“Aku tidak pernah bermimpi tidur dengan seorang miliarder seperti kamu, Arsen. Untuk bermimpi saja aku tidak berani apalagi sampai menjadi kenyataan.”
Arsen tertawa mendengar jawaban Bianca. Tadinya dia berpikir akan mendapatkan jawaban yang romantis tetapi ternyata jawaban wanita itu sangat jauh dari harapannya.
“Oh iya, mulai sekarang aku akan memanggil kamu dengan nama Flo agar tidak seperti nama kembar dengan Abian. Aku suka dengan nama belakang kamu, Bianca Florensia.”
Bianca tertawa mendengar ucapan Arsen, “Terserah kamu saja, Arsen. Bagaimana baiknya saja,” jawabnya dengan tersenyum manis.
“Jangan sering sering tersenyum manis seperti itu kepada pria lain karena aku akan menghabisi pria tersebut.”
“Hah?” Mulut Bianca terbuka lebar dengan mata yang melebar karena terkejut.
“Dasar pria posesif,” teriaknya dengan keras seraya menjatuhkan tubuhnya ke atas kursi sofa yang sangat empuk.
Arsen tertawa dengan keras. Ternyata Bianca tidak seperti yang dipikirkannya. Wanita itu terlihat sangat dewasa dengan cara berpikirnya yang sangat luas. Terbukti dari sifatnya yang bisa memaafkan pria yang telah merenggut kesuciannya dan mencoba berdamai dengan masa lalu. Selanjutnya Arsen juga berjalan menuju tempat Bianca dan duduk di samping wanita itu.
“Kamu sangat cantik, Flo. Apa tidak ada pria lain yang jatuh cinta dengan kamu selama ini?”
“Ada beberapa orang pria yang mencoba untuk menjalin hubungan denganku sampai kami menjadi dekat. Tetapi, semuanya mundur saat mengetahui bahwa aku sudah mempunyai seorang anak. Awalnya aku sedih karena berpikiran tidak akan pernah mendapatkan pria yang bisa menerima keadaanku, tetapi semua itu terobati saat Abian tumbuh besar sampai sekarang.” Bianca menghentikan ucapannya dan menatap Arsen dengan tersenyum.
“Sejak dua tahun yang lalu, Aku tidak pernah lagi memikirkan pendamping hidup. Aku cuma fokus mengurus Abian. Aku ingin Abian tumbuh seperti anak anak kebanyakan. Hal itulah yang membuat aku terus mengambil lembur hampir setiap hari agar mempunyai uang yang cukup untuk masa depan Abian.
Arsen mengangguk anggukkan kepalanya mendengar ucapan panjang dari Bianca. Di dalam hatinya, pria itu sangat memuji pengorbanan yang diberikan oleh Bianca. Tetap bertahan di tengah badai yang menggoncang kapalnya dengan sangat kuat adalah hal terbaik yang pernah ada.
“Bersiaplah, kita makan di luar,” sahut Arsen saat jarum jam sudah menunjukkan pukul enam sore.
“Kita makan di mana? Aku takut nanti ada yang melihat kita berdua. Apa sebaiknya makan di rumah saja agar lebih aman dari pemberitaan yang nantinya pasti akan mengancam keadaan kita berdua.”
“Tidak masalah. Alex sudah reservasi restoran untuk kita berdua. Pastinya sangat aman dari kerumunan.” Arsen menjawab dengan tenang.
Bianca menganggukkan kepalanya dengan patuh. Selanjutnya wanita itu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar untuk berkemas sesuai dengan perintah Arsen.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat mereka selesai berkemas. Bianca keluar dengan dress berwarna abu abu lembut. Kakinya yang putih juga sudah dialas dengan sepatu tinggi berwarna senada. Wajahnya diolesi dengan makeup tipis dengan rambut yang dibiarkan terlepas begitu saja. Dia melangkah keluar kamar dengan sebuah handbag berwarna senada di tangannya.
“Ayo berangkat,” ucap Arsen sambil mengulurkan tangannya kepada Bianca yang diterima wanita itu dengan senyuman manis di bibirnya.
Mereka keluar dari apartemen dengan saling bergandengan tangan. Perasaan Bianca mulai menghangat atas kebaikan Arsen dan juga perhatiannya. Dadanya berdebar debar dengan pelan menerima perlakuan manis tersebut. ‘Inikah cinta?’ batinnya sendirian seraya tertawa pelan saat menyadari kepolosannya sendiri.
Mobil Porsche berwarna silver melaju di tengah keramaian kota. Sekarang adalah malam Sabtu. Suasana kota terlihat sangat ramai karena besok adalah weekend. Bianca juga bisa bernapas lega karena besok hari libur.
Tiga puluh menit kemudian, mobil mewah tersebut sudah sampai di sebuah restoran yang berada di pinggir kota, tetapi tempatnya sangat ramai. Pandangan mata Bianca melihat sekeliling tempat parkir, matanya menatap satu per satu mobil yang tersusun rapi di sana. Hampir semua mobil yang terparkir adalah mobil mewah dengan harga ratusan juga bahkan sampai miliaran rupiah.
‘Sepertinya tempat ini adalah untuk kalangan elite saja.’ Bianca berpikir sendirian. Arsen menggandeng tangan Bianca hingga mereka sampai di lantai teratas gedung restoran mewah tersebut. Tidak seorang pun yang melihat mereka karena di puncak gedung tersebut hanya ada mereka berdua. Suasana romantis dari beberapa buah lilin yang menyala menyambut kedatangan mereka.
Arsen mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rooftop. Dia memperhatikan beberapa orang pria dengan tubuh kekar berdiri jauh dari tempat mereka. Presiden Direktur Rasendra itu menganggukkan kepalanya saat melihat lima orang pria yang bertebaran di atap bangunan tersebut. Semuanya adalah orang orangnya.
Sesuai dengan permintaan Bianca tadi, Arsen mengutus para pengawalnya untuk mengamankan kawasan restoran. Restoran mewah dan elite tersebut merupakan salah satu asetnya semenjak menjadi Presdir di Rasendra Grup.
Bianca memperhatikan sekelilingnya. Perlahan dia mengusap dadanya dengan pelan saat tidak ada tamu lainnya yang sampai ke atap restoran. Bola matanya berpendar menatap ke bawah dari ketinggian restoran. Lampu lampu tampak berkerlip indah menerangi kota. Jalanan di bawah sana terlihat cukup ramai.
“Ada apa?” tanya Arsen saat melihat Bianca mengusap dadanya.
“Tidak ada. Hanya khawatir saja jika ada pengunjung lain di sini,” lirihnya dengan tersenyum manis.
“Jangan terlalu takut dengan orang lain, Flo. Suatu saat nanti kamu harus siap untuk menghadapi orang banyak.”
“Aku berharap saat itu kita sudah resmi berpisah.” Bianca memainkan jemarinya pada dinding gelas Kristal yang terhidang di atas meja.
“Semoga saja memang benar demikian!” Arsen tertawa sendirian.
“Oh iya, Flo. Kamu mengapa tidak melamar pekerjaan lain dengan posisi yang lebih bagus lagi? Penampilan kamu mendukung kok untuk jabatan yang lebih bagus lagi.” Arsen mulai mengorek kembali kehidupan pribadi Bianca. Tetapi wanita itu tidak menyadari jika Arsen sedang mengumpulkan informasi untuk mencari wanita pada masa lalu Presdir sekaligus Dokter tampan tersebut.
“Aku cuma punya ijazah SMA. Mendapatkan posisi menjadi cleaning service saja sudah membuatku bahagia. Mungkin jika aku tidak bekerja menjadi cleaning service, entah apa yang akan terjadi dengan kehidupan aku dan Abian. Secara mencari pekerjaan di tengah kota besar sangatlah sulit.” Bianca menatap jauh kedepan dengan pandangan yang kosong menerawang jauh.
“Mengapa tidak mencoba untuk mengambil kuliah? Biar bisa mendapatkan pekerjaan posisi yang lebih bagus lagi. Gaji bagian lain juga jauh lebih besar dari cleaning service.” Arsen meneruskan pertanyaannya dengan memperhatikan wajah Bianca yang terlihat sangat cantik dan menarik meskipun tanpa makeup yang mencolok.
“Kuliah?” Bianca menatap Arsen dengan wajah datarnya.
Arsen menganggukkan kepalanya dengan pelan sambil berkata, “Jangan bilang kalau gaji kamu tidak cukup untuk membayar uang kuliah.”
“Bukan begitu. Aku sudah pernah kuliah, Arsen. Tetapi karena sebuah kesalahan, ijazah sarjana tidak bisa aku gunakan.” Bianca tersenyum getir di ujung kalimatnya.
“Maksudnya?” tanya Arsen dengan hati hati. Di dalam hatinya, dia berharap agar Bianca mau bercerita lebih jauh lagi mengenai kehidupannya.
“Apa kamu adalah orang yang bisa aku percaya sebagai tempat bercerita?” Bianca mengangkat kepalanya hingga pandangan mata mereka saling bertemu.
Arsen menggenggam jemari wanita yang telah merebut hatinya itu dengan pelan. Dia sedikit meremas jemari Bianca seakan berusaha memberikan kekuatan.
“Ya. Aku tidak akan menceritakannya kepada orang lain,” jawab Arsen dengan pasti.
“Baiklah. Kita makan dahulu, nanti sambung lagi ceritanya. Terima kasih karena sudah mau mendengarkan cerita hidupku dari kemarin. Terkadang hati ini juga ingin bercerita kepada seseorang untuk mengurangi beban yang dirasakan.” Bianca tersenyum menatap ke arah Arsen.
Tidak bisa dipungkiri, perasaannya menjadi lebih tenang semenjak berbagi kisah hidupnya dengan Arsen. Bianca menahan semuanya selama enam tahun sendirian. Bukan berarti dia tidak mempunyai sahabat ataupun teman yang bisa dijadikan sebagai tempat curhat. Tetapi, baginya menceritakan kehidupan pribadi bukanlah jalan terbaik untuk menghilangkan beban hidup.
Di kantor, dia mempunyai teman satu bagian yang cukup dekat. Tetapi hubungan mereka hanya sekadar hubungan kerja dan hanya membahas masalah seputar pekerjaan.
“Baiklah,” jawab Arsen dengan tersenyum tipis hingga lesung pipinya terlihat samar di mata Bianca.
‘Ya Tuhan, mengapa Arsen sangat tampan?’ Hati Bianca menjerit melihat pesona yang dipancarkan oleh seorang pria tampan seperti Arsen.
Mereka menikmati makanan yang telah dipesan oleh Arsen. Makanan dengan menu steak daging plus kentang goreng dengan mushroom sauce.
“Makanlah yang banyak biar tubuhnya lebih berisi,” sahut Arsen saat melihat Bianca yang sedang menikmati makanannya dengan wajah yang berbinar bahagia.
“Ah, kamu bisa saja. Perasaan tubuh aku sudah pas lho,” kelakar Bianca dengan tertawa pelan.
“Pas kurusnya,” jawab Arsen dengan singkat sambil memegang kulit Bianca yang memang sangat kurus dimata Arsen.
“Bagus dong, enggak perlu diet lagi biar kurus.” Bianca menjawab dengan nada yang terdengar ketus. Sebenarnya dia juga tidak menyangkal bahwa tubuhnya memang sangat kurus seperti yang dikatakan Arsen. Bagaimana tidak kurus, dia tidak pernah memperhatikan makanannya lagi. Setiap hari dia hanya memikirkan untuk Abian.
“Seimbang jauh lebih bagus, Flo. Kamu pasti akan sangat cantik jika tubuhnya sedikit berisi.” Arsen menyipitkan matanya dengan menatap Bianca.
“Jangan menggodaku, Arsen.” Bianca mendengus kesal dengan wajah yang merona. Entah mengapa setiap kali Arsen menggodanya, wajahnya pasti langsung memerah.
“Tidak ada salahnya menggoda istri sendiri, Flo. Yang salah itu jika aku menggoda wanita cantik lainnya yang ada di luar sana,” jawab Arsen seraya memasukkan sepotong kecil daging ke dalam mulutnya.
“Coba saja kalau berani.” Bianca menatap Arsen dengan membesarkan matanya. Giginya bertaut dengan rapat.
“Aku suka ancaman yang seperti ini, sayang,” bisik Arsen dengan sangat pelan.
Wajah Bianca merona mendengar ucapan sayang yang dilontarkan oleh Arsen. Meskipun pria itu adalah suaminya, tetapi ucapan singkat tersebut mampu memporak porandakan perasaannya.
Wanita itu lantas melanjutkan makannya dengan jantung yang berdebar kencang. Sejenak kemudian dia tampak menggeleng gelengkan kepalanya dengan cepat.
“Sudah bisa dilanjutkan ceritanya?” tanya Arsen sepuluh menit kemudian saat makanan mereka telah habis. Pria itu mengambil selembar tisu dan mengusap sudut bibir Bianca yang terkena sauce.
“Terima kasih,” lirih Bianca dengan suara yang bergetar.
Arsen tertawa melihat Bianca yang gemetar karena perlakuannya.
“Oh iya, Flo. Sebelum bekerja di Rasendra Grup, kamu pernah bekerja di mana?” Arsen menatap Bianca dengan tatapan menyelidik.
“Tempat kerja sebelumnya sudah banyak. Bahkan aku pernah menjadi asisten rumah tangga. Tetapi begitulah hidup, ada manisnya dan ada pahitnya. Meskipun yang aku rasakan lebih banyak pahitnya daripada manisnya.”
“Apa kamu pernah bekerja di perusahaan lain sebelumnya?”
“Tidak pernah.” Bianca menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Arsen menatap Bianca dengan perasaan yang tidak menentu. ‘Apa aku salah orang?’ batinnya sendirian. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang setelah mendengar pengakuan Bianca. ‘Tetapi mengapa golongan darah Abian bisa sama denganku? Apa semua itu hanya kebetulan atau ada sesuatu yang disembunyikan oleh Bianca?’
Arsen berperang sendirian dengan perasaannya. Dia tidak ingin bertanya lebih lanjut lagi karena jawaban Bianca tidak mendekati sasarannya.