MENYADARI KEKELIRUAN

1013 Words
“Kamu nanti ta antar pulang saja enggak apa-apa sih. Jangan pesan ojek online,” kata Zuhdi. Ini malam Minggu hari ke-empat, Falisha menyanyi. Dari malam pertama dulu, baru kali ini Zuhdi datang lagi, sekalian memberi intensif untuk para pegawai bagian sarana yang sedang menambah bangunan di belakang. “Nggak usah Mas. Kalau malam Sabtu dan malam Minggu aku sama adikku kok. Jadi nanti kami naik ojek bareng. Tenang saja enggak apa-apa kok, kalau malam lain adikku memang nggak boleh jemput sama aku. Biarin dia belajar, tapi kalau malam Sabtu dan malam Minggu dia ikut ke sini. Tadi dia juga yang puterin kotak buat saweran koq,” tolak Falisha. “Loh kalau dia ngiderin kotak saweran, dia dikasih nggak? Aku bilang harus dikasih lho,” Zuhdi memang menegaskan bagian mengedarkan kotak juga harus dikasih, untuk mencegah ketidak jujuran. Bisa jadi oknum mengambill sedikit karena merasa tak diberi bagian kan? “Aku bilang sama pemain organ kasih uang jajan Rp20.000 saja Mas, jangan lebih. Jadi nggak usah dihitung prosentase karena dia ikut kerja Mas. Jangan.” “Biar dia terhitung buat jajan saja Rp20.000 itu sudah lebih dari cukup kok,” tampik Falisha. ‘Dia ini kekurangan, tapi nggak pernah kekurangan dalam artian menjadi aji mumpung atau celamitan, dia bukan orang yang sangat perhitungan untuk mengambil hak orang. Bahkan seharusnya itu hak adiknya buat ngiderin tetap saja dia bilang nggak usah.’ ‘Bahkan awalnya untuk honor main gitar saja dia nggak peduli. Tapi karena aku memaksa akhirnya honor main gitar pun dia tetap diberi dengan perbandingan yang minimum, yang penting tidak gratis. Itu saja menurut Falisha. Bikin aku makin tertarik pada kepribadiannya, walau fisiknya tidak.’ ‘Ah aku salah. Seharusnya memang yang utama aku nilai adalah kepribadiannya, karena nanti aku hidup bersama kan dengan kepribadiannya, bukan dengan fisiknya saja.’ Zuhdi menyadari kekeliruannya. “Sudah pokoknya nggak usah nolak. Nanti pulangnya sama aku biar adikmu nanti diantar sama pegawai lain. Jadi kita dua motor,” ucap Zuhdi. Tentu saja Falisha jadi tidak enak karena ada satu temannya yang jelas-jelas katanya naksir Zuhdi, temannya itu bagian kasir dan dia pegawai baru di sini, tak enak bila dia jadi dibenci oleh pegawai lama. “Wah saya jadi nggak enak lho Mas. Nanti takut ada beberapa teman yang tidak suka. Biar saja saya dengan adik saya,” Falisha tetap menolak. “Tidak suka kenapa? memang saya ganggu dia? Kalau tidak suka saya bergaul dengan siapa pun dia tinggal keluar. Enggak usah kerja di sini. Gampang toh?” “Saya nggak minta orang buat bekerja di sini. Kalian kan yang minta bekerja pada saya? Tapi saya memperlakukan baik kok. Saya tidak salah. Kalau saya mau nganterin seseorang ya suka-suka saya kan? Dan kamu bukan yang pertama kok. Beberapa karyawan sering saya ajak kalau memang mereka enggak bawa motor sendiri,” balas Zuhdi. Dia tahu rumors para pegawainya. Itu sebabnya Zuhdi tak ingin perempuan itu berharap karena dia tak minat sama sekali. “Atau kadang juga ada yang telat dijemput oleh kekasih atau suaminya, ya saya antar kok. Tapi saya lapor dulu sama beberapa orang bahwa saya mengantar, karena dia sudah terlambat dijemput dan saya minta kadang ada yang ngikutin saya. Takutnya nanti dikira saya ngambil pacar orang atau kekasih orang atau istri orang. Saya selalu seperti itu kok.” “Jadi nggak usah kamu berpikir negatif. Kalau yang berpikir negatif silakan keluar,” jelas tentu saja bagian kasir mendengar dengan jelas bahwa Falisha memang sudah menolak, tapi Zuhdi-nya yang memaksa. Jadi jelas di sini Falisha memang tidak bersalah. Tapi tentu saja dia keki karena beberapa kali dia sengaja tidak bawa motor agar Zuhdi bisa nganterin, tetap saja Zuhdi tidak pernah menolehnya. Padahal menurut orang-orang dia juga cantik. Tapi entahlah walau orang-orang bilang dia sangat cantik lembut dan ayu dia nggak tahu kalau Zuhdi tidak suka perempuan lembut seperti itu. Zuhdi sukanya cewek macho dan mandiri. Perempuan lemah lembut yang butuh perlindungan itu bukan karakter Zuhdi sama sekali. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Alhamdulillah Bu, kayaknya insya Allah kita bisa ambil motor lagi. Dari uang harian kayaknya aku bisa angsur motor,” lapor Falisha pada Yulihastuti Pramono, ibu kandungnya. “Padahal tanpa menunggu kamu kerja ya bisa dari gaji Ibu. Kamunya saja yang enggak mau.” “Ingat Bu, kita sudah pilah-pilah semuanya. Gaji Ibu buat apa kan kita sudah tahu, jangan sampai Bondan nanti kesulitan. Walaupun tidak setiap hari kurang, mungkin hari ini dia tidak butuh, tapi besok dua kali lipat, kan kita yang jadi grabag grubug. sudahlah Bu.” “Memang kita salah waktu itu masukin Bondan di sekolah negeri. Tapi kan kondisinya waktu itu karena ayah sakit. Sekarang kita harus tegas. Bondan besok masuk SMA swasta saja yang jelas mutu dan bayarannya.” “Memang jauh lebih mahal, tapi tidak repot setiap hari. Kita bisa-bisa stroke sendiri memikirkan pengeluaran harian kalau nanti SMA Bondan sekolah di SMA Negeri.” “Iya kita berpikir waktu itu ngirit sebab gratis, karena dana yang kita miliki kita pakai buat wira-wiri tiap hari ke rumah sakit. Waktu itu kita dua dapur, dapur rumah dan dapur rumah sakit, ditambah biaya bensin kita wira-wiri terus begitu. Akhirnya kita berpikir lebih baik Bondan di sekolah negeri agar ngirit, ternyata malah kita kejebak dengan kesulitan harian.” Yulihastuti sangat beruntung mempunyai dua anak yang sangat baik dan penurut, ya memang semua itu hasil dari didikan dia dan suaminya, tapi sebenarnya kadang kita sudah mendidik baik pun anak-anak tetap saja berkelakuan buruk. Namun tidak pada putra dan putrinya. Mereka tetap menjadi anak yang sopan dan sholeh itu yang membuat dia senang. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Kamu cari tukang cuci piring saja kamu tes dulu bagaimana kepribadiannya, apakah dia rajin dan tepat waktu serta sregep.” “Kamu cari kasir saja buat angkringanmu kamu test dulu, apakah dia jujur.” “Itu hanya pegawai yang kamu gaji, yang kamu bisa suruh.” “Seberapa lama kamu kenal Nadia? Oke misal kamu kenal tiga tahun, misal ya, Papa enggak tahu ya, misalnya kamu sudah kenal tiga tahun, tapi kalau kamu baru dekat dua minggu, tiba-tiba diminta untuk jadi suaminya, dia jadi istrimu, kalau Papa mau bilang opo tumon? Opo ra keblinger?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD