CHAPTER 8: Merayu Tuan

1261 Words
Rania sudah siap dengan gaun berwarna merah terang yang sangat pas di badannya itu. Dara pun sudah rapi dengan gaun merah muda. Mereka berdua keluar dari mansion, menuju ke arah rumah Wijaya dimana tempat pesta diadakan. "Dara, aku mau ke toilet dulu. Kau duluan saja, nanti aku menyusul." ujar Rania saat akan memasuki pintu rumah. "Tidak mau aku temani?" tawar Dara menatap pada Rania. Rania menggelengkan kepalanya. "Tidak usah. Aku hanya sebentar." "Oke. Jangan sampai terlambat, nanti kau dicari oleh ibu kepala." "Iya." Dara dan Rania mulai masuk ke dalam rumah, Rania berjalan terpisah menuju toilet yang tidak jauh dari ruangan dapur. Saat tidak melihat Dara lagi, Rania keluar dengan langkah cepat menuju lantai atas, tujuannya berpaling masuk dalam kamar besar milik Wijaya. "Honey?" Panggil Rania melihat sekeliling kamar, ia tersenyum ketika Wijaya yang muncul dari balkon kamar membawa gelas berisi wine ditangannya. "Rania, kenapa kemari?" tanya Wijaya kemudian meletakkan gelasnya di atas meja. Rania langsung melangkah mendekatkan dirinya pada Wijaya, dengan sengaja menjatuhkan kepalanya pada bahu Wijaya dan menatap manja. "Bagaimana jika seseorang melihatmu? kau tidak takut." Wijaya mengusap wajah Rania memberikan kecupan pada pipi wanita itu. "Honey, malam ini pesta besar. Aku ingin ikut bergabung denganmu, jadi apakah aku bisa mengikuti pesta tengah malam bersamamu." ujar Rania, jari telunjuknya bermain dengan dasi Wijaya, sedikit menarik hingga wajah mereka bertemu. "Kau pintar sekali mencari kesempatan, hmm. Ada harga jika kau ingin bergabung." "Aku tidak akan keberatan jika kau memintanya. Tapi sungguh kau akan memilihku nanti." "Iya, aku akan memenuhi apa yang kau inginkan." "Terima kasih honey. Kau harum sekali Tuan." "Kau juga sangat seksi sekali malam ini, Rania. Aku sangat tidak sabar ingin memakan dirimu." Wijaya tersenyum lebar, mengangkat Rania ke depan tubuhnya, melilitkan kedua kaki Rania pada bagian pinggang Wijaya dengan kedua tangan laki-laki itu menyangga bagian bawah pinggul Rania. Sebelum pesta dimulai kedua pasangan haram itu sudah bergelut di dalam selimut. Rania berbaring setelah melakukan tugasnya, mengusap ujung bibirnya yang terkena cairan dari Wijaya setelah laki-laki itu mencapai puncaknya. "Ayo kita mandi, tidak mungkin keluar pesta dengan lehermu yang penuh tanda seperti itu." Wijaya kembali menggendong Rania membawanya turut masuk ke dalam kamar mandi. Jangan disangka pasangan tersebut benar-benar mandi, pengeluaran mereka kembali terjadi bersama desahan yang keluar dari mulut mereka memenuhi seisi kamar mandi. "Ouch, ishhh.." Rania mendesis saat merasakan bagian pangkal pahanya yang nyeri, tenaga Wijaya sangat kuat sampai membuatnya susah berjalan. "Rania, kemana saja kau? ada apa denganmu, kenapa berjalan seperti kesakitan begitu?" Dara datang dari arah dapur menuju Rania yang baru sampai di tengah pesta. "Aku tadi dari toilet, dan tergelincir jadi bagian pahaku sangat sakit." alasan Rania lalu tersenyum. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa Wijaya yang membuatnya seperti itu. Meskipun itu memang benar. "Ya ampun. Pestanya baru akan dimulai kau sudah terluka. Apa mau istirahat di kamar saja?" "Tidak, Dara. Aku baik-baik saja asalkan jalan pelan-pelan tidak akan sakit." yakinkan Rania pada Dara yang menatapnya penuh khawatir. "Baiklah, jangan jauh-jauh dariku. Lihat, Tuan Wijaya akan memulai pestanya." Dara menunjuk ke arah tangga atas yang memperlihatkan Wijaya bersama Laura di samping laki-laki itu, tidak lupa bayi mereka yang berada di tangan Laura. Tepuk tangan dari semua tamu memeriahkan pesta malam itu, sedikit sambutan dari Wijaya sekaligus membuka pesta dengan melemparkan botol minuman yang sudah dikocok sehingga ketika terbuka semua airnya akan keluar dengan deras mengenai semua orang. "Rania, awas." Dara sedikit terlambat menarik Rania yang berada di dekat botol yang terlempar, semua gaun bagian bawah Rania basah kuyup karena air tersebut, membuat bagian pahanya terlihat dari luar gaun. "Ahh, Rania. Kau tidak berniat ingin menggoda semua pria yang ada disini kan." Lukas tiba-tiba datang dengan sengaja memeluk pinggang Rania dari samping. "Tuan Lukas, maafkan Rania dia bukan sengaja. Saya akan membawanya ke mansion untuk berganti gaun." Dara langsung menarik tangan Rania, membawa mereka keluar dari tengah pesta. Rania mengusap pinggangnya, merasa jijik dengan Lukas yang memegangnya itu. "Rania, kau baik-baik saja?" "Terima kasih sudah membawaku pergi, Dara. Aku tidak merasa nyaman saat laki-laki tua itu memegang aku." "Aku paham isi pikiranmu. Cepatlah ganti gaun yang lain, pemilihan pesta tengah malam sebentar lagi akan diumumkan. Kita tidak mau ketinggalan bukan, meskipun mustahil terpilih." Rania segera masuk ke kamarnya, mengganti gaunnya yang basah dengan gaun berwarna biru muda yang memanjang kebelakang. "Kau bilang padaku tidak boleh pesimis, lihat siapa sekarang yang pesimis." ucap Rania setelah keluar dari kamar. Mereka berjalan menuju rumah Wijaya untuk kembali mengikuti pesta. "Tapi yang kau katakan benar, Rania. Aku sedari tadi tak ada yang mengajak berkenalan, padahal banyak sekali laki-laki di pesta itu. Apa aku tidak cukup menarik untuk dipandang?" Dara melihat ke arah badannya sendiri. "Kau cukup menarik, Dara. Mungkin jodohmu bukan di pesta ini." "Benar juga yang kau bilang itu. Yasudah, ayo kita menikmati makanannya sambil mendengarkan pengumuman pelayan terpilih untuk bergabung bersama Tuan Wijaya beserta jajarannya." Rania menganggukkan kepala, mengikuti langkah Dara. Mereka menuju ke arah perjamuan hidangan makanan dan minuman yang berada disebelah kanan tempat panggung acara. Rania menikmati makanan yang sudah dia ambil sebelumnya, sambil menatap ke arah Wijaya dan keluarga Fatwa yang sedang berkumpul dalam satu meja. Menggenggam dengan kuat garpu ditangannya, Rania menatap tajam kepada semua wajah yang duduk di meja tersebut, satu persatu ia kenali, satu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan orangtuanya. Mereka memang bersenang-senang sekarang, tapi Rania pastikan kesenangan mereka sebentar lagi akan menjadi neraka bagi diri mereka sendiri. "Keluarga Tuan Wijaya sangat bahagia ya, Rania. Apalagi Tuan dan Nyonya baru dikaruniai seorang anak. Semakin sempurna keluarga mereka, aku iri sekali. Bisakah aku menemukan pasangan yang tepat dan menjadi ratu seperti Nyonya." celetuk Dara yang berdiri disebelah Rania itu, juga ikut melihat pada Wijaya dan keluarga besar Fatwa. Rania tidak terlalu menanggapi ucapan Dara yang nantinya akan membuatnya tertawa. Keluarga bahagia dengan semua dosa di masa lalu mereka. Rania hanya tersenyum dan mengangguk saja. Tidak berselang lama terdengar suara gelas yang dipukul dengan sendok, mengalihkan perhatian semua orang untuk menatap ke depan panggung. Wijaya berdiri disana tersenyum melihat semua tamu-tamunya. Mengambil sebuah kertas yang didalamnya sudah berisi nama pelayan terpilih untuk ikut bergabung bersama di pesta tengah malam. "Kita semua pasti penasaran, siapakah yang kali ini akan terpilih untuk hadir di pesta tengah malam yang saya adakan hanya khusus untuk saya dan tamu-tamu saya yang terhormat. Bahkan istri saya sendiri tidak mempunyai kesempatan itu, beruntung kalian sebagai pelayan mendapatkan kesempatan untuk turut dipilih oleh saya dan istri saya." "Baiklah tanpa berlama-lama saya akan memanggil satu nama yang sudah terpilih dengan sangat ketat dan tanpa melihat pangkat, usia atau darimana asal kalian. Murni dari saya melihat hasil kerja keras kalian." Wijaya mulai membuka kertas kecil ditangannya itu, tersenyum kemudian melihat sekelilingnya. Saat kedua matanya bertemu dengan Rania, wanita itu lantas tersenyum malu memalingkan wajahnya, sedikit memberikan rayuan pada Wijaya dari jarak jauh. "Kali yang terpilih adalah seorang pelayan wanita. Saya panggil.. Rania." "Apa? kenapa wanita itu?" "Bukannya dia baru bekerja?" "Kita sudah bertahun-tahun bekerja tidak sama sekali dipilih, sekarang pelayan baru itu yang terpilih." "Ini tidak adil." "Apa sih hebatnya Rania. Hanya bisa membuat keributan." "Kenapa dia bisa terpilih." Masih banyak lagi tanggapan dari semua orang yang tidak terima dengan terpilihnya Rania sebagai tamu terhormat di pesta tengah malam nanti. Hal tersebut tidak membuat Rania terusik, wanita itu lantas dengan gesit berjalan menuju atas panggung menghampiri Wijaya yang masih menunggunya untuk naik. "Kita beri tepuk tangan pada Rania, pelayan wanita yang terpilih untuk bergabung di pesta tengah malam. Semoga Rania bisa menemukan pasangannya dan mendapatkan banyak ilmu bisnis dari orang-orang hebat." "Terima kasih Tuan Wijaya. Padahal saya baru bekerja, dan masih pelayan baru tapi kita tidak tahu bukan, rezeki siapa yang akan terpilih."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD