Mulai membuka diri

1772 Words
“Aku tidak butuh pendamping hidup. Abian sudah lebih dari segalanya. Aku juga tidak ingin menghancurkan karier kamu nantinya. Aku sangat sadar bahwa kehadiran aku akan menjadi ancaman terhadap karier kamu. Jadi, aku minta pernikahan ini tetap dirahasiakan sampai kita resmi bercerai nantinya.” “Baiklah. Apa masih ada permintaan lain?” tanya Arsen dengan tetap tenang. “Jangan pernah bertengkar di depan Abian. Aku tidak ingin mentalnya terganggu jika kita bertengkar di depan anak. Meskipun Abian bukanlah anak kamu, tetapi aku berharap kamu bisa menghargai itu. Satu hal lagi, aku akan tetap bekerja di perusahaan karena aku butuh uang untuk biaya hidup dengan Abian.” Bianca menyampaikan semua hal yang ada di kepalanya tanpa berpikir panjang. “Sudah selesai bicaranya?” Arsen menatap Bianca dengan lekat. Napasnya terdengar sesak karena ucapan wanita tersebut. Dia merasa bahwa seakan Bianca tidak ingin memakai uangnya . Dia memperhatikan setiap inci tubuh wanita yang sudah mengajukan negosiasi tersebut. Di dalam hatinya, Arsen ingin tertawa mendengar pertanyaan Bianca yang terkesan konyol karena dia tidak akan pernah melepaskan wanita tersebut. “Sudah. Rasanya semuanya sudah cukup.” Bianca menganggukkan kepalanya dengan cepat. Dia lantas menatap ke arah Arsen. “Berhenti saja bekerja. Kamu bisa di rumah karena aku yang akan membiayai semua kebutuhan kamu dan Abian. Rasanya uangku sudah cukup bahkan berlebih untuk membiayai kita bertiga.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Arsen menatap ke arah Bianca. Dia ingin melihat reaksi apa yang akan dikeluarkan oleh wanita tersebut. “Aku tidak mau berhenti bekerja. Makanya kemarin aku mau membahas ini, tetapi kamu tidak memberiku kesempatan untuk bicara.” Bianca mendengus kesal. Mata indahnya berputar dengan malas, bibirnya terlihat bergerak gerak karena kesal. Dia sudah menduga semua ini sebelumnya. Sekarang Bianca merasa terjebak dengan situasi yang ada. Tanpa sadar air matanya menetes. Dia merasa bahwa takdir sangatlah tidak bersahabat dalam hidupnya. “Kamu bisa bekerja menjadi sekretaris pribadi aku nantinya.” Bianca mengangkat kepalanya dengan lesu. Air matanya tampak mengalir dengan deras. “Aku tidak mau dengan posisi itu. Aku sudah nyaman di bagian yang sekarang.” Bianca menjawab dengan tatapan memohon kepada Arsen. “Aku hanya ingin kamu bekerja pada bagian yang lebih bagus lagi. Tetapi jika kamu menolak, tidak masalah. Setidaknya aku sudah menawarkan bagian yang jauh lebih bagus lagi dengan gaji yang jauh lebih besar dari cleaning service.” “Tetap di posisi yang sekarang saja. Jadi bagaimana dengan pernikahan kita?” Bianca menatap Arsen dengan ragu. “Bagaimana apanya?” Arsen balik bertanya dengan ekspresi yang berlagak tidak mengerti. Alis matanya naik menatap ke arah Bianca. “Kita akan bercerai setelah dua tahun.” Bianca mengulangi ucapannya dengan suara yang lebih keras dari yang tadi. “Bagaimana kalau kamu jatuh cinta dengan aku?” Arsen menatap Bianca dengan lekat. Di dalam hatinya dia berkata bahwa selama ini belum ada satu wanita pun yang menolak pesonanya. Apalagi dengan semua kemewahan hidup yang dimilikinya. Ada banyak wanita yang berlomba lomba untuk menjatuhkan diri ke pangkuannya selama ini. “Itu tidak akan mungkin,” lirih Bianca dengan mengerjap ngerjapkan matanya. “Benarkah?” tanya Arsen dengan tatapan menyelidik. “Lupakan saja.” Bianca menepiskan tangannya di depan wajahnya. Sejenak kemudian, wanita itu tampak menepuk keningnya dengan pelan. “Apa kau sudah pernah punya kekasih?” Arsen bertanya dengan hati hati. Dia ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai kehidupan Bianca meskipun dia sudah mendapatkan semua informasi dari Alex. Bianca menggelengkan kepalanya. Air matanya mengalir kembali mendengar pertanyaan Arsen. “Aku tidak pernah mempunyai kekasih. Aku tidak ada waktu untuk memikirkan semua itu. Bagiku kehidupan yang sekarang sudah jauh lebih baik dari dahulunya. Abian hadir di dalam hidupku dengan membawa begitu banyak kemudahan dan rezeki. Mungkin bagi orang lain, kehidupan aku tidak ada apa apanya. Tetapi bagi aku semuanya terasa berbeda semenjak bersama Abian.” Bianca mulai bisa bercerita sedikit beban hidupnya kepada Arsen. Meskipun dia tetap membatasi ruang dengan pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu. “Apa aku boleh bertanya sesuatu?” tanya Arsen dengan pelan. “Ya,” jawab Bianca seraya menganggukkan kepalanya. “Kamu jangan marah, ya?” Arsen mengubah posisi duduknya hingga mereka lebih dekat lagi. “Aku akan menjawabnya jika aku sanggup,” lirih Bianca dengan tersenyum manis. Arsen menarik napas dengan panjang dan menghembuskannya dengan pelan melalui mulutnya. “Apa aku boleh tahu siapa ayah Abian?” Bianca menundukkan kepalanya dengan lesu. Air matanya mengalir dengan deras hingga bahunya tampak terguncang mendengar pertanyaan Arsen. Dia sudah menduga bahwa Arsen pasti akan menanyakan hal tersebut. “Aku hamil di luar nikah. Sampai sekarang aku tidak mengetahui siapa pria yang telah tidur denganku malam itu. Tetapi aku berharap kamu bisa menjaga semua rahasia ini, terutama kepada Abian. Aku tidak ingin Abian merasa rendah diri karena mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Karena itulah aku selalu memberikan alasan yang logis jika dia bertanya mengenai ayahnya.” Bianca menatap Arsen dengan mata yang memerah. Arsen meraih telapak tangan istrinya dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada rasa penyesalan yang sangat besar di hatinya. Tetapi dia tidak bisa mengungkapkan semuanya sekarang karena takut wanita itu akan meninggalkannya setelah mengetahui semuanya. “Aku minta maaf karena sudah menanyakan hal yang sangat pribadi ini, Bi. Sekali lagi aku minta maaf,” lirih Arsen dengan meneteskan air mata. Dadanya terasa sesak mendengar ucapan Bianca. “Tidak masalah. Aku sudah memikirkan semuanya sebelum ini. Mungkin kamu menyesal menikah dengan aku. Karena itulah aku memutuskan untuk menikah selama dua tahun saja. Tetapi kalau kamu mau mengakhiri semuanya sebelum masa dua tahun juga tidak apa apa.” Bianca mengusap air matanya dengan jemarinya. Dia tersenyum tipis menatap ke arah Arsen yang juga sedang menatapnya dengan perasaan yang terluka. “Aku berharap kita tidak akan pernah bercerai, Bi. Aku akan menerima kamu apa adanya. Pernikahan bukan untuk dipermainkan. Satu hal lagi, mungkin kamu sudah bertekad untuk tidak jatuh cinta kepadaku. Tetapi kamu tidak bisa menolak jika aku jatuh cinta kepadamu suatu saat nanti.” “Aku tidak berharap sejauh itu, Arsen. Kamu akan menyesal saat mengetahui bagaimana kehidupan aku selama ini.” “Aku sudah mengetahui semuanya, Bia. Karena itulah aku ingin kita menikah. Percayalah, aku pasti akan mempertahankan kamu dan juga Abian. Jadi, aku berharap kamu juga bisa berkorban untuk keluarga kita. Meskipun pernikahan ini tanpa cinta, tetapi aku tetap berharap semoga kita bisa saling mencintai nantinya.” “Aku mohon jangan sampai ada yang tahu mengenai pernikahan kita, apalagi di kantor. Aku tidak ingin merugikan kamu nantinya.” Bianca menatap Arsen dengan pandangan mata yang menerawang. Jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat mereka selesai membahas semuanya. Bahkan pembicaraan mereka sudah berakhir dari tadi. Bianca berjalan keluar dari ruang keluarga. Dia berjalan menuju balkon. Angin berhembus dengan pelan menerbangkan rambutnya yang panjang. Rambut yang melebihi bahu itu dibiarkan terlepas begitu saja. Bianca menatap ke depan dengan pandangan mata yang menerawang jauh. Tiba tiba pikirannya teringat dengan Abian yang semenjak siang tadi dibawa oleh Alexander. “Bagaimana jika ada pria yang mengaku sebagai ayahnya Abian?” Bianca terkejut mendengar suara yang tiba tiba sudah ada di sampingnya. Dia menoleh kepada Arsen yang berdiri dengan melipat kedua tangannya di depan dadanya. Pandangan matanya menatap lurus ke depan. “Enam tahun berlalu, semuanya masih aman aman saja. Pria itu tidak pernah datang di dalam hidupku. Pastinya dia sudah melupakan malam tragis tersebut.” Bianca menjawab dengan tersenyum meskipun hatinya terasa perih dan terluka. “Apa kamu mempunyai sesuatu hal yang bisa mengingatkan kamu dengan pria misterius tersebut?” Arsen menatap Bianca dengan lekat. Perasaannya bergetar setelah mengatakan hal tersebut. “Tidak ada. Aku tidak pernah mengenalnya sebelumnya. Bahkan aku tidak sempat untuk memperhatikan wajahnya.” Bianca menarik napasnya dengan dalam. Matanya terpejam mencoba untuk mengingat kejadian naas tersebut. Tetapi bayangannya sudah mulai kabur karena dimakan waktu yang sudah cukup lama. Bianca tidak ada waktu untuk mengingat kejadian malam itu karena dia terlalu disibukkan dengan hidupnya bersama Abian. “Bagaimana jika ternyata aku adalah Ayah kandung Abian?” Bianca menoleh ke arah Arsen. Rambutnya yang terlepas bergerak ditiup angin dan menutupi sebagian wajahnya. Tangan Arsen bergerak menepikan rambut wanita cantik tersebut. Dia menyisipkan rambut Bianca ke belakang telinga. Wajah wanita itu tampak memerah karena menahan malu atas perlakuan Arsen. “Memangnya kamu pernah melakukannya?” Bianca bertanya sambil tertawa. “Jangan tertawa, Bia. Aku bertanya serius.” Arsen mendengus kesal mendengar suara tawa istrinya. “Kamu mau aku menjawabnya seperti apa?” Bianca terus bertanya. “Sejujurnya saja, Bi. Aku juga ingin tahu apa yang ada di dalam hati kamu,” lirih Arsen seraya berpegangan pada besi pembatas. Bianca menoleh ke arah Arsen. Dia menatap pria itu dengan lekas. Beberapa saat kemudian, matanya terpejam mencoba membayangkan situasi malam itu. Tetapi, pikirannya menolak bahwa pria tersebut adalah Arsen meskipun jantungnya berdebar dengan kencang. “Pria itu bukan kamu, Arsen,” jawabnya dengan berbisik. “Benarkah? Berarti kamu mempunyai sesuatu tanda untuk mengenali pria tersebut?” Arsen menatap Bianca dengan kening yang berkerut tajam. Bianca menganggukkan kepalanya dengan pelan. Meskipun ada beberapa tanda yang mengarah kepada Arsen, tetapi dia berusaha untuk menyangkalnya karena rasanya sangat tidak mungkin jika Arsen adalah pria misterius di malam naas tersebut. “Terus mengapa kamu sangat terkejut saat mendengar nama Rasendra?” desak Arsen. Dia ingin mengetahui hal apa yang menjadi tanda pengenal bagi Bianca. “Aku hanya terkejut karena aku bekerja di Rasendra Grup. Itu saja.” “Apa kamu tidak melihat wajah pria misterius itu, Bi?” “Sebentar, Arsen. Kamu mengapa sangat ingin mendengar semua itu? Apa kamu tidak merasa kecewa karena telah menikah denganku?” Bianca memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan. “Aku hanya ingin tahu masa lalu kamu agar aku tidak melakukan kesalahan kedepannya.” Arsen menjawab dengan bijaknya. Meskipun bukan itulah alasan mengapa dia terus mendesak Bianca. Tetapi naluri sebagai seorang pimpinan dua perusahaan sekaligus membuatnya tidak ingin mengatakan semuanya secara jujur kepada Bianca. “Aku tidak bisa mengenali wajahnya di malam itu karena suasana kamar yang remang remang dengan lampu tidur. Tetapi aku merasa bahwa pria misterius itu sangat tampan saat melihat wajah Abian. Meskipun ada beberapa kemiripan antara kamu dan Abian, tetapi aku merasa bahwa kamu bukanlah ayah biologisnya.” “Bagaimana kalau aku mempunyai sebuah bukti bahwa aku adalah ayah Abian?” “Kita tutup pembicaraan ini sekarang. Kepalaku terasa pusing memikirkan semuanya.” Bianca beranjak dari tempatnya. Dia berjalan menuju ruang keluarga untuk menyalakan televisi. “Apa kamu bisa menerima aku jika ternyata semua yang aku sampaikan adalah benar?” tanya Arsen dengan suara yang sedikit keras karena Bianca yang sudah menjauh. Bianca memutar tubuhnya dan menghadap ke arah Arsen dengan mulut yang terbuka untuk mengatakan apa yang di dalam pikirannya. Sedangkan Arsen menunggu jawaban apa yang akan keluar dari bibir tipis yang seksi tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD