Bams, teman kantor Bagas, laki-laki pendiam namun asik ini adalah teman terdekatnya, gayanya yang cuek namun kalem. Bams asli Kotabaru, dialek kalimantan nya sedikit khas meski kadang ia ikut – ikutan menirukan bahasa Jawa teman – temannya.
Bams seorang pekerja keras yang menghabiskan banyak waktunya di depan komputer kantor ataupun laptop di rumahnya, asik sekali ia membenamkan dirinya seolah kebutuhannya pada dunia hanyalah kerja.
Hidupnya teramat lurus menurut Bagas, itu sebabnya Bagas merasa tenang berada di dekatnya bahkan untuk berbagi kisah tentang Raisa wanita barunya.
“Orangnya asik, Bams “ cerita Bagas suatu ketika di Halte Food sambil menikmati makan siang.
“Terus?” Tanya Bams.
Sedetik kemudian Bagas pun berkisah mulai dari perkenalannya, siapa itu Raisa sampai pada niatnya menikahinya, panjang sekali cerita Bagas sambil tetap memasukkan suapan demi suapan nasi dan ayam goreng ke mulutnya.
Lalu sejenak ia diam, melirik Bams yang nampak asik.
“Hoy!” teriak Bagas.
Bams pun kaget setengah meringis.
“Ikam nih hah… dikesahi (diberi cerita) malah kada maherani (tidak perduli ).” Hardik Bagas.
Bams tersenyum sedikit, saking sedikitnya sampai giginya yang tidak terlalu putih itu tak nampak.
“Unda(aku) bingung nah, harus bilang apa? Terserah ikam(kamu) ai…” Ujarnya.
Pyuh! Bagas memaki dirinya sendiri, kenapa mesti cerita ke Bams bila ternyata temannya itu tak punya solusi untuknya, padahal yang dia tahu selama ini Bams adalah sahabat yang baik, yang selalu memberinya banyak wacana.
Rupa – rupa kisah dan cerita telah dituangnya dalam bejana yang Bams punya karena baginya Bams bukan hanya sahabat namun lebih dari itu.
Sementara Bagas dengan lamunannya, saat itu pula Bams berenang dalam khayalan nya, khayalan yang tak indah ketika tiga tahun yang lalu ia harus menceraikan istri ke duanya hanya karena ia tak mampu menjadi bijak.
Rangkaian peristiwa itu menari begitu saja dalam parodi otaknya membuat ia tergagap juga gelisah.
Mendadak Bams jadi rindu pada Akbar anak semata wayang dari pernikahan ke duanya, anak yang harus menikmati hidup yang tak indah atas perpisahan ke dua orang tuanya, anak yang hanya dapat menumpahkan nafsu bercerita pada bapaknya melalui ponsel mamanya, anak yang akhirnya lebih memilih jauh dari bapaknya hanya karena bapaknya yang tak pintar.
Rasa berdosa yang tiba-tiba muncul membuat bulu kuduknya meremang.
Harusnya tragedi ini tidak perlu terjadi andai saja ia mampu menjadi suami untuk dua istri atau mungkin tetap memilih hidup dengan satu istri dan tidak perlu jatuh cinta lagi. Bams memaki dirinya sendiri.
Saat ini ketika Bagas bercerita tentang Raisa nya, Bams hanya mampu diam, pantaskah seorang yang gagal merengkuh dua istri menasehati orang lain yang ingin punya lebih dari satu istri?. Bams malu pada dirinya sendiri.
“Tadinya aku berfikir kamu akan memberikan solusi untuk ku Bams..” suara Bagas penuh harap.
“Solusi apa lagi pak Bagas? Kalau kamu suka dan secara syar‟i diperbolehkan, lakukan…,gampang kan?”
“Tapi tidak seperti itu Bams..,ini beda, masalahnya aku dan istriku tidak pernah ada masalah lalu tiba – tiba aku menikah dengan wanita lain? Ini pasti akan sangat melukainya.”
“Pak Bagas, Ada masalah ataupun tidak di rumah tangga, kenyataannya bahwa suami telah menikah lagi itu akan selalu membuat istri terkejut! Fahami itu, bila tidak ingin ada yang terkejut ataupun terluka ya jangan menikah lagi, bereskan?” Sanggah Bams sekenanya, padahal Bams sangat tahu perasaan Bagas sahabatnya saat seperti ini pasti sangat berat, rasa itu pernah dirasakannya beberapa tahun yang lalu.
Cinta sepahit apapun ia akan tetap menggoreskan indah bagi penikmatnya.
“Pak Bagas,” suara Bams lirih nyaris tak pantas disebut suara lelaki karena terlalu lirih.
“ Bapak laki – laki, saya laki – laki, Kita sama – sama tahu bagaimana laki – laki, Laki – laki mana yang tidak ingin menikah lagi? Jawabannya Tidak Ada!. Semua ingin hanya mungkin dalam keadaan, situasi, kondisi serta kebutuhan yang berbeda dan yang terpenting lagi Irodah nya.” Suara Bams masih tetap lirih mewakili dari suara sekian banyak lelaki.
“Bujur jua ikam Bams,”(betul juga kamu Bams) sambut Bagas,
“Pak Bagas, bila kita melakukan ini lalu banyak orang akan mencaci maki, dikatakan kita hanya mementingkan diri sendiri, tak pernah faham agama, padahal kita sangat mengerti agama. Justru karena kita faham maka kita melakukan ini, bahwa kita menolak perzinahan, menolak perselingkuhan dengan tujuan yang tidak jelas, karena apapun alasannya apapun kekurangan istri kita tak layak dibalas dengan perselingkuhan, betulkan?”
“Yupz!” balas Bagas sambil mengacungkan jempolnya, “lalu dengan argumen mu itu artinya kita harus jujur pada pasangan kita tentang apa yang akan kita lakukan? Menikahi wanita lain begitu?”
“Bila kau siap dengan kebohongan yang terus menerus… Silahkan!” Bams kembali menerawang…
Masalah seperti ini cukup menyita hati dan menguras fikiran, bila boleh memilih sungguh! Tak ada seorang lelaki pun yang ingin jatuh cinta lagi, bila mungkin di mata kami para lelaki cukup istrilah yang tercantik, terseksi, paling erotis, paling menenangkan. Tak perlu ada bayangan wanita lain. Bila mungkin begitu saja lah agar dunia ini aman.
Karena jujur pun salah, tidak jujur akan menjadi kian salah.
Bila kami jujur maka pasti kami akan di takut – takuti tentang banyak kehilangan, kehilangan anak – anak, kehilangan kehormatan di mata masyarakat, kehilangan kredibilitas di kantor, padahal janganlah kami ditakut – takuti bantu kami dengan rasa aman agar jujur pun keluar dengan nyaman.
Karena kami lelaki juga takut pada kehilangan. Namun yang terjadi bukannya rumah aman yang terbuka untuk kami para lelaki berkisah, yang muncul ternyata malah sebuah goa dengan lubang yang menganga didalamnya penuh dengan taring - taring serigala. Kami seperti diterkam, kami dihujat, kami dicerca atas kelakuan kami yang kemudian di sebut Pengkhianat.
Selanjutnya ponsel pribadi kami disita, akun sss kami diminta password nya, pin bb kami tidak lagi boleh bebas berkelana.
Sekejap dunia kami para lelaki berubah menjadi tahanan dalam rumah sendiri atas perasaan yang tidak mampu kami kendalikan. Kami menjadi orang yang paling bersalah. Padahal sebenarnya kami tak perlu dicaci maki, kami hanya butuh didengarkan, dimaklumi, disayangi, dinasehati dengan penuh kasih tanpa berkesan menggurui. Karena bagaimanapun lelaki adalah pemegang kemudi, kami perlu seseorang untuk menjadi kaca spion di samping kami namun tetap kamilah pemegang kendali.
Dengarkan cerita kami seperti kami mendengarkan celoteh istri tentang nakalnya anak – anak sepanjang pagi padahal saat itu kami pulang kerja dan sangat lelah bahkan untuk sekedar mendengar celoteh rutin istri dirumah, tapi kami ikhlas dan terus mendengarkan saja.
Maklumi kami seperti kami memaklumi ketika istri terlampau berlebihan membelanjakan nafkah sehingga habis sebelum bulan berakhir, dan atas itu kami tak mencaci maki, kami sangat memaklumi atas kabar bahwa cabe naik, beras naik, harga semua kebutuhan menjadi naik. Kami maklum sekali.
Meski terkadang kami letih tapi kami ikhlas dan terus memaklumi.
Sayangi kami seperti kami menyayangi sang istri yang mengeluh capek, sakit kepala, sakit pinggang atau sedang tidak mood saat tengah malam kami membutuhkan istri bahkan untuk sekedar mendekap saja cukuplah bagi kami., tapi kami ikhlas dan terus saja mengembangkan rasa sayang tanpa henti.
Dan lalu bila tiba – tiba ada wanita lain di hati kami bukan berarti kami telah kehilangan rasa sayang pada istri, bukan itu, tolong jangan dengarkan petuah yang tidak benar yang hanya akan mengeroposkan pertahanan cinta .
Jika kami tak sayang lagi maka pasti kami tak bimbang untuk meletakkan nama lain di hati dan hidup kami. Kami sangat bimbang melalui ini, hanya saja para istri tidak pernah tahu atau tepatnya tidak mau tahu karena kami terlanjur diberi label sang pendosa.
Semua lelaki menyayangi istrinya pun ketika mereka tahu kelemahan wanita pilihannya.
Tak perlu menguasai kami atas rasa sayang yang tiba – tiba datang tanpa diundang pada wanita lain, karena menguasai lelaki sama dengan membunuh cinta kami, boleh jadi kami akan bertahan demi sebuah pernikahan, rasa iba dan anak – anak namun sadarilah bahwa ini akan membuat ranjang pengantin menjadi hambar.
Sekali lagi inilah suara kami, suara lelaki….
Kami tak pernah meminta istri kami menjadi manja seperti ibunda Aisyah pada suaminya kami hanya ingin istri tahu bahwa manja itu membangkitkan gairah kami para lelaki seletih apapun kami.
Kami juga tak minta istri kami menjadi dermawan seperti Fatimah istri Ali namun kami hanya ingin istri tahu bahwa pemberian istri pada ibu dan keluarga suami sangat membuat kami para suami terharu.
Kami pun tak ingin terlalu berlebihan meminta istri menjadi sebijak sana ibunda Khadijah yang menyelimuti baginda Rosulullah saat beliau gugup namun kami hanya berharap istri mengerti bahwa satu cinta baru ini datang di hati kami, kami butuh kekuatan untuk didampingi bukan malah di hardik dan ditinggal pergi.
Sekali lagi inilah suara kami suara lelaki….
Lamunan Bams teramat dalam atas cerita Bagas sahabatnya. Langit Bamega sedikit redup sepertinya hujan akan turun atau memang hari telah memasuki senja? Bagas dan Bams saling memandang, masih di Halte food tempat mereka makan siang.
“Cobalah jujur pada istrimu Pak Bagas, jujurlah seperti perjanjian kalian.” tatap yakin Bams pada sahabatnya.
“Kamu yakin Bams?”
“Bismillah, tak ada yang tak mungkin bila Allah mengijinkan. Percayalah.”
Bagas setuju saran Bams karena ia teramat yakin bahwa Allah punya „sesuatu‟ untuk ceritanya tentang Arum juga Raisa.
Mereka memutuskan untuk mengakhiri makan siang dan kembali ke kantor, tak baik mencuri waktu diantara kewajiban sebagai abdi Negara hanya untuk masalah pribadi. Mereka malu melakukannya, malu pada Allah Tuhan mereka.
Membiarkan dulu masalah Raisa dan mencoba memasuki hati Arum, bila dipastikan hati Arum tenang baru Bagas akan menceritakan semuanya. Pada Arum Sekar Arum istri dan juga ibu dari anak – anaknya.
Sepanjang perjalanan ia ingat pada cerita Bams mengapa Bams memilih tinggal di kota dengan aktivitasnya dan membiarkan istri serta anak – anaknya tinggal di sebrang sebuah kampung kecil beda kecamatan dengan dirinya.
Berada jauh dari dirinya, dari rumah Bams di kota menuju rumah istrinya bila melalui perjalanan menggunakan fery biasa membutuhkan waktu 6 jam namun hanya 2 jam bila menggunakan speed.
Ternyata Bams punya rahasia, rahasia yang tidak pernah diketahui banyak orang disebabkan alasan Bams yang teramat meyakinkan, karena anak – anak terlanjur sekolah disana jadi biar sajalah mereka disana toh nanti bisa saja aku datang menemui mereka kapanpun. Selalu itu alasan pembenaran Bams yang lebih memilih sendiri dan jauh dari keluarga kecilnya.
“ Tugas kantor yang sering membuat aku terbang ke banyak kota dan sempat ditugaskan ke beberapa pulau, biasanya dua tiga hari bahkan sempat berhari – hari menjadi wall dari tragedy ini.‟ Ujarnya siang tadi.
“Tragedi?” tanyaku penuh selidik.
“Ya, tragedi, atau mungkin aku termasuk lelaki yang kurang iman atau entah apalah yang pasti aku pernah „berkali – kali‟ melakukan dosa. Aku terlampau
„suka‟ bercinta. Sampai seringkali karena hasrat ku yang terlalu berlebihan itulah ibu Ferdi istriku kualahan mengatasinya, ia sering nampak tak menikmati saat – saat kami bercinta, maaf bila aku menceritakan ini, bukan bermaksud untuk membuka aib namun karena kau meminta aku pun membukanya semoga saja ada hikmah yang bisa kau petik dari ceritaku.
Hal itu juga yang membuat aku menikah lagi dengan Sri istri keduaku mamanya Akbar. Namun pernikahan itu kandas begitu saja karena aku yang tidak pernah mampu jujur pada keduanya, aku selalu membohongi mereka dengan harapan semua akan baik – baik saja tapi ternyata tidak begitu.
“Tragedi itu bermula pada acara sarasehan beberapa bulan yang lalu kantor mendelegasikan aku ke Jakarta, aku masih ingat saat itu, tengah malam seusai acara semua peserta sudah terlampau lelah, apalagi udara Jakarta yang tidak bersahabat „membikin gerah‟... seorang teman menggodaku dengan mendatangkan „penghibur‟ dikamar ku... hal terbodoh yang pernah kulakukan sepanjang hidupku bahwa aku tidak menolak kedatangannya.”Tandas Bams dengan suara yang berat seolah – olah ia demikian terpukul atas cerita yang disebutnya tragedi.
“Suatu hari aku pernah sakit sampai beberapa minggu seperti flu biasa namun rasanya demikian lemah hingga aku memutuskan untuk periksa ke Dr Hari Soepardjo di Banjarmasin, beliau temanku juga. Hingga kesimpulannya beliau menyuruhku untuk General check up di Surabaya.
Dan….” Kalimatnya sengaja dibuatnya menggantung, Bagas diam tak ingin menyela, meski rasa penasaran demikian kuat menjalari nya, Bagas tak mau Bams merasa tak nyaman bila ia menyela nanti.
“Dari General check up di RS DR Soetomo Surabaya baru ku ketahui aku terinfeksi virus HIV.” Tandas Bams tegas.
Aku terhenyak. Bams terinfeksi HIV? Bams yang alim, Bams yang lancar mengaji, Bams yang suaranya merdu dan sering menangis saat mengumandangkan adzan, Bams yang hafalan qur‟an nya bagus. Bams….. pekik suara batin Bagas.
“Itu sebabnya Aku memilih jauh dengan istriku dan menjenguknya sewaktu – waktu”
“Ibu ferdi tahu Bams?” tanyaku hati – hati.
“Sejak hari itu aku dan istriku sepakat untuk jujur tentang apapun yang kami mau dan kami butuh.” Semoga ceritaku bisa menjadi referensi bagimu untuk memulai jujur, bahkan untuk sesuatu yang tak nyaman sekalipun.
Kau benar Bams suara Bagas masih dalam deru mobil mereka menuju kantor, sepanjang perjalanan mereka berdua hanya mampu diam tanpa berujar sedikitpun. Mereka terlampau sibuk dengan urusan hati mereka masing – masing.
Sepanjang perjalanan dari kaca mobilnya Bams melihat wajah – wajah wanita yang pernah menemaninya, ia sama sekali tidak pernah tahu wanita manakah pembawa virus itu yang ia tahu ini adalah hukuman Tuhan atas keberaniannya melanggar kata HARAM dari Tuhannya. ZINA!