“Aku pernah kuliah dahulunya, tetapi tidak sampai wisuda karena harus bekerja sambil kuliah.”
Arsen yang sedang minum langsung tersedak mendengar ucapan Bianca.
Wanita itu segera mengambil tisu dan memberikannya kepada Arsen. Dia menatap Arsen dengan heran dan kening yang dipenuhi kerutan.
“Ada apa?” tanya Bianca dengan jantung yang berdebar dengan kencang. Wajahnya terlihat penuh tanda tangan memperhatikan Arsen.
“Tidak ada. Aku hanya kaget saja,” sahut Arsen berusaha menyembunyikan perasaannya.
“Kamu kuliah bagian apa?” Arsen melanjutkan pertanyaannya.
“Apakah penting untuk aku jawab? Atau kamu sedang mencari seseorang yang ada pada masa lalu?”
Tebakan Bianca membuat Arsen terkejut. Tubuhnya bergetar mendengar ucapan Bianca dengan menatap wajah istrinya lekat.
“Aku hanya bercanda, Arsen. Aku tidak pernah kuliah. Sebelumnya aku juga tidak pernah bekerja di perusahaan, tetapi hanya bekerja di mini market. Oh iya, maaf tadi sudah sempat berbohong. Peace!” Bianca mengangkat dua jarinya ke hadapan Arsen.
“Jangan berbohong, Flo. Aku tahu semuanya tentang diri kamu,” seru Arsen dengan geram. Dia merasa Bianca mulai mempermainkannya.
“Oh ya? Mungkin saja informasi yang kamu dapatkan bukan tentang diriku. Jangan bilang kalau kamu salah orang dalam melamarku? Atau malah menyesal dengan pernikahan ini? Ayo kita bercerai!” Bianca meremas telapak tangan Arsen. Matanya menatap pria itu dengan tajam. Dia berusaha menyembunyikan debar jantungnya yang tidak menentu.
“Aku hanya bercanda. Sekarang giliran kamu yang bercerita.” Bianca menatap Arsen dengan tersenyum manis untuk menutupi debar kencang di dadanya.
“Apa yang ingin kamu ketahui mengenai diriku?” jawab Arsen seraya mengusap dadanya. Matanya terpejam untuk sesaat, berusaha meredam perasaannya yang sempat terombang ambing karena pengakuan Bianca. Arsen teringat dengan perkataan Alexander yang mengatakan bahwa Bianca bukanlah wanita biasa. ‘Sepertinya butuh cara untuk membuatnya bisa bicara,’ batin Arsen sendirian.
“Tidak banyak. Aku hanya ingin tahu satu hal. Apa kamu tidak mempunyai saudara?” tanya Bianca dengan tersenyum manis menatap ke arah Arsen. Pria itu dibuat tidak berdaya karena senyuman yang diberikannya.
“Aku mempunyai satu orang adik perempuan. Dia menetap di Singapura. Namanya Alya Briana.”
“Nama yang indah. Orangnya pasti sangat cantik seperti namanya,” puji Bianca dengan wajah yang berbinar.
Arsen menganggukkan kepalanya dengan pelan. Wajahnya tampak tersenyum manis membayangkan adik satu satunya yang terpisah jauh darinya. Sudah tujuh bulan mereka tidak pernah bertemu. Tiba tiba rasa rindu itu menyeruak di hati Arsen.
“Apa dia tahu mengenai pernikahan kita?” tanya Bianca dengan suara yang sangat pelan.
“Ya. Dia mengetahui semuanya,” jawab Arsen seraya menganggukkan kepalanya.
Bianca menghentikan pertanyaannya. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Bagaimana jika aku bukanlah wanita yang kamu cari?” Bianca menatap Arsen dengan lekat. Kerutan halus di keningnya terlihat dengan sangat jelas dimata Arsen.
“Maksudnya?” Arsen berlagak polos dengan pertanyaan Bianca. Dia ingin melihat sejauh mana kepintaran istrinya tersebut.
“Jangan pura pura tidak tahu, Arsen. Aku tahu jika kamu sedang mencari seseorang dari masa lalu dan sekarang bola itu berpindah kepadaku. Untuk kamu ketahui, aku tidak pernah mengenal kamu sebelumnya. Kehadiran Abian tidak ada hubungannya dengan kamu. Mungkin kamu berpikir demikian karena golongan darah kamu dan Abian yang sama.”
Mata indah Arsen menatap Bianca dengan berbinar. Dia tersenyum mendengar kepintaran istrinya yang bisa membaca isi hatinya.
“Semua itu hanya kebetulan. Terima kasih karena sudah menyelamatkan Abian. Pertolongan kamu sangat berarti bagi aku. Dari pertanyaan yang terus kamu tanyakan menunjukkan bahwa kamu sedang mencari informasi mengenai seseorang. Aku tidak tahu mengenai wanita tersebut karena bukan urusan aku. Tetapi, yang paling penting adalah jika kamu merasa menyesal dengan pernikahan ini, mari kita akhiri secara baik baik.”
“Pernikahan kita tidak akan pernah berakhir, Flo. Aku akan mempertahankan pernikahan ini meskipun kamu bukanlah wanita yang aku cari. Jadi jangan berharap bisa lepas dariku karena aku sudah memilih kamu untuk menjadi pendamping hidupku. Aku akan mengikuti keinginan kamu untuk merahasiakan pernikahan kita dengan syarat ada ketentuan mutlak di belakang kesepakatan tersebut.” Arsen menjawab dengan hati hati. Dia mengucapkan setiap kalimatnya dengan sangat pelan dan penuh penekanan agar Bianca tidak mengulangi pertanyaan yang sama di kemudian hari.
“Kamu yakin tidak akan menyesal nantinya?” Bianca menatap Arsen dengan memiringkan kepalanya ke kanan. Rambutnya yang panjang terlihat menutupi sebagian wajahnya. Sangat cantik menurut Arsen.
“Aku tidak akan menyesali apa yang sudah aku pilih, Flo,” lirih Arsen dengan tersenyum penuh arti.
“Terima kasih sudah memilih aku menjadi pendamping hidup kamu. Oh iya, apa syarat dan ketentuan mutlak yang harus aku ikuti?” Bianca mengedip ngedipkan matanya menatap Arsen.
‘Ah ternyata rubah kecil ini sangatlah manis. Dia sudah pintar menggodaku sekarang,’ batin Arsen sendirian saat melihat mata indah Bianca yang berkedip kedip menatap ke arahnya.
“Kamu akan mengetahuinya seiring dengan berjalannya waktu,” bisik Arsen dengan sangat lembut di telinga Bianca. Sebuah kecupan manis mendarat di telinga wanita itu setelah Arsen mengucapkan kalimat tersebut dengan sangat pelan.
Bianca merasakan bulu bulu halus di sekujur tubuhnya meremang mendengar ucapan Arsen yang sangat dekat dengan telinganya. Sapuan napas pria itu terasa dengan sangat jelas menyapu permukaan kulitnya.
“Curang.” Bianca melebarkan matanya dan menatap Arsen dengan geram. Wajah cantiknya terlihat sangat kecewa dengan jawaban Arsen.
“Tidak ada yang curang, sayang. Kamu akan mengetahui semuanya secara perlahan. Oh iya, jangan berpikir bahwa kamu bisa lari dari aku meskipun kamu mengaku bukanlah wanita dari masa lalu aku. Tetapi kamu akan tetap menjadi wanita masa depan aku, mulai dari sekarang sampai seterusnya.”
Bianca terdiam mendengar ucapan Arsen. Jantungnya berdebar dengan kencang mendengar kalimat sayang yang diucapkan oleh Arsen. Dia tidak bisa menolak pesona seorang Arsen yang telah memporak porandakan hati dan perasaannya.
“Kamu tidak ingin tahu lebih lanjut mengenai kehidupan aku?” tanya Arsen karena Bianca hanya menanyakan mengenai adiknya saja. Bianca hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan. Jemarinya terlihat mengetuk ngetuk dinding gelas Kristal yang bersinar di timpa cahaya lampu.
“Kenapa? Bagaimana jika aku ceritakan keluarga yang lain?” Asen menatap Bianca dengan penuh selidik.
“Tidak perlu karena aku tahu bahwa keluarga kamu tidak akan pernah setuju dengan pernikahan ini.”
Arsen terkejut mendengar ucapan Bianca. Wanita itu tahu dari mana? Sedangkan Arsen saja belum mengatakan pernikahannya kepada siapa pun, kecuali kepada Alya saja.
“Jangan berprasangka buruk seperti itu, Flo. Keluarga aku tidak seperti yang kamu pikirkan,” balas Arsen dengan suara yang bergetar. Dia tidak bisa menerima ucapan Bianca yang menjelekkan keluarganya.
“Aku hanya belajar dari kisah hidup yang sudah aku jalani selama ini, Arsen. Kita berbeda jauh, mustahil keluarga kamu akan setuju dengan penikahan ini. Hal itulah yang membuat aku memutuskan untuk menikah hanya dalam waktu dua tahun saja. Setelah dua tahun, kita akan berpisah secara baik baik. Aku bukanlah wanita yang pantas untuk kamu.”
Bianca meneguk air ludahnya yang terasa pahit sebelum melanjutkan ucapannya. Napasnya terasa tercekat di kerongkongannya.
“Tidak usah memikirkan semua itu, Flo. Aku yang akan menyelesaikannya,” sahut Arsen dengan tenang.
Arsen tersenyum dengan sangat manis hingga memperlihatkan lesung pipinya. Di dalam hatinya dia ingin tertawa saat Bianca yang tidak mau jujur mengakui semuanya. Tetapi pada satu sisi, dia merasa bahagia bisa mendapatkan Bianca meskipun belum ada cinta di antara mereka.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam saat mereka sampai di rumah. Kedatangan mereka sudah ditunggu oleh Abian dan juga Alex yang dari tadi sudah berada di apartemen.
“Mommy,” teriak Abian yang berlari ke arah Bianca. Wajahnya terlihat sangat bahagia saat melihat kedatangan orang tuanya.
“Mommy kangen kamu, sayang,” bisik Bianca seraya menundukkan tubuhnya. Seperti biasa, Abian akan langsung mengecup pipi sang Mommy dengan penuh cinta. Selanjutnya dia pasti akan mengangkat kedua tangannya untuk digendong.
“Anak tampan Mommy ke mana saja siang tadi?” tanya Bianca seraya mengangkat tubuh anaknya. Dia lantas memeluk tubuh kecil itu dengan penuh rasa kasih sayang.
“Jalan jalan sama Paman Alex. Ayo, masuk Mom. Ada yang mau Abi perlihatkan sama Mommy,” serunya dengan wajah yang terlihat sangat bahagia.
Arsen berdiri di depan mereka untuk menghalangi langkah Bianca.
“Eits, tunggu dahulu. Daddy juga mau di sayang dong, sayang,” seru Arsen dengan memejamkan matanya.
“Ops, maaf Daddy. Abi sampai lupa jika sekarang sudah punya Daddy,” jawab bocah kecil itu dengan wajah tanpa dosa. Dia segera turun dari gendongan sang Mommy dan berpindah ke pelukan Arsen.
“Enggak jadi sama Mommy. Sama Daddy saja,” sahut Abian dengan bahagia seraya menuntun Arsen menuju kamarnya.
Bianca merasa penasaran dengan apa yang mau ditunjukkan oleh anaknya. Dia juga ikut berjalan di belakang tubuh tinggi Arsen. Bola mata Bianca melebar saat melihat apa yang ada di dalam kamar anaknya. Bola mata indah itu seakan hendak meloncat dari tempatnya.
“Abi yang minta semua ini?” tanya Bianca dengan terkejut. Suaranya terdengar meninggi saking terkejutnya.
“Bukan. Paman Alex yang membelikannya, Mommy,” jawab Abian dengan menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Arsen karena takut.
“Jangan memarahi Abian, Bi. Dia tidak meminta apa pun, tetapi aku sendiri yang membelikannya.” Alex yang mendengar suara Bianca meninggi langsung bersuara.
Bianca langsung terdiam mendengar ucapan Alex. Dia tidak bisa berkata kata melihat begitu banyak mainan yang ada di lantai kamar. Mulai dari mobil mobilan sampai dengan pesawat serta miniatur kapal perang. Semuanya pasti sangat mahal bagi Bianca.
“Oh iya, kalau begitu aku pergi dahulu.” Alex berpamitan kepada Arsen.
“Terima kasih untuk hari ini, Pak,” sahut Bianca dengan membungkukkan tubuhnya.
“Sama sama, Bia. Lain kali jika kalian mau pergi lagi atau honeymoon, tinggalkan saja Abian sama aku.” Alex mengerling nakal ke arah Arsen. Presiden Direktur Rasendra itu hanya tertawa mendengar ucapan asisten pribadinya.
“Besok ada meeting dengan seluruh perwakilan divisi dan beberapa karyawan lainnya dari masing masing divisi. Jangan telat besok pagi,” bisik Alex sambil berjalan menuju pintu keluar.
“Sepertinya aku akan telat besok pagi,” jawab Arsen dengan tertawa.
“Besok aku mau libur saja kalau begitu,” sahut Alex dengan wajah datarnya.
“Dasar asisten gila kerja, tidak bisa melihat orang bahagia,” dengus Arsen dengan kesal.
“Waktu bersenang senangnya sudah habis, Arsen.” Alex menjawab dengan bola mata yang berputar.
“Baru akan dimulai nanti malam,” kekeh Arsen dengan mata yang menyipit.
“Apaan sih,” ucap Bianca dengan wajah yang merona karena malu. Dia segera melangkah masuk ke dalam rumah setelah mendengar percakapan yang tidak sehat tersebut.
Alex melongokkan kepalanya ke arah dalam untuk melihat keberadaan Bianca. Ternyata wanita itu sudah menghilang di balik ruang keluarga. Suaranya terdengar sedang bercakap cakap dengan Abian.
“Bagaimana perkembangannya? Apa sudah ada tanda yang lebih kuat lagi?” tanya Alex dengan suara yang sangat pelan.
“Sejauh ini semuanya baik baik saja. Dia menawarkan kontrak pernikahan selama dua tahun. Dia mengetahui semuanya dengan jelas. Ternyata dia bukan wanita sembarangan.” Arsen menjawab dengan suara pelan seraya menyandarkan tubuhnya ke pintu. Matanya juga ikut mengawasi pergerakan Bianca.
“Dugaan kamu tidak salah, Bianca adalah wanita malam itu,” lirih Alex.
“Kamu sudah mendapatkan bukti lainnya?” Arsen bertanya dengan wajah yang terlihat berbinar. Dia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Tadinya Arsen berpikir bahwa dia sudah salah orang karena ucapan dan pengakuan Bianca.