SAAT JINGGA ADALAH WARNA

1665 Words
Malam demikian larut namun langit diatas atap rumah Raisa memamerkan begitu banyak bintang, indaaah sekali. Raisa ingin terus menatap hamparan bintang yang di pamerkan namun diluar demikian gelap, ketakutan itupun mampu mengalahkan keinginan besarnya. Demi menutup kesunyian yang datang ia pun membuka akun f*******: miliknya, da ntiba-tiba…. “Assalamualaikum…” “Alaikumsalam….” “Nama pian asli Raisa?” “Nggih….pian siapa?” “Ulun Bagas, nggih asli Bagas” “Oh, pian lagi dimana? Ngapain? dengan siapa?” “Dirumah, duduk-duduk diluar rumah, sendiri” “Wah, diluar rumah ya? Bagus dong, coba pian lihat, di langit sedang banyak bintang, arahkan pandang pada bintang, dan panjatkan do‟a terbaik pian lalu biarkan bintang membantu mengiringi do‟a pian pada Tuhan”. “Sudah” “Alhamdulillah, apa yang pian minta?‟ “Ulun minta semoga kita dipertemukan” itulah salah satu perbincangan singkat via chating di sosmed. Malam, saat semua tertidur Bagas dan Raisa menulis saja sekenanya, sekehendak hati mereka. Tanpa disadari oleh keduanya bahwa perbincangan malam itu berujung pada ukiran-ukiran kisah dihari - hari berikutnya. Tuhan tidak pernah menciptakan segala sesuatunya sia- sia, namun apa hikmah di balik pertemuan ini? desis Bagas dalam hatinya. Ya, wanita itu Raisa namanya, usianya terpaut 4 tahun lebih tua dari Arum, namun sangat ayu, matanya sangat tegas dan selalu berpendar-pendar saat bercerita, bentuk bibirnya yang mungil dan indah, juga kulit putihnya, Raisa sangat sempurna. Wanita berdarah campuran memang mempunyai kelebihan ayu yang sedikit berbeda dari wanita kebanyakan, begitu juga suara lelaki Bagas pernah bergema mendiskripsikan tentang sosok Raisa. Diantara barisan pohon karet di desa terpencil, diantara tumbuhan tanaman cabe, disitulah Raisa tinggal. Rumah yang damai, meski tanpa saluran listrik juga air. Raisa sama sekali tidak ingin mengeluh, pun ketika ia harus melalui hidup bersama ke empat anaknya tanpa „ayah‟. Raisa manut saja ketika Tuhan meletakkannya di desa Sebelimbingan, salah satu desa di kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Raisa terus berjuang menapaki hari demi hari goresan kehidupannya, dan bukankah taqdir itu adalah hasil akhir dari sebuah usaha manusia? Ia malu bila harus berpangku tangan, malu pada gelar sarjana yang disandangnya, malu pada kebaikan Tuhan yang telah membRaisan begitu banyak nikmat. Itu sebabnya ia berkebun sambil bekerja sebagai pendidik di salah satu sekolah swasta di kota. Dan diantara hari-hari sibuknya, Raisa yang hobby menulis itu sering sekali membuka akun f*******: miliknya. Dari situlah ia mengembangkan jaringan, mengenal banyak orang diantara hidupnya yang sendirian. Sebagian orang pasti bertanya, mengapa Raisa sampai disini? Apakah Tuhan membungkus mereka begitu saja dan memerintahkan pada malaikat memboyong mereka ? Tentu tidak. Raisa dulu hidup dan tinggal di Jawa, dia aktif di salah satu partai politik. Sampai akhirnya semua hartanya habis saat dia menjadi salah satu calon legeslatif dan gagal. Karena malu menapaki kemiskinan setelah hidup senang itulah, Raisa memutuskan untuk pergi ke Kotabaru, dulu…..orang tua Raisa pernah tinggal disana dan masih memiliki sahabat yang bisa didatangi. Namun mengapa harus Kotabaru tempat yang dia pilih? Kotabaru itu jauh, dari Jawa harus menempuh perjalanan laut 18 jam baru sampai di Banjarmasin, dari Banjarmasin naik travel 8 jam. Tak ada seorangpun yang tahu mengapa harus Kotabaru yang dipilihnya. Yang pasti tak ada sesuatupun yang digariskan Tuhan tanpa hikmah, tapi apa? Raisa, janda 4 anak, memilih sendiri menantang kerasnya hidup. Ia punya kans untuk menggoda namun ia tak pernah melakukannya. Ia juga lincah, kreatif, pekerja keras pula. Pesona itu yang membuat Bagas luruh….. Seperti permen manis asem asin perasaan Bagas saat ini, ada rasa iba, keinginan menyelamatkannya lahir batin, keinginan untuk membangun kehidupan Raisa, keinginan untuk membuat Raisa dan anak-anaknya terjaga. Namun apa yang harus ia lakukan? Terus berdekatan dengan Raisa adalah suatu siksaan, siksaan yang tak pernah dibayangkan oleh banyak orang. Menyelamatkan Raisa lahir batin? Jawabannya adalah menghalalkan hubungan. Membangun kehidupan Raisa? Jawabannya juga menghalalkan hubungan. Keinginan untuk menjaga Raisa dan anak-anak? Jawabannya adalah juga menghalalkan hubungan. Bagas kian gamang. Di alam angan-angannya kini adalah bagaimana batu karang itu menahan dirinya dari hantaman ombak. Namun, apapun alasannya, sekuat apapun batu karang ia akan tetap berlobang saat hantaman ombak datang. Sampai suatu hari, saat Bagas datang ke rumah Raisa. Ia dan anak-anak duduk-duduk di gubuk depan rumah memandangi kebun sambil mendengarkan celoteh-celoteh ramai mereka, Bagas terpana. Raisa belum tiba di rumah saat Bagas datang. Tak berapa lama akhirnya Raisa datang juga, betapa terkejut Raisa melihat Bagas sudah duduk di rumahnya. “Assalamualaikum mas, kapan datang, kok gak bilang dulu kalau mau datang mas?” berondong Raisa dengan pertanyaan pada Bagas. Bagas tersenyum sambil mengeluarkan “counterpain” “Ini yang pian pesan?” ujar Bagas sambil tersenyum kearah Raisa. “Och, iya mas, Subhanallah, tapi kakiku sudah agak baikan kok mas. Duuuh jadi merepotkan” tangkis Raisa sungkan. “Gak papa, ga tiap hari juga kan?” mereka berdua tersenyum….. Senyum mereka punya makna namun hanya mereka yang tahu apa makna dari senyumannya, uft… pohon-pohon karet disebrang rumah berderit-derit seperti tembang merdu Gita Gutawa, dentingnya mampu membuat semua tumbuhan tunduk mendengarnya. Ketika hati mereka meletup-letup dalam rasa tanpa terjemah hanya derit pepohonan itu yang bisa mendengarnya. Raisa masuk kedalam untuk membuatkan Bagas secangkir teh manis, ia ingat masih punya teh dan gula di dalam, Raisa berlalu begitu saja dan membiarkan Bagas meneruskan candanya dengan anak-anak. Lalu ia ingat hari ini rumah mereka sedang paceklik, tak ada apapun untuk di makan, „oh… pasti anak – anak belum makan pikirnya. Namun betapa terkejutnya ia ketika melihat ada tiga kotak nasi yang telah kosong tergeletak diatas meja dan sebelum di tanya si ragil pun menjelaskan bahwa makanan itu ayah Bagas yang bawa. Raisa menitikkan air mata, Tuhan selalu mengirimkan cintaNYA pada saat yang tepat! Saat dimana anak-anak lapar karena belum makan seharian. Makanan datang dari Tuhan yang dikirimNYA melalui Bagas. Maka nikmat Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan? Secangkir teh sedikit manis terhidang, sesekali tatap mereka bertabrakan, hati mereka berdegup kencang dan hanya mereka berdua yang tahu. Kedatangan Bagas kerumah Raisa kali ini bukanlah kedatangan biasa, ada misi khusus yang sedang diembannya. Mereka berdua bercerita tentang banyak hal, tentang hidup Raisa, tentang masa depan anak-anak juga tentang kemungkinan Raisa untuk kembali atau tidak pada ayahnya anak-anak. Sampai di bab terakhir Raisa terbata-bata. “Tak ada seorang wanitapun yang ingin menjadi janda” kalimat itu lirih namun pasti mengisyaratkan hati yang kandas. Yups! Memang, tak ada seorangpun yang dapat melawan taqdir, semua sudah terprogram dalam mega server di Lauhul Mahfudz. Air mata Raisa menetes pelan di putih wajahnya, ingin rasanya Bagas membantu menghapus titik-titik bening itu dengan jari-jarinya, namun Bagas takut Tuhan marah karena dirinya bukanlah siapa-siapa bagi Raisa. “Kita menikah saja yuk dik, tanggal 6 bulan 6…..nggih?” Kalimat itu diucapkan Bagas sebelum dia pulang dari rumah Raisa. Mendengar kalimat itu Raisa hanya diam, ya…benar-benar diam. Dia tak tahu lagi harus berucap apa saat hujaman pernyataan Bagas begitu elegan dan indah di telinganya. Kalimat yang sering ia dengar dari para lelaki yang dekat dengannya dan selalu ia akhiri dengan kalimat “ma'af, aku tak bisa….” Dijawab Raisa tanpa dalil dan alasan yang jelas. Tapi kali ini benar-benar berbeda, suara Bagas yang barusan terdengar tak kuasa ia menjawabnya dengan kalimat, Raisa hanya bisa menjawab dengan senyum dengan wajah menunduk, terlihat jelas rona merah di wajahnya yang tak bisa ia sembunyikan dari wajah putihnya. Pukul 09.45…Raisa bersiap menuju warnet langganannya untuk menghubungi Bagas. Secinta apapun Raisa pada Bagas,ia sama sekali tak pernah berminat untuk menelpon Bagas, ia tidak ingin cintanya menghancurkan siapapun karena diijinkan bertemu dengan laki-laki istimewa seperti Bagas baginya adalah anugerah yang tak terhingga. Sejak mengenal Bagas damainya mulai terasa, setiap hari ia mulai menemukan mentari yang dulu tertutup mendung. Semalam ia sudah bicara pada Bagas bahwa hubungan ini harus berakhir meskipun Bagas telah mengajak Raisa menikah. Raisa percaya jodoh itu milik Allah dan bila gamang ini datang semua harus diselesaikan. Pernikahan itu sesuatu yang suci tidak boleh ada kegamangan bila harus dilalui. Mengapa gamang bila halal adalah tujuan? karena ia sama sekali tidak ingin menyakiti siapapun. Bila ibunda Aisyah saja cemburu ketika baginda Rosul bercerita tentang ibunda Khadijah, bagaimana dengan mbak Arum.Beberapa hari dalam pembicaraan antara dirinya dan Bagas saat itu Bagas pernah bilang bahwa Arum adalah nama istrinya, Sekar Arum. “Menikah itu mengikuti sunnah rosul, Dik, namun ada pernikahan yang menjadi wajib dengan kondisi-kondisi yang memang membuat wajib. Aku ingin menyelamatkanmu, menyelamatkan anak-anak, menyelamatkan hidup kalian meskipun aku bukan penyelamat. Kumohon mengertilah, Dik.” “Bila aku hanya ingin bersenang-senang aku bisa memilih gadis-gadis muda, tidak perlu berlelah-lelah seperti ini, Dik…. Lagi pula bila aku setiap hari datang kemari menjagamu dan anak- anak, membantu mencari air dan yang lain, bagaimana dengan fitnah yang akan kau terima dari masyarakat, belum lagi dosa kita dimata Tuhan, Dik, aku yakin kau faham itu.” Tuhan tulisan cinta yang tak beraksara adalah ketidakmampuanku meluaskan kemesraan tabu. Maha suci Engkau yang menganugerahkan sayang dan cinta diantara kami. Agar tidak menjadi aneh mari kita niatkan syukur ini berdua. Segera kita mulyakan hubungan ini. Begitu sms Bagas yang membuat Raisa tidak nyaman sampai hari ini. Raisa tetap saja gamang, kenapa harus ada luka diantara bahagia yang ingin diraihnya. Bukankah kita akan dibalas sesuai dengan apa yang kita lakukan…Raisa sangat percaya itu. Namun bila cinta itu hilang mampukah aku melewati banyak jalan ini seorang diri? sedang cintamu seperti tongkat yang membantuku memapah kerasnya hidup dan beratnya tubuh, aku yakin aku akan kembali lunglai. Yang pasti aku harus menolaknya terlebih dahulu! HARUS! bila setelah penolakan penolakan ini aku masih harus melewati jalan ini artinya……???? Atau mungkin aku harus bertemu dengan mbak Arum agar semua jelas, tangkisnya, tapi apa mungkin? Betapa rasa ini demikian tidak enak. Siapa bilang memutuskan menjadi istri kedua itu indah, tidak seperti itu! Itu tidak benar! Harus melalui taqdir ini teramat menyiksa, ada peperangan dalam batin yang tidak bisa dihiArum. Itu pasti. Dalam galaunya… sepucuk surat ia buat yang kemudian ia kirim di wall milik Bagas sesuai ijinnya…….. .......................... Ulun = Aku Pian = Kamu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD