Kangen?

1059 Words
Setibanya ia digerbang sekolah, matanya terus memantau sekitar. Mencari seseorang yang tidak ada kabar sama sekali sejak seminggu lalu walaupun mereka tiba ada hubungan apa-apa. "Ra! Ngapain sih lirak-lirik gitu. Mana mata lo gede lagi, lo lagi nari tradisional bali ceritanya." Sebalnya Rara ketika ia tidak ingat bahwa teman semati sehidupnya itu selalu datang kesekolah dijam-jam sekarang. Jadi aksi mencarinya lebih baik dihentikan dulu. Rara menatap Rasya malas. "Gak ada apa-apa. Udah ayok kekelas." Tapi tiba-tiba temannya itu malah menghentikan langkah, membuat Rara juga ikut terhenti. "Kenapa berhenti Sya? Kelas kita masih jauh loh." Tatapan curiga menghunus padanya. "Jangan-jangan lo tadi lagi cari kak Juno ya?" Rara menjadi gelagapan sendiri. "Eng-enggak kok, jangan asal tuduh deh. Lihat-lihat sekolah masa gak boleh." Kilahnya. "Gak percaya gue sama bualan lo itu. Yaudah deh Ra, kita ke kelas kak Juno aja yuk. Kita tanya sama temennya buat lo gak galau lagi." Tarikan tangan Rasya dielak oleh Rara. "Lo apaan sih Sya. Gue gak cari dia kok. Udah deh kita ke kelas aja." Bergantian kini Rara yang menarik lengan temannya itu. "Kalian bareng berangkatnya?" Sapaan pertama yang menyambut mereka di kelas. "Enggak Din, tadi ketemu di gerbang." Dinda mengangguk paham. "Ooh gitu. Eh ya kalian udah kerjakan soal ekonomi yang dikumpul hari ini kan?" "Udah kok." Rara menepuk dahinya. Ia lupa soal ekonomi itu karena memikirkan Juno semalaman. "Lo belom ngerjain Ra? Itu jam pertama loh." "Duh gue pinjam buku lo dong Sya, masih ada waktu dua puluh menit lagi nih." Rara terburu mengeluarkan semua alat tulisnya. "Nih, buru deh salin. Gue mau beli roti ya di kantin sama Dinda. Lo ada mau nitip gak?" "s**u cokelat please." Rara menyengir lebar menatap Rasya yang mengiyakan permintaannya. Rara dengan kecepatan kilat nenyalin deretan angka dalam tabel dengan teliti. "Nih s**u cokelat pesanan lo." "Thanks sis." "Btw Ra, lo cuma lupa soal ekonomi doangkan? Gak sampe lupa kita ada kuis Bahasa Inggris dan ulangan harian Prakarya?" Kembali Rara menatap kedua sahabatnya pias. Ia lupa semua itu! "Astaga Rara! Lo ngapain aja dirumah sampe hal penting begini gak inget?" "Kamu udah salin soalnya kan Ra? Mending kamu dari sekarang belajar deh, kan Ibu Suratmi cuma kesini buat ambil buku dan isi absensi aja. Jam dia kosong, lumayan untuk kamu belajar." Rara mengangguk cepat dan mengambil buku paket miliknya lalu belajar dengan hikmat. Hingga bel masuk berbunyi. Rara memasukkan buku paketnya kedalam laci meja untuk sementara selama Ibu Suratmi di kelas. Seperti ucapan Dinda, Guru Ekonomi tersebut membiarkan jamnya kosong yang harus dipergunakan Rara dengan baik. "Sumpah ya tadi soal Prakarya agak hard menurut gue. Gue kan gak terlalu suka seni jadi rada ribet pelajarinnya." Keluh Rasya menyedot jus jeruknya rakus. "Iya, soalnya malah menurutku gak ada dibuku. Logika semua alias ngarang. Jauh dari bayangan." Sahut Dinda kalem memasukkan siomay ke mulutnya. "Si Rara ini juga tiba-tiba bangun dan ngumpul kertas duluan." "Ya mau gimana dong Sya. Kalo semua udah diisi mau nunggu apa lagi gue." Balas Rara. Lagipula ia sedikit merasa beruntung karena mendapat kepandaian orangtuanya, jadi ia bisa menjawab semua soal tadi dengan benar -menurutnya. "Halah iya sih yang pinter percaya aku. Aku mah apa atuh cuma butiran debu." "Najis." "Tapi ya Din. Lo tau gak sebenernya alasan kenapa Rara ceroboh banget sampe lupa ngerjain soal dan ada ulangan harian hari ini?" Dinda mendekatkan diri pada Rasya di depannya dengan wajah ingin tahu. "Teman kita itu lagi galau." Bisik Rasya walau tidak sepenuhnya berbisik. "Gue denger Sya, jaga lambe lu." "Terus tadi juga lo liat gak sih dia kayak merenung gelisah gitu habis ngumpul soal. Itu juga masih dalam kondisi galau Din." Lanjut Rasya tak menghiraukan ucapan Rara. Dinda menaikkan alisnya bingung. "Galau kenapa? Sama kak Juno itu?" Rasya mengangguk mantap. "Galau kak Juno udah lama gak ada kabar berita Din. Jadi gelisah galau merana aja bawaan nya si Rara, uring-uringan gitu." "Bacot Sya, bacot please." "Padahal gue udah kasih saran supaya Rara dateng ke kelas kak Juno untuk tanya sama temennya gitu. Biar ada sedikit pencerahan." "Rasya jangan ngomong aneh-aneh deh. Dinda gak usah denger lambe-lambean ini." "Tapi dia malah nolak. Masih tetep pada pendiriannya kalo perempuan gak boleh ngejar tapi harus dikejar, cuih apaan coba." Rara geram sendiri mendengar perkataan Rasya. "Dia udah balik Sya, dia sekolah hari ini. Kemarin dia izin seminggu gak sekolah untuk cek kesehatan rutin di singapore puas??" Rasya menatap Rara terkesima lalu berubah menjadi wajah curiga. "Masa sih? Gue gak percaya sama ucapan lo. Kalo dia udah balik pasti dia datangin lo Ra, tapi sampe sekarang belum nongol itu batang hidungnya." Rara mengangkat bahu acuh seakan tak peduli, berlawanan dengan hatinya yang ikut membenarkan ucapan Rasya dan membiarkan pikirannya bercabang memikirkan hal yang tidak tidak. "Itu yang gue denger dari nyokap." "Yah gue sih masih ragu sama ucapan lo Ra, makanya kita butuh membuktikan hal tersebut. Ayo." Rara menatap kawannya bingung. "Ayo kemana?" "Ke kelas kak Juno lah Ra, kemana lagi. Kan kita mau cari kebenaran dari ucapan lo. Ayo buru." Rara menggeleng tegas. "Apa sih Sya, gak perlu kesana deh. Gue tau kabar dia aja udah cukup gak perlu berkunjung segala." "Aku setuju sama Rasya Ra. Lebih baik lihat dengan mata kepala sendiri daripada dari ucapan orang." Dinda kini berpendapat. Rara semakin bingung, disisi lain ia tidak ingin terlihat peduli tapi dia juga membenarkan ucapan Dinda. "Enggak deh. Kita balik ke kelas aja." Memimpin teman-temannya, Rara berjalan pasti menuju kelasnya. Jantunnya berdebar dan pikirannya berkecamuk ketika ia melihat sebuah lorong disebelah kiri dimana kelas si pembuat semua kegusarannya berada. "Yakin Ra mau lurus aja? Tinggal belok kiri doang kok." Hatinya goyah karena bisikan Rasya yang sialnya berhasil membuat Rara akan menahan malu nantinya. Tanpa memperdulikan tawa tertahan dari kedua temannya dibelakang. Rara berjalan mantap menuju lorong itu. Siulan dan sapaan tak dihiraukannya karena saat ini otaknya memikirkan apa yang harus ia lakukan jika sudah bertemu dengan Juno? Waktu yang tepat sekali, karena ketika Rara akan berjalan menuju pintu kelas Juno ada seorang siswi keluar dadi sana. "Sorry kak, kak Juno nya ada?" Merasa ada yan bertanya, siswi itu menoleh padanya. "Juno? Dia ada didalem lo masuk aja." "Oke thanks." Saat Rara baru saja melewati pintu, ada tubuh seeorang yang menghalanginya. "Ada apa cari aku? Kangen?" Rara mengangkat wajahnya dan sungguh terkejutnya ia melihat senyum dibibir pemuda itu. Vote and Comment guys!!! Bungsu Haling❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD