. Itupun pesta panen raya di desa." "Nah, beruntung kau bekerja disini bisa ikut pesta besar nanti." Rania hanya menganggukkan kepalanya, tidak lama suara didepan mereka terdengar, Wijaya yang berdiri dengan gagah bersama Laura disampingnya. "Semuanya, saya akan mengadakan pesta besar-besaran, bukan hanya sekedar pesta kali ini akan banyak tamu besar dari semua negara di dunia, akan ada lelang amal yaitu beberapa benda atau koleksi langka dijual dengan harga murah. Kalian semua saya mohon kerjasamanya untuk turut membantu kelancaran pesta ini, gaji kalian akan dinaikkan tiga kali lipat dan bagi yang beruntung diakhir acara akan dipilih untuk menikmati pesta tengah malam. Pesta itu hanya untuk orang-orang besar dan berkelas, jadi persiapkan diri kalian, kesehatan badan dan jangan membuat masalah. Berikan yang terbaik. Kalian mengerti." "Baik Tuan Wijaya, mengerti..!" Semua orang yang berada disana bertepuk tangan termasuk Rania yang tentu saja merasa tertantang untuk ikut serta di dalam pesta. "Rania, dengar kan. Kita akan punya kesempatan bisa terpilih mengikuti pesta tengah malam. Pasti sangat menyenangkan, aku akan ektra bekerja keras agar Tuan Wijaya memilihku." "Apa kau tahu pesta tengah malam itu apa, Dara?" ujar Rania melihat pada Dara. "Tadi Tuan Wijaya sudah menjelaskan, kau tidak mendengarkan Rania. Pesta itu untuk orang berkelas yang punya value tinggi, kalau kita bisa bergabung pekerjaan pelayan seperti ini bukan apa-apa." "Tapi bukannya kita baru saja bekerja, tidak mungkin bisa terpilih?" "Kau ini sangat pesimis sekali, Rania. Cobalah dulu, keberuntungan berpihak kepada siapa saja." "Baiklah, aku akan ikut juga." "Tentu saja kau harus ikut." Dara tertawa merangkul bahu Rania. Rania mengangkat senyumnya, senjatanya setelah ini hanya tinggal merayu Wijaya kemudian kupon kemenangan akan didapatkan olehnya. Semudah itu bagi seorang Rania Marwan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD